| 13. Bulan Madu |

526 30 3
                                    

             Seorang pria tampak menggenggam erat sebuah foto pernikahan, matanya memerah dan basah pertanda hatinya tengah sangat bergejolak. Bagaimana tidak? Jika gadis yang tampak bahagia dalam foto yang dia lihat adalah satu-satunya gadis yang dia cintai hingga saat ini.
"Hanya dalam waktu seminggu, dan Jiyeon sudah menikah dengan pria lain?! Bagaimana bisa?!" Ungkap pria itu menatap orang suruhannya, seseorang yang selama ini selalu melaporkan mengenai kegiatan Jiyeon padanya.
"Aku juga tidak mengerti, Nona Jiyeon baru mengenal pria ini dan mereka menikah seminggu kemudian."
"Tidak masuk akal, Jiyeon—tidak dekat dengan pria mana pun dan dia tiba-tiba menikah dengan pria asing?!" Pria itu tersenyum gamang, "Pasti ada sesuatu yang tidak beres, kau harus cari tahu informasi detailnya."
"Baik, Tuan."
Terjadi keheningan, pria itu kembali menatap foto-foto pernikahan Jiyeon dan Jungkook. "Jadi—apa Tuan Muda akan menyerah?"
Pria itu tersenyum, "Menyerah? Tentu saja tidak. Banyak hal yang sudah kukorbankan dan kau bilang aku akan menyerah? Tidak, aku tidak akan pernah menyerah. Jiyeon milikku, dan akan kembali padaku segera. Soal pernikahannya dengan pria lain, aku anggap itu sebagai hukuman untukku yang menyakitinya dulu—meninggalkannya dalam kehancuran meski aku terpaksa."
"Kalau begitu, Anda harus tahu satu informasi lagi. Nona Jiyeon dan suaminya, mereka sedang honeymoon di Paris."
Pria itu tersenyum, "Ah—kebetulan sekali kita akan ada pertemuan bisnis di sana bukan? Kalau begitu, sudah waktunya menyapa Jiyeonku." Pria itu tersenyum senang, membayangkan pertemuannya dengan Jiyeon setelah sekian lama dia begitu senang sekaligus gugup. Jiyeon pasti benci sekali dengannya. Pria itu adalah Cha Eunwoo, pria yang meninggalkan Jiyeon di hari pernikahan mereka, menyebabkan trauma mendalam bagi gadis itu.
Di sisi lain, pasangan pengantin yang baru saja melewati malam yang panjang tampak sedang menikmati sarapan di kolam renang pribadi kamar hotel mereka. Tidak tepat dikatakan sarapan juga sebab jam sudah menujukan pukul sebelas pagi. Akibat pergulatan semalam, keduanya baru bangun ketika matahari mulai meninggi. Sejujurnya Jiyeon masih sedikit kesal sebab Jungkook tidak memberikan waktu istirahat sehari saja, dan gadis itu masih ngambek.
"Jadi, apa yang akan kita lakukan hari ini? Kemana kita akan pergi?" Tanya Jungkook yang menikmati sandwich sembari berendam sebatas dada.
Jiyeon mendesah, "Karenamu, aku jadi malas pergi hari ini. Tubuhku sakit semua."
Jungkook tersenyum, "Kau selalu saja mengeluh atas kewajibanmu."
"Kau tidak memberiku waktu istirahat, belum pulih kau sudah menyakitiku lagi."
"Astaga—kau berkata seolah aku telah berbuat jahat padamu." Jiyeon cemberut, dan itu tampak sangat menggemaskan. "Lagipula, semua demi kebaikanmu. Semakin sering kita melakukannya, kau akan segera merasa nyaman dan tidak sakit lagi."
Wajah Jiyeon memerah, "Baiklah, tidak usah dibahas."
Jungkook menyodorkan sandwich miliknya pada Jiyeon, "Kalau begitu, makan dulu. Ini enak, Sayang." Dengan terpaksa Jiyeon membuka mulutnya, namun Jungkook hanya mempermainkan gadis itu sebab sandwich itu mendarat di mulut Jungkook lagi. Tentu saja Jiyeon bertambah kesal, apalagi kini Jungkook tertawa puas sekali. Sebagai balasan, Jiyeon mencipratkan air kolam ke wajah Jungkook.
"Kau sangat menyebalkan, sungguh!"

***

Jiyeon dan Jungkook menghabiskan waktu bersama dengan berjalan-jalan mengelilingi sudut-sudut kota sebab semua hal yang ada di kota romantis tersebut selalu memanjakan mata semua yang melihat. Tak terkecuali bagi pasangan pengantin baru khususnya Jiyeon yang sejak tadi terus saja membidik lensa kameranya ke sana-kemari. Terlalu fokus, Jiyeon sampai melupakan keberadaan makhluk tampan yang bersamanya.
"Hei—aku merasa seperti bodyguard bukan suamimu, sejak tadi kau sibuk sendiri." Protes Jungkook, Jiyeon segera menghentikan aktivitasnya kemudian menatap suaminya penuh penyesalan.
"Sorry, saat memotret aku memang sangat fokus." Jiyeon tersenyum tidak enak, "Sebentar lagi ya, aku janji setelah ini aku akan fokus padamu."
"Baiklah…"
Akhirnya Jungkook membiarkan Jiyeon melanjutkan aktivitasnya, sementara dia hanya bisa mengikuti sembari memperhatikan sang istri. Satu jam berlalu, Jiyeon akhirnya selesai. "Maaf, ya. Apa aku terlalu lama?"
"Ya, begitulah."
"Maaf-maaf, habisnya semua spot di sini bagus."
"Kau hanya memotret alam sekitar, kalau untuk kenang-kenangan harusnya kau juga ada dalam potret."
Jiyeon menggeleng, "Sejujurnya aku tidak terlalu suka difoto."
"Kalau begitu, biar aku yang memotretmu."
"Heh?" Jungkook merebut kamera dari tangan Jiyeon yang masih kebingungan, "Kau serius? Memangnya bisa?"
"Wah, kau meremehkan suamimu?"
Jiyeon terkekeh, "Baiklah. Tolong ambil gambar yang bagus."
"Ya, tentu saja."
Jungkook mulai mengarahkan lensa kamera milik Jiyeon guna mengambil gambar si empunya. Gadis itu melakukan banyak pose, tentu saja dia tahu banyak gaya yang bagus mengingat dia seorang fotografer. Sesekali keduanya tertawa bersama, dan tak lupa mengambil beberapa selca dengan ponsel masing-masing. Hingga keduanya sampai di Le Mur des Je T'aime atau The I Love You Wall, sebuah tempat dimana ada sebuah dinding bertuliskan lebih dari 311 Kata-kata 'aku cinta kamu' dalam berbagai bahasa. Mereka berdua kembali mengambil potret diri di tempat itu, Jiyeon tampak bahagia sekali. Dia terus tersenyum.
"Kenapa kau mengajakku kemari?" Gumam Jungkook.
"Tempat ini bagus."
"Hanya itu?" Jiyeon mengangguk, "Kau tahu kan makna jika mengajak seseorang kemari."
Jiyeon tahu betul, namun dia pura-pura tidak tahu. "Memangnya kenapa?"
"Di sini—adalah tempat pernyataan cinta. Jika kau mengajak seseorang kemari itu tandanya kau mencintainya."
"Ah, begitu. Kalau pergi dengan tour guide apa itu tandanya juga cinta dengannya tour guidenya?" Balas Jiyeon, Jungkook menatapnya kesal.
"Aku serius."
"Aku juga serius."
"Tck—kau menyebalkan." Jiyeon tersenyum diam-diam, baru kali ini dia berhasil membuat sang suami ngambek. Gadis itu pun segera menyusul langkah Jungkook yang meninggalkannya, menggandeng lengan pria itu mesra hingga mereka tiba di Pont des Art, yakni sebuah jembatan yang dipenuhi gembok cinta. Bahkan Jiyeon pun telah membeli satu gembok untuk dipasang di sana.
"Kau mau menulis nama kita?" Jungkook tampak senang, antusias ketika Jiyeon mengatakan ingin memasang gembok cinta.
"Kita? Aku hanya akan menulis namaku sendiri kok, jangan geer." Sungguh Jungkook lagi-lagi kesal dibuatnya, apalagi melihat memang hanya nama Jiyeon yang tertulis  gembok yang gadis itu pasang di pagar pembatas jembatan.
"Kau benar-benar ya?!" Jungkook menulis sendiri namanya di gembok milik Jiyeon, gadis itu speechless di tempat. "Tidak ada sejarahnya menulis nama sendiri, semua orang menulis nama pasangan mereka."
"Tapi, mereka semua pasangan yang saling mencintai Jungkook."
"Kita pasti akan saling mencintai suatu saat nanti." Perkataan Jungkook membuat Jiyeon terdiam dengan ekspresi terkejut, menyadari ucapannya sendiri Jungkook jadi salah tingkah. "Ya, kita suami istri tentu saja itu akan terjadi kan?" Jungkook merebut kunci di tangan Jiyeon lalu membuangnya ke sungai Seine, dia tersenyum lebar. "Ritual selesai!"
"Kau selalu seenaknya!"
Puas berjalan-jalan, mereka pergi ke tempat tujuan utama mereka hari itu yakni puncak menara Eiffel. Meskipun harus antre cukup lama, keduanya berhasil berada di puncak tepat sebelum matahari terbenam. Jiyeon tersenyum lepas, dia benar-benar bahagia sebab salah satu impiannya telah terwujud yakni menikmati keindahan kota Paris. Jungkook ikut tersenyum diam-diam melihat rona kebahagiaan di wajah sang istri, tanpa sadar dia memotret bidadari dalam hidupnya itu diam-diam dengan kamera Jiyeon yang masih di tangannya.
"Kau memotretku ya?!" Sergah Jiyeon yang kebetulan menoleh.
"Tidak, aku memotret sunset."
"Tck—hasil fotomu tidak akan estetik! Sini aku saja," Jiyeon mengambil alih kameranya kemudian mulai sibuk memotret keindahan sunset serta pemandangan indah di bawah sana, kota Paris yang menakjubkan dilihat dari ketinggian.
"Kalau sudah puas, kita kembali ke hotel. Aku lapar, kita makan malam."
"Baiklah," Jiyeon mengangguk setuju sembari melihat hasil potretnya, dia menemukan potret dirinya. Ya, Jungkook memang mengambil gambar dirinya secara diam-diam. "Benarkan, kau memotretku diam-diam! Dasar!"
Jungkook tertawa, "Habisnya kau jauh lebih indah daripada semua hal yang ada di Paris."
Jiyeon salah tingkah, "Aku mual mendengar bualanmu. Ayo pergi!"
Jungkook tersenyum, menyusul langkah kecil istrinya. "Aku serius tahu!"
Selesai membersihkan diri, Jungkook mengajak Jiyeon makan malam di salah satu kapal pesiar mewah. Gadis itu lagi-lagi merasa begitu bahagia, Jungkook mengabulkan semua keinginannya dalam waktu singkat. Kalau begini, terlepas dari semua masalah dia bersyukur memiliki suami seperti Jungkook. Pemandangan kota Paris di malam hari begitu terlihat nyata, apalagi dilihat sembari berlayar mengelilingi kanal di kota tersebut.
"Mau pesan apa?" Lamunan Jiyeon buyar oleh teguran Jungkook, dia terlalu hanyut oleh pemandangan di sisinya. Ya, Jungkook memang memilih bagian kapal yang terbuka agar lebih leluasa melihat sekitar.
"Emm—apa saja, Jungkook. Samakan saja denganmu, aku tidak terlalu paham bahasa Perancis."
Jungkook tersenyum, "Baiklah. Aku suka suasananya kan?"
Jiyeon mengangguk, "Rasanya seperti mimpi, semua berkatmu. Kalau aku tidak menikah dengan salah satu pria kaya Seoul. Entah kapan baru bisa kemari."
Jungkook terkekeh, "Apa itu sebuah pujian? Atau sindiran?"
"Aku sedang berterima kasih."
"Tidak perlu, bukankah sudah kukatakan, hidupmu akan tercukupi saat menjadi istriku."
Jiyeon mengangguk, "Sekarang aku percaya akan hal itu."
"Oh ya, aku punya sesuatu untukmu." Jungkook meraih sesuatu di saku, Jiyeon tampak heran sebab pria di hadapannya itu penuh kejutan. Belum apa-apa, sudah banyak memberi sesuatu untuknya. Jungkook memberinya sebuah kado berukuran mini, jangan salah justru yang mini biasanya bernilai.
"Apa ini?"
"Hadiah pernikahan."
"Aku bahkan tidak memberi apa-apa, kau repot-repot memberiku hadiah."
"Kau sudah memberi kado terindah kok, ini tidak ada apa-apanya dibanding mahkota yang kau berikan untukku."
Jiyeon merona, Jiyeon tahu betul maksud sang suami. "Boleh kubuka sekarang?"
"Ya, tentu saja."
Jiyeon terkejut mendapati sebuah black card di dalam kotak berukuran mini tersebut. "Black card?"
"Ya, mulai sekarang kau boleh membeli apa saja yang kau mau dengan uangku. Kau bebas memakainya."
Jiyeon menggeleng cepat, "Aku tidak butuh ini. Aku punya penghasilan sendiri, jadi aku tidak bisa terima ini."
"Wah, kau membuatku tersinggung dengan menolak ini. Kau lupa kita sudah menikah? Jadi menafkahimu adalah kewajibanku. Penghasilanmu simpan saja, semua keperluanmu dan rumah tangga kita adalah kewajibanku."
Jiyeon cukup terharu, namun tetap saja black card terlalu berlebihan untuknya. "Aku mengerti, tapi tetap saja memberiku kartu kredit agak berlebihan. Lagipula kau bisa memberiku uang bulanan."
"Tck—memberi uang bulanan seperti menggaji karyawan saja. Kau istriku, Nyonya Jeon. Kau ratu di rumah tangga kita." Siapa yang tidak baper diperlakukan seperti itu? Oh sungguh, diluar sikap menyebalkannya Jungkook adalah suami idaman semua orang termasuk Jiyeon. "Pokoknya, kau bebas memakai uangku. Beli apapun yang kau mau, mobil baru? Atau kamera baru. Terserah." Jungkook benar-benar terlihat angkuh saat mengatakannya, Jiyeon mencibir.
"Aku tidak akan melakukannya, aku tidak suka membeli sesuatu yang tidak diperlukan. Mobilku masih bagus, kamera juga. Lagipula sesuatu yang dibeli dengan hasil keringat sendiri jauh lebih berharga tahu."
"Iya-iya, kau seperti ibu-ibu kalau sedang ceramah." Makanan mereka tiba, Jungkook mulai menikmati malam malamnya.
"Oh ya, terima kasih sudah berusaha menjadi suami bertanggung jawab." Jiyeon berujar tulus sembari tersenyum, jantung Jungkook berdebar kencang.
"Eoh. Sudah kewajibanku membahagiakanmu." Makan malam keduanya terasa begitu menyenangkan dan indah, mereka tidak akan melupakan momen malam ini. Jungkook merasa benar-benar menjadi suami yang hebat, dia menikmati peran tersebut. Pun dengan Jiyeon yang benar-benar terbawa suasana, dia takut jatuh cinta pada suaminya sendiri.



[M] Acquiesce | JJK√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang