Senyuman di bibir Jungkook terus tersungging semenjak dia membuka mata pagi itu, ya—dia memang terbangun lebih dahulu setelah melalui malam pengantin yang panjang bersama istri cantiknya. Dan alasan senyuman merekah Jungkook tidak lain adalah si cantik yang masih terlelap di sampingnya. Jungkook tidak berhenti mengagumi visual sang jelita yang telah resmi menjadi miliknya tersebut.
"Hah… rasanya bahagia sekali, bangun tidur melihat bidadari di kasurku," gumam Jungkook tersenyum makin lebar, pipinya merona menyadari tingkah bodohnya. "Tck—kurasa aku sudah gila."
Jungkook terus saja memandangi wajah lelap Jiyeon yang begitu polos namun tidak mengurangi kecantikan alaminya. Wajahnya bersinar dengan pahatan sempurna di semua sisi, bibir merah alami yang begitu menggiurkan, yang semalam membuat Jungkook tidak bisa berhenti menyentuhnya. Bagaimana Jungkook tidak gila?! Jika semua yang ada pada Jiyeon membuatnya mabuk kepayang. Rasanya masih seperti mimpi bagi Jungkook bisa memiliki seorang istri seperti Jiyeon, benar-benar bak seorang dewi yang jatuh dari langit.
Jenuh karena hanya dia yang terjaga, Jungkook berniat menjahili Jiyeon yang masih asyik dalam dunia mimpinya. Dengan jahil ditiupnya kelopak mata Jiyeon berkali-kali, menyebabkan bulu mata lentik itu bergerak. Pria itu tertawa kecil namun enggan menghentikan aksinya tersebut, hingga mata cantik itu terbuka lebar. Dia tampak membulat menatap Jungkook.
"Apa yang kau lakukan di sini?!" Gadis itu tampak panik mendapati Jungkook ada di atasnya bertelanjang dada pula, dia bergerak gelisah dan mendapati sesuatu dalam dirinya terasa nyeri. "Aduh—”
"Jangan pura-pura lupa, kau tahu betul apa yang kulakukan di sini. Ah, bukan yang kulakukan tapi kita lakukan. Buktinya kau masih kesakitan kan?" Goda Jungkook sukses membuat pipi Jiyeon merona karena malu. "Perlu kuulangi yang semalam agar kau ingat hmm?"
"Ti—tidak, cukup Jungkook?" Jiyeon hendak bangkit namun kesulitan, dengan jahil Jungkook menarik selimut gadis itu. "Apa-apaan sih?!"
"Ayo mandi bersama!"
"Apa?! Tidak mau!"
Jiyeon hendak kabur namun kakinya terasa lemas, akhirnya dia tersungkur akibat menginjak selimut yang dia gunakan untuk menutupi tubuhnya. Jungkook terkekeh kecil, dia menghampiri Jiyeon dan langsung menggendongnya.
"Kyaaa! Apa yang kau lakukan?! Kenapa kau telanjang?!" Jiyeon benar-benar terkejut akan kondisi Jungkook yang begitu santai membawanya ke kamar mandi tanpa sehelai benang pun.
"Biasa saja, toh kita ini suami-istri yang sudah melihat satu sama lain. Apalagi yang mau ditutupi huh?!"
Jiyeon masih menutup matanya, "Tidak begitu juga, tetap harus ada sopan santun! Lagipula lepaskan aku, aku tidak mau mandi bersamamu."
"Oh ya?!" Jungkook melepaskan paksa selimut dari tubuh Jiyeon menyebabkan gadis itu menjerit tidak terima.
"Brengsek!"
Byur'
Tubuh Jiyeon memasuki bathtub yang sudah berisikan busa dan bunga, disusul Jungkook yang segera masuk ke sana. "Dasar bedebah gila! Menyebalkan!"
Jungkook hanya tertawa, "Kau harus membiasakan diri, tampaknya kau masih malu-malu."
Jiyeon geram, kesabarannya benar-benar diuji pagi itu. "Maksudmu, aku harus terbiasa kau perlakukan seenaknya?!"
"Hei—seenaknya bagaimana? Aku sedang berusaha bersikap romantis pada istriku."
"Romantis kepalamu, kau kurang ajar tahu!"
Jungkook lagi-lagi hanya tersenyum, tidak merasa kesal atau tersinggung sama sekali sebab wajah Jiyeon begitu menggemaskan saat marah. Maka pria itu mendekati sang istri yang seketika terdiam ketika Jungkook mendekatinya.
"Mau apa?"
"Mau kau."
"Apa?! Jangan bercanda!"
"Aku tidak bercanda, kita harus coba versi sambil berendam busa."
"Dasar maniak gila!"
***
Jiyeon sudah selesai mandi dan berpakaian, meskipun ada insiden penyerangan lagi di kamar mandi sebelumnya. Sungguh, Jiyeon sangat kesal pada Jungkook yang tidak memberinya waktu untuk istirahat. Gadis itu berjalan menghampiri kakek di meja makan, pria baya itu tersenyum diam-diam mengetahui cara berjalan Jiyeon yang sedikit berbeda, terkesan menahan sakit. Ditambah lagi, rambut cucu menantunya tersebut setengah basah. Ya, Jiyeon terlalu malas berlama-lama di dalam kamar jadi dia tidak sempat mengeringkan rambut dengan hair-dryer.
"Selamat pagi, Kek." Sapa Jiyeon duduk di samping Kakek Jeon.
"Pagi, Princess. Dimana suamimu?"
"Dia masih mandi, Kek."
"Oh—Kakek mengerti." Senyuman penuh godaan dari pria baya itu membuat Jiyeon malu luar biasa, jadi untuk mengurangi perasaan tersebut Jiyeon melahap buah apel di hadapannya. Tidak berapa lama, Jungkook hadir di antara mereka.
