12:12 -
"Halo, Pak."
Haechan mengalihkan pandangannya sangat seorang siswi memanggilnya dengan lembut.
"Selamat siang."
Sang murid tersenyum kecil saat mendengar jawaban sang guru.
"Bapak kelihatan sakit sekali. Apa Bapak tidak butuh obat?"
Sebuah pertanyaan berhasil membungkam Haechan.
"Walaupun saya tahu kalau sebenarnya obat yang Bapak inginkan tak bisa Bapak temukan. Tapi, ada kalanya Bapak harus berjuang untuk sembuh," jelasnya.
Haechan menatap muridnya itu dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
"Saya sedikit tahu gimana Bapak semasa muda dulu. Saya anak dari salah satu teman Bapak, Huang Renjun," jelas siswi itu sambil tersenyum kecil.
Haechan kaget saat mendengar nama sahabatnya itu disebut oleh muridnya.
"Loh! Kamu beneran anaknya Renjun?!"
Siswi itu mengangguk antusias sebagai jawaban.
Haechan menggeleng tak percaya sambil bertepuk tangan dengan begitu heboh.
"Bapak enggak menyangka kalau ternyata si mulut pedas itu punya anak yang secantik kamu!" puji Haechan.
Sang murid tertawa pelan.
"Nama saya Minji, Pak."
Haechan mengangguk sambil tersenyum kecil dan wajah antusiasnya yang tadi seketika berubah kembali datar.
"Kalau bapak rindu dengan kekasih Bapak, mengapa Bapak tidak mengirimkan doa saja untuknya?" tanya Minji.
Haechan langsung menyunggingkan senyuman tipisnya saat mendengar pertanyaan Minji.
"Bahkan saya sangat yakin kalau Tuhan sudah bosan dengan doa-doa yang selalu saya kirimkan di setiap malamnya, Minji."
"Kalaupun Tuhan bisa berbicara seperti manusia. Bapak yakin kamu pasti Tuhan akan mengadu pada seluruh ciptaannya kalau dia bosan dengan doaku yang itu-itu saja."
"Aku tahu kalau doaku tak akan terkabulkan, Minji. Tapi, hatiku malah bersikap seakan-akan buta dengan kenyataan."
"Hatiku tahu kalau semuanya mustahil untuk dikembalikan seperti semula, tetapi hatiku juga memintaku untuk selalu berdoa agar semuanya kembali seperti semula."
"Apapun yang tengah aku lihat, semuanya menyakitkan di hatiku."
"Aku hanya bisa diam melihat apa yang membuatku sakit. Ingin bercerita pada siapa kalau rumah ceritaku telah pergi?"
Minji tersenyum sendu saat mendengarkan cerita sang guru. Dia kenal sekali dengan guru barunya itu dari cerita sang ayah.
Haechan yang dia kenal adalah sosok penolong yang walaupun jarang bergaul dengan siapapun, tetapi Haechan adalah sosok yang ramah.
"Apa yang Bapak lakukan agar rasa sakit Bapak sedikit berkurang?" tanya Minji.
"Apa yang aku lakukan? Mungkin menolong seseorang dari kematiannya adalah hal yang membuat aku senang. Aku berharap agar tak ada yang bisa merasakan posisiku," jelas Haechan.
"Jadi, cerita tentang Bapak yang waktu itu koma selama 3 hari di rumah sakit benar adanya? Di mana bapak masuk rumah sakit karena menyelamatkan seorang anak kecil yang hampir tertabrak mobil?" tanya Minji.
Haechan mengangguk singkat sebagai jawaban.
Minji sebisa mungkin menahan air matanya agar tidak terjatuh. Tenggorokannya sudah kelu dan bahkan suaranya sangat sulit untuk dikeluarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo | Markhyuck
Fanfiction"Kami benci takdir. Karena takdir kami bertemu. Dan karena takdir juga kami berpisah. Sialan kau takdir." - Indigo. ------------------------------------------ Lee Haechan, si pemuda Indigo kelahiran Bandung yang meninggalkan kampung halamannya dan m...