bab 4

55 19 16
                                    

"Taufik," panggil Yusuf. Taufik menoleh menatap sahabatnya, Yusuf. "Kenapa?" tangan Taufik berhenti memainkan ponselnya sesaat.

"Lo yakin mau bersaing dengan kak Rafa?" tanya Yusuf. Cowok itu menghela napas pelan, ia meletakkan ponselnya di atas meja.

"Gue gak akan mundur selagi Venala belum menentukan," ucap Taufik penuh penekanan.

"Tapi, lo tahu sendiri Venala sudah lama menganggumi kak Rafa dan ia sangat tidak menyukaimu," jelas Yusuf.

Taufik berdecak kesal sembari menatap datar Yusuf. "Lo mendukung gue gak, sih?".

"Gue dukung lo ... tapi, lo jangan terlalu terpaku oleh cinta. Cinta tidak akan membuat lo kenyang, kejarlah sesuatu yang pasti di depan mata," ujar Yusuf tegas.

"Terus, apa sesuatu yang pasti lo maksud?" Taufik mengernyitkan alisnya sembari menatap dingin Yusuf.

"Masa depan."

Bagai tertusuk pisau ataupun benda tajam lainnya ucapan Yusuf ada benarnya. Taufik mengusap wajahnya lalu menghela napas lelah.

"Lantas, gue harus ngapain sekarang? Hanya berdiam diri melihatnya?" Taufik menundukkan kepalanya sembari memainkan jari-jarinya termenung. Pikirannya berkalut kala ia memikirkan Venala.

"Simpel saja bersainglah dengan jujur jika lo kalah maka mundurlah begitu pun sebaliknya, paham?"

Taufik menganggukkan kepala lalu ia menarik pelan tangan Yusuf ke dalam dekapannya. Yusuf terkejut menatap tidak percaya dengan perlakuan lembut dan hangat oleh Taufik. Tatapan Yusuf yang awalnya menandakan keterkejutan tak' terduga kini berubah menjadi tatapan yang penuh makna tersirat yang tidak dapat diungkapkannya.

"Terima kasih." Lengkungan bibirnya terbentuk seulas senyuman manis bahkan mengalahkan gula menyiratkan hati Taufik begitu damai.

***

Saat jam istirahat, Venala dan kedua sahabatnya pergi ke kantin. Netra Venala menangkap dua cowok yang tengah berpelukan.

"Mereka gay, ya?" bisik Afna. Desya mendengus kesal sembari menjitak kepala Afna.

"Lo suka banget geplak orang, ya," ucap Afna sambil mengusap kepalanya yang sakit.

"Biarin."

Venala menghiraukan kedua sahabatnya dan matanya hanya fokus kepada dua cowok yang duduk di pojokan kantin.

"Bukannya mereka Taufik dan Yusuf? Ngapain mereka berpelukan?" pikiran Venala mencerna dengan apa yang sedang ia lihat saat ini.

Sadar Venala terfokuskan pada satu titik pusat di kantin, mata Desya mengikuti arah tatapan Venala.

"Kalian lihatin apa, sih?" Afna pun mengikuti arah ke mana tatapan mereka.

Alangkah terkejutnya mereka, sungguh itu adalah kejadian langka dan tidak akan terulang kembali.

"Cepat abadikan momennya," titah Desya kepada Afna. Afna menjepret beberapa foto lalu mengirimkan foto tersebut ke group angkatan. Mampus kalian. Sebentar lagi akan ada gosip beredar dua cowok tengah berpelukan mesra di pojokan kantin.

"Bakalan seru banget dan akan menjadi sebuah rumor," ucap Afna menyeringai sembari melihat-lihat hasil foto yang ia ambil.

"Makanan paling enak itu memang berita yang banyak diperbincangkan," cetus Desya sambil membayangkannya.

"Ayo, kita harus cepat pergi sebelum ketahuan." Mereka berjalan memasuki area kantin seraya bersikap biasa sambil memesan makanan di tempat langganan mereka.

***

Tidak berselang lama setelah foto tersebut dikirimkan saat ini banyak orang berbisik sembari melirik Taufik dan Yusuf yang sedang berjalan-jalan di koridor.

RAVEN(TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang