Mereka tengah memasukkan buku ke dalam tas. Venala tidak sabar bermain dengan Bella dan Bilal, senyumannya sedari tadi tidak luput membuat Afna bertanya dia kenapa.
"Kau kenapa? Kesambet apaan?" tanya Afna.
Venala terkekeh pelan lalu menggandeng tasnya di punggungnya. "Aku tidak sabar mau bermain dengan si kembar." Venala nampak senang dan menyukai pekerjaannya saat ini ketimbang pekerjaannya yang lama.
"Tapi, maaf, Ven. Kami berdua tiba-tiba ada urusan jadi, kau pergilah ke panti bersama Taufik dan Yusuf," jelas Desya dengan berat hati.
"Kenapa? Apakah urusan itu penting?" Venala bertanya dengan perasaan cemas dan gelisah. Ia berharap kedua sahabatnya mau menceritakannya karena Venala juga ingin membantu mereka jika ada masalah.
Afna dan Desya saling memandang mereka teringat ucapan Adira yang mengatakan hal ini adaalah rahasia yang tidak boleh diketahui oleh siapa pun, termasuk Venala.
"Maaf ... kami tidak bisa menjawabnya sekarang," lirih Afna dengan matanya mulai berkaca-kaca.
Venala menghela napas lalu menunjukkan senyuman manisnya. "Aku tidak apa-apa jika itu urusan yang mengharuskan kalian pergi aku tidak keberatan."
Mereka berdua berpamitan lalu pergi meninggalkan kelas menyisakan Venala sendirian di dalam kelas. Venala dengan cepat membereskan barang-barangnya yang tertinggal lalu pergi meninggalkan kelas. Namun, tiba-tiba ia menabrak seseorang spontan ia meminta maaf.
"Venala, lo kenapa menangis?" tanyanya sambil menyisir rambut Venala ke belakang hingga wajah cewek itu terlihat jelas.
Venala mengangkat kepala terkejut melihat Rafael tengah menatapnya dalam.
"Kak Rafa, aku tidak apa-apa." Dengan cepat, Venala menghapus air matanya lalu berpamitan pergi. Namun, langkahnya terhenti karena Rafa mencegatnya.
"Kenapa, Kak?" tanya Venala sembari menoleh ke belakang menatap Rafael.
"Pulang bareng, yuk," ajak Rafa dengan tangannya yang masih mengenggam tangan Venala dengan lembut.
Wajah Venala memerah, dengan cepat ia menundukkan kepalanya.
"Kenapa? Ada yang sakit?" Rafa terlihat panik sambil memeriksa tubuh Venala. Hal itu, membuat Venala tersentak berjalan mundur.
"Lo-"
"Aku tidak apa-apa, Kak. Makasih atas tawarannya, tapi aku hari ini ada pekerjaan," ucap Venala merasa canggung.
"Gue boleh ikut?" tanya Rafa. Venala terenyuh, ia berpikir inilah kesempatan dia buat pdkt dengan Rafa. Akan tetapi, ia harus pergi bersama Taufik dan Yusuf.
Bersamaan dengan Venala termenung berpikir tiba-tiba ponselnya berbunyi menandakan adanya pesan yang masuk. Venala mengambil ponselnya, ada pesan masuk dari Taufik segera ia membukanya.
Di pesan tersebut, Taufik mengirimnya pesan jika ia tidak bisa menaminya ke panti hari ini karena ibunya tiba-tiba sakit. Lalu, pesan masuk lagi dari Yusuf yang mengabarinya ia juga tidak bisa hari ini karena ia tiba-tiba ada kelas tambahan.
Venala mendengkus dengan kesal ia menyimpan ponselnya kembali ke dalam tas. Netranya menatap Rafa yang tengah tersenyum kepadanya.
Venala menghela napas lalu mengiyakan ajakan Rafa.
"Kakak sendiri? Kak Rival dan Kak Fedrick ke mana?" tanya Venala penasaran.
"Mereka ada urusan mendesak," jawab Rafa, sedangkan Venala hanya mangut-mangut menanggapi.
***
Mereka sampai di depan panti. Venala turun dari motor diikuti Rafael di belakangnya.
Anak-anak seperti biasanya menyambutnya dengan senyuman.
Salah satu di antara mereka melihat Rafa yang tengah tersenyum kepada mereka, tetapi anak itu tampak tidak menyukai Rafa.
"Di mana kak Taufik? Dan kakak-kakak yang lainnya." Anak itu tampak sedih dan merengek ingin bermain dengan Taufik. Venala hanya tersenyun menanggapi mereka.
"Taufik dan kakak-kakak yang lainnya hari ini ada urusan mendadak. Hari ini kalian bermain dulu sama Kak Rafa, ya," bujuk Venala.
Namun, anak-anak menolak dan terus merengek bermain bersama Taufik.
"Mau kak Taufik."
"Kak Taufik mana?"
Anak-anak mulai menangis sambil memanggil-manggil Taufik. Rafa tampak kesal karena lagi-lagi ia merasa tersaingi.
"Lagi-lagi si Curut itu," batin Rafa sambil memutar kedua bola matanya dengan malas.
Widi dan Cahya membantu membujuk anak-anak dan akhirnya segala bujukan rayuan meluluhkan mereka.
"Ayo, Kak," ajak Venala dan Rafa mengikuti Venala memasuki panti.
Mereka bermain dan belajar bersama anak-anak. Namun, Venala merasa ada yang janggal. Ke mana si kembar dan Adira.
"Kak Cahya," panggil Venala kepada perempuan yang tengah berberes permainan ke dalam kotak.
"Kenapa Venala?" tanya Cahya dengan menyunggikan senyuman. Venala tampak ragu-ragu untuk bertanya, ia memainkan jari-jarinya sambil mengenggam roknya dengan erat.
"Kamu mencari si kembar dan kak Adira?" terka Widi. Venala menganggukan kepalanya yakin.
"Mereka hari ini gak datang," jawab Cahya yang membuat Venala bertanya-tanya.
"Kamu gak tahu? Kak Adira selain menjadi pemimpin panti ini ia juga merupakan agen yang bekerja sama dengan Rizston group," jelas Widi yang membuat baik Venala maupun Rafa tersentak.
"Apa?"
***
Di sebuah gedung daerah perkantoran, nampak lima orang tengah duduk melingkar membentuk huruf U. Dua di antara mereka memasang wajah tercengang kala mereka melihat sosok Yusuf dengan santai duduk bersama dengan mereka saat ini.
"Yusuf, kau di sini juga?" tanya Desya yang masih dengan wajah cengonya.
Yusuf berdecak sambil memutar matanya acuh.
"Kak Fedrick, apa maksud semua ini?" tanya Afna sambil mengebrak meja menatap cowok berkacamata itu.
"Duduklah dulu," ujar Adira dengan tegas. Afna menghentakkan kakinya kesal lalu ia mendaratkan bokongnya di kursi putih tersebut.
Nuansa putih, gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi yang memberikan kesan jika ini salah satu perusahaan terkemuka.
"Yusuf berada di sini karena ia juga terlibat dengan kasus yang akan kita bahas hari ini," jelas Fedrick santai, tetapi baik Desya dan Afna bisa merasakan tekanan yang luar biasa terpancar dari diri Fedrick.
"Apa kalian tahu kasus kebakaran yang terjadi di taman bermain dan kasus pemerkosaan beberapa tahun silam?" tanya Adira serius.
"Kami tahu," jawab mereka berdua bersamaan.
"Kasus pemerkosaan yang sempat marak itu korbannya adalah aku dan korban dari kasus kebakaran itu adalah Venala," jelas Adira yang membuat mereka bertiga; Yusuf, Desya, dan Afna syok berat.
"Venala? Tapi, dia tidak pernah menceritakan apa-apa," keluh Desya tidak percaya. Ia merasa ada yang janggal dengan kasus ini.
"Entah apa yang terjadi ketika kebakaran itu terjadi yang pasti hasil tes lab yang keluar ialah Venala kehilangan setengah ingatannya bahkan ia juga tidak mengenaliku," ucap Adira sambil menundukkan kepala.
Desya meremas kertas koran yang ia pegang dengan perasaan menggebu-gebu.
"Siapa? Siapa yang tega melakukan hal sekejam itu?!" teriak Desya dengan napasnya tersengal-sengal.
Fedrick melepaskan kacamatanya, netra biru langitnya yang indah itu terpancar jelas menatap mereka tajam.
Ia menyeruput teh hangatnya, matanya mengerjap lalu beralih menatap mereka satu per satu.
"Ransyah group."
KAMU SEDANG MEMBACA
RAVEN(TERBIT)
Teen FictionCerita diikutkan pensi volume 3 di teorikatapublishing selama 25 hari!! . . . RAVEN kisah romansa kampus cinta segitiga. Venala, cewek maba yang jatuh cinta pada seorang kating bernama Rafa, tetapi ternyata teman satu angkatan Venala bernama Taufik...