Haechan tak tahu harus berkata apa selain hanya menatap kosong bubble shower yang menutupi seluruh tubuhnya. Dingin pada badannya tak dia rasakan, padahal sudah satu jam lebih dia berendam di sana.
Air matanya bahkan sudah kering.
Bibirnya bergetar kelu bila kembali mengingat percakapannya dengan sosok Mark muridnya saat pulang sekolah tadi.
"Kamu be ... Beneran punya tunangan?"
"Ck! Lo ngapain nanya? Satu sekolah bahkan tahu kalau gue punya tunangan!"
"Be ... Beneran hamil?"
"Ck! Sibuk banget lo ngurus hidup gue. Mau tunangan gue hamil apa enggak, terserah dia dong."
"Aku nanya, Mark..."
"Astaga! Iya. Dia hamil anak gue. Beberapa bulan lagi bakalan lahiran."
Haechan kembali menangis pedih.
Dia membiarkan semua makhluk tak kasat mata yang ada di dalam kamar mandi itu mendengar tangisannya. Tangisan sedih dan pilu sosok pemuda indigo yang jatuh hati pada arwah pemuda Kanada yang sekarang sudah tak dapat lagi kembali.
"Mark ... Rindu ... Aku rindu! Hiks!"
Tak ada lagi keistimewaan yang dimiliki Haechan semenjak kejadian itu. Dia tak lagi indigo dan dia tak ingin lagi berhubungan dengan hal-hal astral seperti itu.
Haechan berdiri dari posisinya dan membiarkan tubuh telanjangnya berjalan kesana kemari dalam keadaan basah. Dia benar-benar putus asa.
Ponselnya di atas westafel berbunyi tanda telepon masuk. Dengan kaget Haechan meraih handuknya. Dia lupa kalau malam ini dia mengadakan zoom dengan kelas XII Listrik.
Haechan bersiap-siap dengan cepat, lalu menyambungkan zoom ponselnya pada laptopnya.
"Halo! Selamat malam!"
Senyuman hangat yang terpatri pada bibir pemuda berkulit karamel itu seketika memudar saat melihat salah satu kamera muridnya.
"Cielah Mark! Ini lagi zoom, Bro! Cuddle nya tunda dulu lah!"
"Agresif juga si Hana. Hahaha!"
"Han, janinnya hati-hati woi!"
"Uhm..."
"Bangsat! Mending off kamera dah kalau mau ngewe!"
"Ada Pak Haechan anjir!"
Haechan mengalihkan pandangannya ke arah tembok sambil memecahkan matanya dan berusaha untuk menahan air matanya.
Dengan mata kepalanya sendiri dia melihat kalau Mark tengah berciuman panas dengan sosok perempuan yang dia yakini kalau perempuan itu adalah tunangan Mark.
Haechan menggigit bibir bawahnya menahan sedih dan sesak di hatinya.
"Ah!"
Haechan tersentak karena bibirnya berdarah karena ulahnya sendiri.
"Pak! Saya segera kesana dengan Ayah saya! Bapak jangan kunci pintu!"
Haechan kaget. Itu suara Minji.
Tak lama, Minji langsung menutup kamera miliknya sedangkan anak-anak yang lainnya menatap heran dan aneh ke arah Haechan.
"Pak! Bibirnya berdarah. Parah banget!"
Haechan menutup bibirnya dengan cepat.
"Zoom kali ini kita tunda dulu-"
Haechan terdiam beberapa saat sambil memperhatikan Mark yang sibuk dengan kekasihnya. Haechan menunduk sambil meremas pahanya.
"Kita lanjut di hari berikutnya. Salam."
Langsung saja Haechan menutup laptopnya.
"AAAAAAA!"
"JAHAT! JAHAT! JAHAT!"
"AAAAA!
"HIKS! MAU MATIIIIIII!"
Haechan berteriak keras sambil menjebak rambutnya. Dia mencakar seluruh tangannya hingga berdarah.
Sakit. Sesak. Perih. Pedih. Semuanya terasa sangat nyata.
Mark-nya bercumbu dengan orang selain dirinya.
Mark-nya tak meliriknya sama sekali.
"Mark ... Kangen ... Kangen ... Echan kangen."
Haechan menciumi foto Mark berkali-kali sambil sesekali memukul dadanya yang terasa sesak.
"Kangen ... Hiks ... Echan kangen ... Echan kangen sama Mark..."
Haechan menangis meraung-raung tanpa arah. Ingin melampiaskan sedih seperti apa bila sosok yang dia rindukan sudah berpulang ke yang berkuasa?
- 💮💮💮 -
"Aku ingin buta tetapi aku punya mata yang masih berfungsi."
- 💮💮💮 -
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo | Markhyuck
Fanfiction"Kami benci takdir. Karena takdir kami bertemu. Dan karena takdir juga kami berpisah. Sialan kau takdir." - Indigo. ------------------------------------------ Lee Haechan, si pemuda Indigo kelahiran Bandung yang meninggalkan kampung halamannya dan m...