Tersisa tiga minggu sebelum tanggal kelahiran si kembar yang diprediksi oleh dokter. Mendekati tanggal persalinan, Herza mulai mengurangi pekerjaannya. Ia ingin menjadi suami siaga. Jadi sebisa mungkin ia tetap berada di rumah menemani Novalio. Takutnya terjadi hal tak terduga secara tiba-tiba.
"Herza."
"Hm?"
Novalio bergerak memeluk sang suami. Kepalanya ia sandarkan pada dada bidang milik suaminya.
Semakin dekat dengan hari yang mereka tunggu, semakin banyak pula kekhawatiran dan kegelisahan dalam benak Novalio. Jam overthinking yang hadir setiap malam membuat Herza harus ekstra sabar dalam menghadapi dan mengatasinya.
"Aku takut," cicit Novalio.
Jika sudah seperti itu, yang perlu Herza lakukan adalah memberikan ketenangan, semangat, perhatian dan pengertian secara penuh kalau Novalio tidak sendiri, ada dirinya yang akan selalu menemaninya dalam segala situasi.
"Apa yang perlu ditakutkan? Kan ada aku, aku akan selalu menemanimu."
Novalio meremat piyama sang suami sembari mendusalkan kepalanya mencari kenyamanan. Ia hirup aroma cool feromon sang suami yang selalu bisa menenangkannya. "Bagaimana kalau persalinannya tidak berjalan lancar?"
Herza mendekap tubuh Novalio sedikit lebih erat. Rambut pink bak gulali yang sangat halus itu diusap dengan lembut. "Aku akan memastikan semuanya berjalan lancar. Kita akan pergi ke rumah sakit terbaik dengan dokter terbaik juga."
Herza sudah mengatakan itu berkali-kali. Bahkan sudah dari jauh-jauh hari ia membooking rumah sakit dengan fasilitas persalinan terbaik demi kenyamanan Novalio. Tapi tetap saja, ketakutan itu akan muncul setiap hari.
Jari telunjuk Novalio mulai menari-nari di atas dada Herza, membentuk pola abstrak yang sering Novalio lakukan jika ia sedang gugup dan takut. "Herza, kenapa aku tidak bisa membayangkan anak-anak setelah mereka lahir nanti?"
Pemikiran itu tak pernah luput dari benaknya. Berkali-kali ia mencoba membayangkan bagaimana kehidupan keluarga kecilnya, bagaimana si kembar akan bertumbuh, dari mulai mencoba tengkurap, berceloteh, berjalan, bahkan hingga mereka besar nanti, tapi nihil. Bayangan itu sangat sulit diproyeksikan oleh otaknya seolah hal itu tidak akan pernah dialaminya. Itulah yang membuatnya semakin takut, ketakutan tidak bisa melihat dan tidak memiliki kesempatan untuk membesarkan anak-anaknya.
"Kau tidak perlu membayangkannya, karena kita akan menjalaninya."
Herza selalu dibuat hampir menangis jika Novalio sudah berpikir seburuk itu. Memang tidak ada yang tahu jalannya takdir akan seperti apa, tapi untuk sekarang biarkan semua berjalan sebagaimana mestinya. Ia hanya perlu memberikan pengertian bahwa di samping kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi di masa depan nanti, masih ada ribuan kemungkinan-kemungkin baik yang bisa jadi adalah takdir mereka.
"Bagaimana kalau nanti aku mengecewakanmu?"
"Mengecewakan dalam hal apa?"
"Tidak tahu. Aku selalu berpikir kalau aku akan membuat kesalahan dan mengecewakanmu, mengecewakan semua orang."
"Setiap orang pasti melakukan kesalahan, entah itu disengaja atau tidak. Semuanya akan baik-baik saja jika dibicarakan dengan baik. Satu hal yang pasti, meskipun kamu nanti membuatku kecewa, aku tidak akan meninggalkanmu. Kita akan tetap bersama, dan kita perbaiki semuanya. Seberat apa pun nanti masalahnya, kita akan menghadapinya bersama, mengerti?"
Novalio mengangguk pelan. Sesi deeptalk dengan sang suami terbilang ampuh untuk mengurangi kecemasannya, meskipun hal itu akan berulang pada keesokan harinya. Segala macam beban pikiran dan kegundahan memang tidak bisa diangkat sempurna, tapi setidaknya ia selalu bisa tertidur dengan nyenyak setelah sang suami meyakinkannya kalau ia tidak sendiri, Herza akan selalu ada di sampingnya apa pun yang terjadi nanti.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mate - Hyuckno [End] ✅
FanfictionBerawal dari sebuah insiden hingga cinta yang tumbuh karena terbiasa. Hehehe gak pinter bikin deskripsi, langsung cus baca aja BxB ya gaes Mpreg 21+ Banyak mengandung konten sensitif🙏🏻 ???? Omegaverse (ini versi aku ya, jadi mohon maaf kalau gak...