📍Di depan kamar 27, 08:23 -
"Huhuhu ... Kau menyebalkan sekali, Nana. Kenapa keberangkatan kita harus dipercepat, sih? Aku kan masih rindu dengan kamar kesayanganku," keluh Haechan. Dia memasang wajah menyedihkannya.
Jaemin memutar kedua bola matanya dengan malas. Terlalu malas dengan sikap Haechan.
"Apa aku pernah memaksamu untuk kembali ke Bandung? Tidak sama sekali, Bodoh. Kau yang ingin ikut denganku, Bajingan tengik! Kenapa sekarang malah bermain drama tidak jelas, sih?!" kesal Jaemin.
"Kenapa tidak jujur saja kalau kau tak mau jauh-jauh dari hantu itu?!" tanya Jaemin kesal.
Haechan menyengir.
"Baiklah kalau kau memang tak ikhlas kembali ke kampung halamanmu. Aku bisa mengarang cerita pada Mae-mu. Kupastikan dia tak akan curiga," final Jaemin jengah.
Haechan menggeleng cepat.
"Ish! Padahal aku hanya bercanda. Kenapa dibawa serius, sih?!" keluh Haechan.
"Daripada kamu bermain drama begini, lebih baik kau masuk ke kamarmu. Ambil barangmu, lalu kita berangkat. Kita hanya seminggu kalau kau lupa," malas Jaemin.
Haechan menghela napas panjang. Ada rasa tak rela di hatinya kalau harus meninggalkan hantu yang notabenenya adalah kekasih pujaan hatinya.
"Cepat sebelum aku berubah pikiran dan ke Bandung sendiri!" ancam Jaemin.
"Ish! Kau sungguh menyebalkan, Nana. Kudoakan agar kau menikah dengan bujang lapuk!" kesal Haechan.
Jaemin mendelik lebar, sedangkan Haechan berlari cepat memasuki kamarnya. Dia tak ingin kena semprot oleh Jaemin.
"Pintu yang tak bersalah itu kenapa dibanting, Cantikku? Rusak nanti kau sendiri yang repot, kan," ucap Mark lembut.
Haechan berjalan kesal mendekat ke arah Mark. Wajah garang dan kesalnya seketika berubah manja dan penuh dengan tatapan cinta.
"Kenapa, hum?" tanya Mark lembut.
"Jaemin menyebalkan sekali. Kenapa dia mempercepat keberangkatan kita, sih?!" keluh Haechan.
"Uhm ... Mungkin dia rindu dengan keluarganya, makanya dia ingin cepat-cepat pulang," jawab Mark.
"Ish! Menyebalkan sekali, sih!" kesal Haechan.
Mark tersenyum lembut. Dia gemas melihat Haechan-nya.
"Ayo berangkat. Ambil barangmu dan berangkat bersama temanmu," ajak Mark.
Haechan mengerucutkan bibirnya.
"Aku masih ingin denganmu. Jangan terlalu buru-buru," manja Haechan.
Mark tersenyum lembut.
"Cantikku pikir, aku juga ingin berpisah dengan cepat? Tidak Pudu-ku. Aku bahkan ingin selalu dekat denganmu. Melihat wajahmu yang indah. Memperhatikan gerak-gerik randommu yang tampak unik. Ah ... Atau melihatmu belajar sambil menggerutu. Ouh ... Apalagi saat tidur dalam keadaan bibir terbuka, itu lebih lucu!"
Ingin rasanya Haechan berteriak pada dunia kalau Mark-nya itu sangat romantis. Dia makin sayang saja pada hantu berkulit pucat itu.
"Kau bicara seperti itu membuatku makin tak rela meninggalkanmu," manja Haechan.
Mark terkekeh. Dia gemas pada kekasihnya itu.
"Sun dulu baru aku pergi," goda Haechan.
"Sun? Apa itu?" tanya Mark bingung.
Haechan memonyongkan bibirnya, lalu menggerakkan bibirnya bak mengecup sesuatu.
Mark tertawa terbahak-bahak melihat bagaimana bibir Haechan bergerak. Dia geli dan gemas sekaligus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo | Markhyuck
Fanfiction"Kami benci takdir. Karena takdir kami bertemu. Dan karena takdir juga kami berpisah. Sialan kau takdir." - Indigo. ------------------------------------------ Lee Haechan, si pemuda Indigo kelahiran Bandung yang meninggalkan kampung halamannya dan m...