15. Kalau Sama Saya?

660 194 43
                                    


     Kehebohan tentang status pak GM yang kini sudah jelas dan telah tersebar nyatanya tak memberikan efek apapun buat Mayang. Setidaknya hari ini ia tetap bekerja di depan laptop. Menghitung angka-angka yang bisa membuat kepala pusing.

     Mayang juga tak sempat ikut euforia dengan terkuaknya status pak Arya yang jomblo. Karena kebetulan sekali hari ini pekerjaannya menumpuk. Mayang harus benar-benar konsentrasi membuat laporan hasil penjualan dari beberapa pameran yang belakangan sangat sering diikuti oleh perusahaan mereka. Pak Arya memakai strategi untuk gencar melakukan promosi di event-event baik skala lokal dan nasional. Bahkan terdengar kabar kalau perusahaan akan segera go internasional dengan mengikuti event bergengsi di luar negeri.

     Ya apapun kebijakan yang dilakukan oleh para pimpinan perusahaan, Mayang tetaplah hanya staf accounting biasa yang pasti makin sibuk dengan segala angka debit kredit yang tak boleh salah satu digit pun. Karena angka-angka itu adalah rupiah secara facto. Bukan duitnya tapi duit perusahaan. Salah sedikit bisa berabe.

      Setiap akan bekerja Mayang pasti memulainya dengan berdoa. Selain memang itu adalah ajaran dalam agama agar memulai segala aktivitas dengan bismillah dan berdoa juga karena ada sedikit beban. Mayang berdoa agar ia tak sampai salah dalam melakukan pekerjaannya yang berhubungan dengan uang perusahaan tersebut. Setidaknya hingga saat ini Mayang belum pernah salah dalam melakukan pekerjaannya.

     "May sayang...." Suara mendayu milik mbak Uli terdengar. Hawa-hawanya pasti akan minta tolong. Mayang sudah hapal luar kepala.

    "Iya, mbak Uli sayang" jawab Mayang mengalihkan fokusnya ke perempuan 30 tahun yang sudah  berdiri di depan mejanya.

     "Ini tinggal di rekap sama diteliti ulang kok May..." Mbak Uli meletakkan flash disk warna hitam di meja Mayang.

     "Yaa keduluan mbak Uli nih" keluh mbak Rani. Bau-bau minta tolong pun terlihat.

     "Memang mbak Rani mau ngapain? Aa balik layar?" Mayang bertanya pada mbak Rani. Kalau alasan mbak Uli sih Mayang bisa menebak. Pasalnya tadi pagi mbak Uli sudah bilang kalau malam ini akan mengantarkan putra nya kontrol usai jatuh dari sepeda beberapa hari lalu.

      "Ibu mertuaku minta diantar ke rumah kakaknya, May. Nggak enak kan mau nolak. Sudah dua hari ini si ibu mertua menginap di Semarang..." Netra mbak Rani redup. Tatapan penuh harap. Membuat Mayang goyah. Tak tega.

     "Oke. Kalau mbak Rani laporan nya tinggal rekap apa masih utuh?"

     "Sama kayak mbak Uli kok May. Besok makan siang kamu boleh pilih resto sama menu apa aja deh...." Seperti biasa mbak Rani mengeluarkan jurus sogokannya.

     "Asik. Iga bakar pojokan dong" bukan Mayang yang menjawab, tapi mbak Andari yang menjawab.

     "Idih. Satu porsi 50 rebu. Lagian May nggak doyan iga-iga an kok" mbak Rani sedikit bersungut ke arah mbak Andari.

     "Siapa bilang May gak doyan iga ?" Goda Mayang membuat mbak Rani garuk kepala.

     "Haha...hayo lho" mbak Uli terkekeh geli melihat reaksi mbak Rani.

     "Lagian ya mbok ya sekali-sekali sogokannya itu bukan makanan gitu" celetuk mbak Andari membuat semua menatap ke perempuan berkerudung itu.

     "Apa contohnya sogokan yang bukan makanan?" Tanya mbak Uli kepo.

    "Eng....cariin jodoh kek buat May. Comblangin kek si May sama cowok keren gitu..." Sahut mbak Andari membuat Mayang malah berdecak pelan. Ada-ada saja idenya mbak Andari.

     "E...eh sebentar. Kayak nya May tuh nggak perlu deh disogokin begituan..." Mbak Rani berdiri dari duduknya. Kini semua menatap ke arah mbak Rani. Termasuk Mayang.

Love In ApprovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang