"Huh ... Semestanya aku sedang bahagia. Ada apa untuk hari ini?"
Pertanyaan hangat nan penuh perhatian Mark lontarkan dari mulutnya untuk Haechan-nya, semestanya.
Haechan tersenyum lebar.
"Mark! Aku sangat senang! Aku dipilih untuk menjadi salah satu perwakilan olimpiade Bahasa Indonesia di Makassar nanti! Aku sangat senang, Mark!" seru Haechan.
Mark tersenyum bangga. Dia bisa melihat pancaran senang dan bangga dari mata kekasihnya itu.
"Aku akan berangkat satu Minggu lagi! Beri aku semangat, Mark!" seru Haechan.
Mark terkekeh.
"Sayangku selalu semangat," ucap Mark.
Haechan menyengir.
Dengan segera pemuda berkulit karamel itu mengeluarkan beberapa buku dari tasnya guna mempelajari beberapa materi untuk olimpiade nantinya.
Mark hanya bisa memperhatikan gerak-gerik kekasihnya itu dari belakang. Tepi kasur Haechan menjadi tempat ternyaman Mark untuk memperhatikan segala gerak-gerik kekasihnya.
"Cintaku jangan terlalu lelah ya. Kamu baru pulang sekolah. Tidak baik belajar terus menerus. Tubuh semestaku butuh istirahat juga," peringat Mark.
Tanpa berbalik Haechan merespon dengan mengangkat jempol tangan kanannya.
Wajah Mark yang tadinya tampak lembut dan baik dalam merespon seketika berubah sendu.
"Berangkat satu Minggu lagi ya?" batin Mark.
Kekasih mana yang tak bangga bila kekasihnya memiliki prestasi hingga berangkat keluar kota untuk mencari kejuaraan? Tapi, kalau boleh jujur, kali ini Mark agak sedikit tak terima dengan keadaan.
Tidak. Dia tak kecewa karena Haechan berprestasi dan akan berangkat keluar kota minggu depan. Hanya saja, Mark merasa kalau waktunya dengan Haechan sangat sedikit bila Haechan pergi. Jangan lupakan kesempatan mereka untuk masih saling bersama, satu bulan. Bisakah?
"Mark! Aku sangat yakin, Ayah dan Ibu akan sangat bangga padaku! Kak Hendery juga akan sangat senang dan memujiku! Ini kesempatan emas yang tak bisa aku lewatkan," celetuk Haechan yang masih tak berbalik.
Mark tersenyum kecil. Dibuangnya jauh-jauh ekspresi wajah kecewanya. Hantu Kanada itu berjalan ke arah semestanya. Perlahan dia berdiri di samping Haechan yang tengah duduk di atas kursi belajarnya.
Mark menunduk kecil dan merasakan deru napas Haechan disampingnya.
"Aku akan mempelajari ini, Mark! Ini! Ini dan ini! Aku harus menguasainya sebelum aku berangkat olimpiade!" jelas Haechan cerewet.
Mark tak berkedip saat memandangi pahatan wajah dengan warna kulit eksotis itu. Bibir berbentuk hati yang sedikit tebal itu tak berhenti bergerak berceloteh. Dan lihat mata bulat dengan sentuhan bulu mata lentik itu.
Mampukah Mark menerima takdir akan perpisahannya dengan semestanya yang bahkan lebih sempurna dibandingkan semesta bumi yang dia pijak saat ini?
"Mark-"
Haechan menahan napas secara refleks saat dia tak sengaja berbalik ke samping dan bertemu tatapan mata dengan Mark yang kini tengah menatapnya dengan begitu intens dan lembut.
"Semestaku. Indah. Cantik. Sempurna. Terima kasih sudah menciptakan Haechan-ku, Tuhan..."
Haechan merona. Mark benar-benar membuatnya pening. Hanya sebuah kata, tetapi sialnya itu berhasil membuat perutnya geli seakan-akan ada banyak kupu-kupu yang beterbangan di dalam sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo | Markhyuck
Fiksi Penggemar"Kami benci takdir. Karena takdir kami bertemu. Dan karena takdir juga kami berpisah. Sialan kau takdir." - Indigo. ------------------------------------------ Lee Haechan, si pemuda Indigo kelahiran Bandung yang meninggalkan kampung halamannya dan m...