30

446 64 13
                                    

23:12 -

"Sayang ... Kenapa melamun?"

Suara lembut yang selalu Mark suka terdengar sayu pada indera pendengarannya.

Dia berbalik sambil tersenyum kecil menatap perempuan kesayangannya.

"Kenapa keluar? Angin malam nggak baik buat kamu, Hana. Apalagi kamu lagi hamil, Sayang. Masuk," lembut Mark.

Hana menggeleng kecil. Dipeluknya pinggang Mark dari belakang.

"Perutnya kegencet, Sayang. Kasihan bayinya," peringat Maek lembut.

Hana memanyunkan bibirnya, membuat Mark gemas dibuatnya.

"Ayo masuk. Gak baik angin malam buat kamu," ajak Mark.

Sepasang kekasih itu akhirnya masuk ke kamar mereka. Ya, mereka tidur bersama di satu atap yang sama.

Sebenarnya, Hana yang ingin seatap dengan Mark. Mark yang hakikatnya selalu memanjakan kekasihnya akhirnya memilih untuk membeli satu apart yang lumayan mewah untuk mereka tempati berdua.

Orang tua mereka? Orang tua mereka tahu bahwa mereka sekarang seatap, mereka juga tahu kalau Hana tengah mengandung.

"Besok aku mau jalan sama Uno, ya? Aku mau ke taman lihat ikan di tepi danau," pinta Hana.

Mark melirik Hana.

"Bukannya tadi sudah ke taman dengan Uno? Kenapa kesana lagi? Nggak bosan?" heran Mark.

Masalahnya, Hana sangat suka taman. Hana suka melihat ikan-ikan di danau yang ada di pinggir taman.

"Jadi ceritanya ngelarang aku nih?!" kesal Hana.

Mark terkekeh sambil mencium kening Hana.

"Nggak, Sayang. Gak ada yang ngelarang," jawab Mark.

"Iya. Ke taman aja bareng Uno. Besok aku gak bisa temanin karena harus ulangan. Mama sama Papa tahu kalau aku bebal di sekolah. Katanya gak bakalan dapat restu kalau gak ikut ulangan besok," jelas Mark.

Hana tersenyum senang.

"Okkey! Aku mau ke dapur dulu ya. Mau ambil minum!" seru Hana.

"Biar-"

Hana langsung pergi begitu saja meninggalkan Mark, sedangkan Mark tersenyum gemas melihat tingkah kekasihnya.

Mark kembali berjalan ke arah balkon.

Saat hendak menutup pintu balkon, pandangannya tertuju pada sosok pria yang tengah berjalan sambil memegang sebuah buku.

Mark terdiam.

Dipasangnya mata elangnya dengan kuat-kuat untuk melihat sampul buku itu.

"Diary Mark."

Dia bergumam pelan.

Dapat Mark lihat kalau pria kecil itu menangis sambil memeluk buku berwarna kuning itu.

Mark terdiam.

"Diary Mark?" ulangnya.

Rasa pening menghantui kepala Mark. Denyutan ngilu pada dadanya membuat pemuda itu meringis pelan.

Tidak. Itu tidak sakit sama sekali. Hanya ngiku seperti dicubit kecil. Tapi, kenapa air mata Mark mengalir deras.

Ada rasa bersalah, iba, rindu, bahkan banyak perasaan aneh yang dia rasakan.

"Fuck!"

Mark mengumpat karena merasa bodoh akan keadaannya yang sekarang. Dengan keras dan emosi dia menutup pintu balkon kamarnya.

Sedangkan di sisi lain, Haechan tersentak saat mendengar suara keras dari atas sana.

Haechan menghapus air matanya dengan pelan sambil menatap balkon apartemen yang ada di depannya.

"Gak salah lihat kan? Itu Mark, kan?" gumamnya.

Haechan terdiam beberapa saat.

Pandangan Haechan kembali buram saat melihat sampul diary milik kekasihnya.

"Sayang ... Nanti masuk ke mimpi Pudu, ya. Sudah lama Melk gak masuk ke mimpi Pudu. Pudu rindu Melk. Amat sangat..." lirihnya sambil mengusap sayang buku itu.

Haechan kembali menatap balkon yang ada di depannya, lalu dengan segera dia pergi kesana usai menghela napas panjang.

- 💮💮💮 -

"Sudah ku perlihatkan fakta yang akan datang. Tapi, kenapa masih mengelak?"

- 💮💮💮 -

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Indigo | MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang