8. Senyum Pak GM

705 195 26
                                    


      "Ini ruangan kamu Arya" pak Salim membuka sebuah pintu sebuah ruangan.

     Ruangan dengan ukuran cukup besar dengan desain cukup elegan langsung terlihat. Ada sebuah meja besar dengan kursi hitam yang bisa berputar, sebuah rak buku, satu set sofa dan lemari es kecil di pojok ruangan. Sebuah jendela yang menghadap ke arah jalan menjadi view yang menarik.

    Arya mengikuti langkah pak Salim untuk masuk ke dalam ruangan yang katanya sudah disiapkan untuknya. Sejenak Arya mengedarkan pandangan memindai ruangan yang bagian dindingnya diberi wallpaper warna monokrom yang menjadi warna favoritnya.

     "Pak Salim khusus menyiapkan ruangan ini buat saya?" Tanya Arya masih memindai ruangan.

     "Ya begitulah" jawab pak Salim dengan senyumnya.

     Arya menoleh. Kini menatap lelaki yang seumuran dengan papanya itu lekat.

     "Apa ini tidak berlebihan om? Menurut saya ruangan seperti ini lebih cocok buat direktur utama" ujar Arya pada pak Salim.

    Pak Salim tertawa kecil. Melangkah mendekati jendela kemudian menarik korden warna putih yang belum sempurna terbuka. Hingga cahaya matahari kini bisa leluasa masuk menerobos ke dalam ruangan.

     "Hari ini cuaca kelihatannya sangat cerah"  pak Salim menatap ke arah luar. Langit pagi menuju siang itu tampak biru tanpa awan.

     Arya mendekati pak Salim. Ikut berdiri di sebelahnya. Dan menatap ke arah luar. Tapi bukan langit yang dilihat oleh Arya. Jalanan yang terlihat masih dipenuhi kendaraan yang lalu lalang yang menjadi fokus lelaki 30 tahun.

     "Seharusnya saya  menempati ruangan yang dulu dipakai pak Lambang" ujar Arya lagi.

     "Seharusnya kamu yang jadi direktur utama disini" sahut pak Salim menanggapi.

     "Jadi memang kamu lebih pas berada di ruangan ini" imbuh pak Salim lagi.

     Arya menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Masih menatap ke luar jendela. Mungkin di luar sana hawa mulai panas. Sedangkan di ruangan ini pendingin ruangan mampu membuat suhu tetap sejuk dan nyaman.

     "Bukankah kita sudah membicarakan masalah ini sebelumnya kan om?"

     Pak Salim menoleh dan lagi-lagi tersenyum.

     "Iya. Tapi tolong jangan menolak apa yang sudah om lakukan buat kamu. Masalah seperti ini pastinya tak perlu untuk dibahas lagi kan" pak Salim menepuk bahu Arya.

     "Om yakin, kamu itu Prabayatna sejati. Darah Prabayatna ada dalam darah mu..."

    Arya hanya tersenyum tipis mendengar perkataan pak Salim. Lelaki yang menjadi salah satu orang kepercayaan Oma nya. Lelaki yang Arya tahu pernah menjadi teman karib papanya.

     "Om keluar dulu. Kamu bisa memulai tugasmu hari ini. Selamat bergabung di perusahaan ini" pak Salim mengulurkan tangan. Arya sejenak menatap uluran tangan lelaki yang sudah memiliki seorang cucu itu. Lantas kemudian menyambut jabat tangan tersebut.

     "Saya harap om tetap memperlakukan saya seperti manager pada umumnya. Apalagi di depan karyawan " pinta Arya sebelum melepas jabat tangannya.

    Pak Salim mengangguk paham.

     "Om tak lupa dengan pembicaraan kita. Hanya ini yang bisa om lakukan untuk membalas kebaikan papa kamu di masa lalu"

    Pak Salim kembali menepuk pelan bahu Arya. Kemudian memilih segera keluar dari ruangan. Meninggalkan Arya yang masih berdiri di dekat jendela.

Love In ApprovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang