01 [Intro]

3.5K 226 6
                                    

📍Jakarta, Asrama 27, 20:34 -

Haechan menghela napas panjang saat setelah memperhatikan seisi ruangan yang ia dapatkan khusus dari sekolah barunya, salah satu sekolah ternama di Jakarta. Bagi Haechan, syukur karena sekolahnya menyiapkan asrama seperti ini. Jadi, dia tak butuh banyak biaya hidup selama di Jakarta dan jauh dari keluarganya.

Haechan bisa melihat sosok hantu dengan wajah menyeramkan di samping meja belajarnya. Sosok perempuan dengan punggung berlubang penuh ulat yang tengah bermain di samping jendela. Sosok hantu dengan tubuh yang seluruhnya terbungkus kain putih tanpa sisa selain wajahnya.

Haechan memilih abai seakan-akan dia tak melihat itu semua. Dia mengucapkan doa dan meramalkannya di dalam hati agar penghuni tempat barunya ini tak jahat. Harap-harap dia bisa hidup tenang di tempat rantauannya ini.

Dengan telaten dan sedikit bergetar, Haechan memasukkan baju-bajunya ke dalam lemari usai mengeluarkannya dari koper.

Tapi, matanya yang tadi fokus melihat ke arah tumpukan bajunya seketika membulat kaget. Mulutnya bahkan hampir berteriak keras kalau tidak dia bekap.

Sosok pemuda dengan proporsi tubuh yang sempurna berdiri di hadapannya. Dia bisa melihat kulit putih sedikit pucat itu. Mata tajam serta bibir tipis juga Haechan lihat.

Haechan menunduk berusaha tak perduli, tetapi sosok itu angkat suara.

"Jangan mengabaikan sesuatu yang bisa kamu lihat sekarang," ucapnya dingin nan tajam.

Haechan terdiam.

"Jangan berpikir kalau kami bodoh," lanjutnya.

Haechan mengangkat pandangannya pelan.

"Ma ... Maaf..." jawab Haechan gemetar.

"A ... Aku hanya ingin hidup normal..." lanjut Haechan semakin dipenuhi rasa takut.

"..."

Sosok pemuda tampan yang ada di hadapan Haechan menghela napas panjang. Dia menyingkirkan badannya, membiarkan Haechan menyimpan bajunya di dalam lemari.

Haechan masih menunduk dalam, tetapi tangannya tak berhenti untuk terus menyusun bajunya di dalam lemari.

Pemuda itu duduk di tepi kasur, lalu Haechan ikut menyusul duduk dengan jarak yang sedikit jauh darinya.

"Kenapa ingin tinggal di tempat ini sendiri? Apa kamu juga ingin mempublikasikan hal yang tak masuk akal di media?" tanya pemuda beralis camar itu.

"Ha?! Maksudnya?" heran Haechan.

Sekarang, Haechan sudah berani menatap pemuda itu.

"Banyak konten kreator yang datang ke sini. Mereka membuat konten dengan tujuan menampilkan dunia kami. Tapi, mereka tak bisa melihat kami sama seperti kamu," jelasnya.

Haechan menggeleng cepat.

"Aku tak punya niat seperti itu. Aku merantau ke Jakarta untuk bersekolah, lalu pihak sekolah memilih kamar ini untuk jadi kamarku selama di asrama. Aku tak punya niat untuk merekam," jelas Haechan.

"..."

Sosok itu bergerak perlahan mendekati Haechan.

"Mark Lee."

Haechan menatap sosok itu.

"Namaku Mark Lee."

Haechan mengedipkan matanya berkali-kali, lalu tersenyum kecil.

"Aku Haechan!"

Mark tersenyum kecil.

"Maaf membuatmu takut di pertemuan pertama kita. Aku hanya sedikit benci dengan orang-orang yang haus akan ketenaran dengan memanfaatkan keberadaan kami," jelas Mark.

Haechan tersenyum kecil sebagai jawaban. Dia paham maksud Mark.

"Tapi, aku benar-benar kagum dengan kamu, Haechan. Kamu bisa melihat kami," ucap Mark lembut.

Haechan tertawa pelan.

"Aku tidak tahu, ini sebuah keberuntungan atau kesialan saat menjadi anak indigo. Aku bisa melihat semuanya, baik itu buruk atau tam-" Haechan menunduk dalam.

"Pan..." lanjutnya lirih.

Mark terkekeh.

"Kamu menggemaskan, Haechan," ucap Mark.

Haechan bersemu.

"Huh! Sedang menggoda pemilik baru kamar ini?!" ledek sosok hantu di samping jendela, Kuntilanak.

"Ingat! Beda alam!" sahut sang pocong yang tengah berada di samping pintu kamar mandi.

"Berisik!" sinis Mark.

Dua hantu itu tertawa menyeramkan secara bersamaan, lalu mereka menghilang begitu saja.

"Kenapa kamu tidak ikut dengan mereka?"

"Kemana?"

"Tempat kalian."

"Kunti di dekat gudang kampus sekolah. Poci di samping gedung dekat bengkel besar daerah ini. Jadi, aku ikut dengan siapa?"

Haechan mengangkat pandangannya, menatap ke arah Mark.

"Bukannya hantu punya tempat masing-masing ya?" tanya Haechan bingung.

"Iya," jawab Mark singkat.

"Tapi, kenapa kamu nggak pergi dari sini?" tangan Haechan lembut.

Mark terdiam. Ditatapnya mata bulat nan polos itu dengan pandangan memuja.

"Dari awal, aku selalu berada di sini. Tempat ini sunyi dan tak terjamah-" Mark menjeda ucapannya.

"Benar-benar tempat yang kusuka," lanjutnya.

Haechan menatap Mark dalam.

"Maaf kalau aku menanyakan ini. Ka ... Kamu meninggal di sini?" tanya Haechan pelan dan gugup.

Mark tersenyum kecil sambil menatap Haechan dengan lembut.

"Tidak. Hanya saja, aku menemukan tempat ini karena bantuan seseorang. Dan tempat ini adalah tempat kesukaanku. Aku akan menetap disini hingga aku benar-benar tak tahu arah kembali-" Mark menatap Haechan.

"Dan semoga aku tak melupakan arah ke sini. Aku ingin di sini lebih lama lagi," lanjutnya.

"Kenapa?" tanya Haechan polos.

"Karena kamu datang, Haechan."

- 💮💮💮 -

"Kami benci takdir. Karena takdir kami bertemu. Dan karena takdir juga kami berpisah. Sialan kau takdir."

- 💮💮💮 -

Indigo | MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang