📍Kamar asrama 27, 20:12 -
"Selamat datang, Pudu. Dan selamat malam!"
Haechan melirik senang ke arah tepi kasurnya. Di sana ada Mark yang tengah duduk sambil tersenyum manis ke arahnya.
Haechan berjalan cepat menghampiri Mark.
"Aku senang! Bos di tempatku bekerja memberi pinjaman untukku!" seru Haechan bahagia sambil mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu dari saku celana sekolahnya.
Mark mengerutkan keningnya.
"Ha?! Untuk apa uang sebanyak itu?" tanya Mark.
"Lusa aku akan kembali ke Bandung. Aku ingin bertemu dengan keluargaku. Tak enak kalau aku tak memberikan sesuatu untuk mereka," jelas Haechan menjawab.
"Tetapi tidak dengan meminjam, Cantik," balas Mark lembut.
Wajah Haechan merona.
"Ka ... Kamu kenapa selalu memanggilku cantik? Aku tampan ya!" keluh Haechan menutupi rasa malunya.
Mark tersenyum kecil.
"Bukan hanya cantik. Kamu sempurna, Haechan. Kamu sempurna, Haechan-ku."
Haechan menunduk sambil menggigit bibir bawahnya, menahan suara agar tak menjerit karena Mark.
"Haechan..."
Haechan refleks mengangkat pandangannya saat mendengar suara Mark yang menurutnya cukup serius kali ini.
Ada rasa takut dan gelisah di hati Haechan saat melihat pandangan Mark.
"Maaf karena beberapa hari ini aku membuatmu bersedih. Hanya saja-"
"Tidak. Tak usah memperjelasnya, Mark. Kau hanya harus tahu kalau kita sama-sama saling mencintai. Kau hanya perlu memahami itu, Mark," potong Haechan.
Haechan menatap langit-langit kamarnya dengan nanar. Membahasa masalah perasaan mereka cukup sensitif, bahkan masalah pinjaman Haechan tadi seperti pembahasan angin lalu saja.
"Begitu dalam cinta kita ya," ucap Mark.
Haechan tersenyum kecil tanpa menatap Mark sama sekali.
Ingin rasanya Mark memeluk tubuh Haechan dan memberikan kehangatan pada sosok indah itu, tetapi semuanya harus dia telan dengan pahit.
"Aku mencintaimu, Mark. Aku mohon untuk kamu berjanji agar selalu di sisiku. Kau juga mencintaiku, kan?" tanya Haechan lembut.
Mereka saling menatap satu sama lain.
"Kamu cantik."
Sebuah pujian dengan belati tak kasat mata menusuk hati Haechan. Ia tak suka dengan pujian itu. Terkesan munafik, tetapi itu faktanya.
"Jangan mengalihkan pembicaraan, Mark. Aku hanya butuh jawabanmu-"
"Jika memang kau mencintaiku, tolong berjanji untuk selalu bersamaku. Tapi, jika cintamu hanya semu, tolong pergi sekarang."
Kalimat itu terdengar lirih dan menusuk. Haechan menangis dan Mark melihatnya.
"Aku lelah. Aku capek. Aku merindu. Aku- Hiks ... Semuanya memuakkan, Mark..." lirih Haechan.
"Jangan menangis-"
"Kau yang membuatku menangis, Mark?! Kenapa kita harus bertemu?! Aku jatuh sangat dalam..." potong Haechan.
Mark terdiam dan membiarkan Haechan meluapkan air matanya. Dia tak akan mencegah pemuda manis itu menangis, dia tahu kalau Haechan-nya butuh pelampiasan agar bisa tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo | Markhyuck
Fanfiction"Kami benci takdir. Karena takdir kami bertemu. Dan karena takdir juga kami berpisah. Sialan kau takdir." - Indigo. ------------------------------------------ Lee Haechan, si pemuda Indigo kelahiran Bandung yang meninggalkan kampung halamannya dan m...