20. Pulang

722 192 54
                                    


     Pulang  berarti kembali lagi setelah bepergian. Secara harafiah saat kita meninggalkan tempat tinggal untuk menjalankan aktivitas, maka saat kita kembali ke tempat tinggal itulah dikatakan sebagai pulang.

     Terkadang pulang dimaknai sebagai sesuatu yang identik dengan kembali. Tak melulu kembali ke tempat tinggal asal setelah bepergian jauh. Karena makna pulang selalu membutuhkan sebuah tempat sebagai tujuan untuk kembali. Tempat yang secara nyata menjadi asal sebelum kita pergi kemana.

      Maka pulang seringkali beriringan dengan rindu. Karena rindu lah yang memang menjadi penyebab paling penting untuk pulang. Ya, tempat untuk pulang seharusnya menjadi tempat paling nyaman yang dirindukan. Karena saat pulang inginnya ada jeda dan sela. Merehatkan semua lalu lalang pikiran dan hati saat jauh dari tempat yang ingin dituju di kala pulang.

      Arya segera menjalankan lagi mobil miliknya. Usai menunaikan sholat isya' di salah satu masjid yang ia lewati. Langit kota Jakarta sudah menaunginya.  Pekatnya malam menggelayut di atas sana.  Arya kembali menghirup udara ibukota yang selalu sibuk dan penuh hingar bingar itu.

       Bagi Arya, Jakarta bukan sekedar ibukota negara. Karena di sini ia tumbuh besar. Kota metropolitan yang katanya kejamnya sama dengan ibu tiri. Tapi menurut Arya, kota Jakarta tak sekejam itu. Jika punya bekal untuk hidup di tengah hedonisme dan kemegahan kota ini. Nyatanya Arya memang hidup di tengah keluarga berkecukupan bahkan diatas rata-rata. Jadi wajar jika ia tak terlalu paham bagaimana kejamnya ibu kota seperti yang dikatakan kaum urban di kota ini.

     Arya memang menyempatkan diri untuk pulang ke kota kelahirannya. Setelah hampir tiga bulan lebih tinggal di Semarang. Meski ini bukan pertama kalinya bagi Arya melewati momen pulang karena harus hidup diluar kota dan berjauhan dengan mama juga sang adik perempuan

     Arya mengarahkan hyundai palisade silver miliknya ke arah Petamburan. Sedikit berbeda arah dengan arah tempat tinggalnya yang berada di daerah jakarta selatan. Arya memang berencana lebih dulu menjemput Ambar. Tadi mereka sudah janjian. Oh bukan. Lebih tepatnya ia yang meminta adiknya itu menunggu. Meski sang adik sempat menolak.

      Setelah lepas dari kemacetan di beberapa titik, sampai juga Arya di kampus sebuah universitas swasta cukup bergengsi di Jakarta. Fakultas hukum menjadi pilihan adiknya usai lulus SMA. Apakah Ambar punya cita-cita menjadi seorang lawyer atau notaris? Arya sendiri menyangsikannya. Karena setahu Arya, adiknya itu tak punya cita-cita spesifik.

      "Aku mau jadi ibu rumah tangga aja deh. Terus buka toko di Shupi, Lalada atau Tokopegia" 

     Arya geli sendiri kalau mengingat ucapan Ambar yang tak hanya sekali dua kali diungkapkan. Seringkali Ambar mengatakan itu. Menjadi ibu rumah tangga dan membuka toko online. Sebuah cita-cita yang mungkin saat ini pasti membuat panik orangtua. Karena menjadi ibu rumah tangga itu bukan sebuah cita-cita yang membanggakan buat seorang anak perempuan. Orangtua akan sangat bangga kalau anaknya bercita-cita menjadi dokter, dosen atau profesi lain yang dianggap prestisius oleh masyarakat umum.

      "Aku milih jurusan hukum aja deh. Yang penting nggak ada pelajaran itung-itung atau apalin rumus yang bikin kepala bisa botak" itu yang dikatakan Ambar saat dulu memilih jurusan hukum. Karena mau tak mau ia harus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi usai SMA. Setidaknya itu tuntutan dari mama mereka.

      Arya menatap kampus yang terang benderang. Masih terlihat lalu lalang mahasiswa. Tadi Ambar sudah bilang kalau malam ini puncak acara charity yang diadakan fakultasnya. Sebelum besok mereka akan libur semester.

        Ting....Arya melirik ponsel yang ada di tangannya. Melihat pesan dari Ambar yang langsung bisa terbaca di pop up ponsel.

      Ya, tunggu sebentar....

Love In ApprovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang