Jungkook makan dengan lahap setelahnya, seperti anak kecil yang akan dapat hadiah ketika menghabiskan makan siangnya. Sementara itu, Jiyeon terus melihat ponsel Jungkook di atas meja.
“Emm, Jungkook. Boleh pinjam ponselmu tidak? Ponselku ketinggalan di rumah, aku ingin menghubungi Soojung.” Katanya sealami mungkin, tak lupa puppy-eyes agar Jungkook luluh.
“Pakai telepon kantor saja, silakan.” Perkataan Jungkook membuat Jiyeon lemas, apa-apaan sih? Pelit sekali pikirnya.
“Kalau begitu tidak jadi, nanti aku langsung ke cafenya saja.” Gumam Jiyeon. Jungkook sialan! Batinnya memaki. Akhirnya Jiyeon memilih melanjutkan makannya meskipun dia tidak selera.
“Lain kali bawakan aku masakanmu sendiri, itu lebih romantis.” Kata Jungkook.
“Memangnya aku babumu.” Balas Jiyeon tanpa sadar, detik berikutnya dia tersadar. “Hahaha maksudnya, akan kulakukan itu ketika kita sudah menikah nanti.”
Jungkook tertawa. “Dasar, bilang saja tidak bisa masak.
"Aku bisa kok.”
"Paling juga tidak enak."
Jiyeon menatap Jungkook sebal. “Awas saja nanti ketagihan masakanku.”
“Tampaknya aku justru ketagihan yang lain.” Jungkook menyeringai.
"Apa maksudmu?"
Pria itu menghentikan makannya, dia bangkit dari kursinya tanpa menjawab pertanyaan Jiyeon. “Aku mau ke toilet sebentar.”
“Ah, iya.” Angguk Jiyeon antusias sampai membuat Jungkook heran namun dia tidak mau ambil pusing. Jungkook bergerak menuju kamar mandi yang ada di ruangannya. Jiyeon segera menyambar ponsel Jungkook. “Untung tidak dikunci.” Segera Jiyeon mencari nama Jimin namun ada banyak sekali nama Jimin membuat Jiyeon down. “Gila! Ada berapa banyak nama Jimin yang dia kenal sih?” Gerutunya frustrasi.
Jiyeon terus berpikir, akhirnya dia memilih membuka kotak pesan. Jika itu Jimin sahabat Jungkook—pasti, mereka bertukar pesan dengan akrab. Namun lagi-lagi kotak pesan Jungkook hanya berisikan hal-hal tidak penting saja. “Ah, ya panggilan cepat.” Jiyeon menekan nomor 1 muncul nama Jieun—dalam hati dia bertanya-tanya rupanya calon suaminya dan Jieun begitu dekat. Tidak mau ambil pusing, Jiyeon menekan panggilan cepat nomor 2 rumah sakit, 3 kantor polisi, yang ke-4 barulah muncul nama Jimin di sana. “Hah ... akhirnya.”
Baru saja hendak mengirim kontak Jimin ke nomornya, Jungkook kembali. Buru-buru Jiyeon meletakkan kembali ponsel itu di atas meja. “Kenapa wajahmu tegang begitu?” Heran Jungkook.
“Tidak apa-apa.”
Jungkook hendak menyentuh ponselnya, mata Jiyeon membulat sebab dia belum mengembalikan riwayat pencariannya tadi, tentu Jungkook akan curiga. “Ah, Jungkook.” Jiyeon mendorong Jungkook hingga terjatuh di kursinya, membalik kursi itu membelakangi meja. Ya, Jiyeon sudah gila! Dan dia memiliki rencana gila di otaknya.
“Ke—kenapa kau?” Kaget Jungkook, apalagi kini Jiyeon bergerak di atasnya.
“Emm, tadi kan kau bilang aku harus terbiasa menyentuhmu. Jadi aku ingin latihan sebentar.” Katanya meraba dada Jungkook yang dilapisi sweater berwarna putih.
“Heh?”
Tangan Jiyeon menjalar ke leher Jungkook hingga tengkuk pria itu, sengatan listrik terasa di seluruh tubuh Jungkook. Jangan salahkan hormon Jungkook yang menggila. Dia pria normal.
“Bolehkan calon suamiku, Sayang?” Jiyeon tersenyum menggoda, Jungkook akhirnya sadar kemana arah pembicaraan gadis itu. Apa sih yang kulakukan? Okey, setelah ini aku tidak mau bertemu dengannya sampai hari pernikahan, jerit batin Jiyeon.
“Baiklah, lakukan saja, Sayangku.”
Jiyeon menarik tengkuk Jungkook lalu mencium pria itu tepat di bibir, hanya menempel dan itu tidak cukup bagi Jungkook yang hormonnya sedang berteriak. Pria itu mengambil alih, mencium bibir Jiyeon penuh perasaan. Jiyeon mendadak blank, lupa akan rencana awalnya. Keduanya beradu dengan begitu dalam. Mata keduanya sudah terpejam sempurna terlalu menikmati tautan itu. Sadar, Jiyeon membuka matanya, tangannya yang bebas berusaha meraih ponsel Jungkook. Dia harus menyelesaikan misinya. Agak susah mengingat posisinya yang berada di atas Jungkook—dia menekan ciuman mereka agar bisa lebih dekat menjangkau ponsel. Tautan keduanya semakin dalam, tangan Jiyeon bergerak sebisa mungkin mengirim kontak Jimin pada nomornya. Jiyeon ingin mati saja rasanya jika dia sampai gagal. Tapi, untungnya dia berhasil. Dia sangat lega, namun dia tidak tahu jika sedang membangkitkan singa yang sedang tidur.
“Kau bilang tadi terserah padaku hendak melakukan apa bukan?” Jungkook menatap Jiyeon dengan mata sayu, bibir basah yang nampak bengkak akibat pergulatan panjang. Jantung Jiyeon berdebar.
“Heh?”
Brukk'
Tubuh Jiyeon terbaring di atas meja, lalu Jungkook menindihnya di atas. Dokumen-dokumen penting itu sudah berserakan terjatuh di lantai tergantikan oleh tubuh Jiyeon di sana.
“Mau apa?” Kaget Jiyeon.
“Melanjutkan latihan kita.” Jungkook menyeringai sebelum kembali menyerang Jiyeon, tidak hanya bibir lehernya pun menjadi sasaran keganasan Jungkook. Ya, hanya demi kontak mantan, Jiyeon membayar mahal siang itu.
***
Jiyeon menatap pantulan dirinya pada cermin kecil doraemon kesayangannya, dia mendesah kesal ketika melihat noda keunguan di lehernya. Ya, tanda yang dia dapatkan siang tadi dari Jeon Jungkook. Tidak pernah terbayangkan oleh Jiyeon, pria dingin, menyebalkan seperti Jungkook ternyata juga pervert.
“Dia benar-benar paket komplit ya? Gila, menyebalkan, seenaknya, dan juga mesum.” Jiyeon geleng-geleng kepala, tiap kali mengingat kejadian siang tadi di kantor Jungkook pipinya pasti memanas. “Ya, ampun bagaimana aku menutupi tanda ini?” Gumamnya melihat kembali kissmark hasil karya Jungkook di lehernya.
Jiyeon segera meraih ponselnya, teringat akan misi awalnya menemui Jungkook. Dia tersenyum, syukurlah dia mendapatkan nomor telepon Jimin. Bukan bermaksud apa-apa, seperti saran Soojung, dia hanya ingin menyelesaikan perkara lama dengan Park Jimin—si mantan terindah.
Walaupun gugup setengah mati, Jiyeon tetap menghubungi nomor itu. Setelah tiga kali panggilan, terdengar suara khas Park Jimin di seberang sana. “Hallo? Siapa ini?”
Bungkam beberapa detik sebab Jiyeon bingung harus mulai dari mana, dia sampai menggigit ujung kukunya bimbang.
“Hallo?”
“I—ini aku, Jiyeon.”
“Jiyeon? Ah, akhirnya kau menghubungiku lebih dulu. Padahal aku sudah mendapatkan nomormu tadi.” Jiyeon memejamkan matanya, satu hal yang tidak berubah Jimin itu sosok yang akan melakukan apapun untuk mendapatkan yang dia mau. “Ada apa?”
“Bisakah kita bertemu, banyak hal yang ingin kubicarakan—soal kita.”
Meskipun tidak melihat, Jiyeon bisa merasakan Jimin sedang tersenyum senang di sana. “Tentu, banyak hal yang memang perlu dibicarakan antara kita.”
“Besok, ayo kita bertemu.”
“Baiklah, kita bertemu di bukit sekolah kita dulu. Bagaimana?”
“Ah, baiklah.”
“Sampai bertemu besok, Jiyi.” Sungguh Jiyeon selalu merasa tidak nyaman saat Jimin memanggilnya begitu. Akhirnya dia memilih mengakhiri panggilan itu tanpa membalas ucapan Jimin lagi.
“Aduh, sebenarnya aku gugup sekali. Kenapa sih harus berurusan dengan mantan?!” Jiyeon mengusap wajahnya frustrasi, jujur saja dia tidak sanggup bertemu Jimin tapi sebelum menjadi masalah di depan ada baiknya dia selesaikan.
Ponsel Jiyeon berbunyi lagi, ada nama Jungkook di layar. Seketika Jiyeon menatap horor ponselnya sendiri, masih trauma bertemu Jungkook. Akhirnya Jiyeon mereject panggilan dari calon suaminya itu.
Tapi, Jungkook tidak menyerah, dia terus saja menelepon Jiyeon dan selalu diabaikan oleh gadis itu.
@AnnoyingJeon
Hey,
Angkat teleponku.
Beraninya kau menolak panggilanku.
@AnnoyingJeon
Aku tahu kau di sana!
Kau kenapa sebenarnya?!
Marah?
@AnnoyingJeon
Jika tidak membalas,
Kusumpahi jarimu bengkak sehingga kau
tidak akan pernah bisa mengetik pesan lagi
untuk siapapun.
Jiyeon mendelik kesal membaca pesan dari Jungkook, dengan semangat 45 dia pun mengetik balasan untuk pria itu.
@Jiyeon2_
Apa sih?!
Dasar pria brengsek!
@AnnoyingJeon
Apa katamu?
Kau bilang aku brengsek?!
@Jiyeon2_
Iya,
Memang begitu kan?
Jika tadi sekretarismu tidak datang,
Kau pasti sudah memperkosaku!
@AnnoyingJeon
Hahaha
Kau sudah gila ya?
Siapa yang menggodaku lebih dulu tadi?
Kau bilang aku akan memperkosamu?
Yang benar saja!
@Jiyeon2_
Kau mengerikan.
@AnnoyingJeon
Jika kau berpikir begitu.
Lihat saja aku akan benar-benar
memperkosamu nanti saat malam pertama.
Jiyeon bergidik, tanpa pikir panjang dia memblokir nomor Jungkook. “Dasar maniak!”
KAMU SEDANG MEMBACA
[M] Acquiesce | JJK√
FanfictionPark Jiyeon dan Jeon Jungkook, menikah karena sebuah keharusan. Bukan karena cinta, bukan karena kontrak atau semacamnya seperti di drama, tapi hanya karena mereka saling membutuhkan semacam simbiosis mutualisme.