"Sepertinya, malam pertama kalian sukses ya?" Goda kakek, Jiyeon seketika tersedak apel dan Jungkook terkekeh.
"Tidak sopan menggoda pengantin baru begitu, Kek. Tentu saja sukses besar, cicit Kakek sedang on the way."
Mendengar hal tersebut sangat kakek terbahak senang, sementara Jiyeon menggigit bibirnya resah, harapan kakek begitu tinggi padanya. "Ya, aku senang mendengarnya. Emm, untuk itulah aku sudah menyiapkan hadiah untuk kalian berdua." Jiyeon dan Jungkook saling berpandangan ketika kakek meraih sesuatu dari asistennya yang baru saja tiba.
"Coba buka!" Kakek memberikan amplop berwarna putih pada Jiyeon, gadis itu membuka isi amplop dengan penuh penasaran, setelah melihat isinya pun Jiyeon kurang paham.
"Ini apa, Kek?"
Kakek tersenyum bangga, "Itu paket bulan madu untuk kalian. Kakek sudah pilihkan tempat-tempat paling romantis di Paris untuk kalian. Kau sangat ingin ke Paris kan? Kota impianmu."
Jiyeon speechless sekaligus terharu, Paris memang kota yang sangat ingin dia kunjungi, dan menjadi kota pertama yang menjadi listnya saat keliling dunia nanti—ketika tabungannya telah cukup. "Kakek tahu darimana aku suka Paris?"
Kakek Jeon tertawa, "Jungkook tahu semua tentang istrinya." Gadis itu menatap Jungkook kagum plus ngeri, pria itu benar-benar bak penguntit handal.
"Sudah kubilang aku tahu bahkan sampai ke hal-hal kecil dan detail, jadi jangan coba-coba nakal," katanya tersenyum miring, Jiyeon sampai bergidik.
"Apa kau senang dengan hadiah Kakek?" Atensi Jiyeon kembali pada pria baya yang begitu tulus di sampingnya, gadis itu tersenyum manis.
"Tentu saja, Kek. Terima kasih… aku senang sekali."
Kakek sudah menyiapkan semuanya, bahkan pakaian kalian sudah ada di koper. Jadi, kalian bisa berangkat segera. Pesawat kalian jam sebelas, pagi ini. Lagi-lagi Jiyeon terkejut.
"Heh? Pagi ini?!"
"Ya, lebih cepat berangkat lebih baik." Kakek begitu antusias, padahal yang akan menikmati bulan madu adalah sang cucu dan cucu menantu. "Kakek tidak sabar menunggu oleh-oleh cicit hahaha."
"Jangan khawatir, Kek. Aku dan Jiyeon akan membuatnya dengan sangat baik, iya kan Sayang?" Jungkook menatap Jiyeon dengan senyuman lebar, dibalas senyuman terpaksa dari gadis itu. Bukan apa-apa, sungguh Jiyeon tertekan terus di serang perihal bayi.
"Emm—lebih baik kita sarapan dulu, aku sudah lapar." Jiyeon segera mengalihkan pembicaraan, atau mereka akan terus membahas soal bayi.
***
Jiyeon kembali speechless ketika membuka koper yang katanya berisi keperluannya sebab tidak ada satu pun barang miliknya di sana. Semua pakaian dan barang lain tampak baru, bahkan pakaian dalam. Okay, gadis merasa sangat malu.
"Emm—Jungkook, Kakek yang menyiapkan semua ini?" Tanya Jiyeon menatap sang suami, pria itu mengangguk. "Sendiri?"
Jungkook tertawa, tahu kemana pikiran Jiyeon berkelana. "Tidak, Kakek pasti menyuruh orang di departemen store menyiapkan pakaian terbaik untuk cucu menantunya."
Jiyeon menghela napas, "Hah—syukurlah, bahkan pakaian dalam juga. Aku sangat terkejut."
Jungkook tertawa lagi, "Jadi apa ukurannya pas? Tidak mau coba dulu?!"
"Hei—kau sedang mengejekku?!"
"Aku serius."
"Pasti pas, aku yakin kau memberi informasi dengan detail bahkan sampai ukuran pakaian dalamku. Iya kan?!"
Jungkook terbahak, "Kau sudah sangat mengenal suamimu ya?!"
"Ya, tentu saja. Kau mengerikan dan mesum." Tawa Jungkook makin kencang, Jiyeon kesal sekali. Memangnya ada yang lucu? Dia bahkan tidak mengeluarkan lelucon sama sekali.
"Apa hanya itu?! Aku punya lebih banyak sisi baik, seperti romantis, perhatian, dan royal?"
"Menyebalkan iya!"
Jungkook masih mempertahankan tawanya, sampai dering ponsel membuatnya berhenti. Ada nama Jieun di layar, dia segera menjawab. "Ada apa? Kau menghubungi pengantin baru di hari pertama—”
"Heol—sombong sekali, aku hanya ingin bertanya apa kalian sudah membuka hadiah dariku?"
"Kami terlalu sibuk untuk membuka hadiah, belum tersentuh sama sekali."
"Hei—setidaknya buka hadiah dariku saja dulu. Itu sangat spesial, benda itu akan membuat kalian tidak terpisahkan. Aku mendapatkan langsung dari suku pedalaman di Vietnam."
"Astaga—kau wanita modern dan berpendidikan, tapi percaya pada takhayul suku pedalaman?"
"Heol—menurutku itu romantis tahu. Tolong dipakai saat pergi bulan madu ya?"
"Tck—kenapa kau mengatur?!"
"Mana Jiyeon aku akan bicara padanya."
"Tidak perlu, sudah jangan ganggu kami."
"Ingat pakai hadiah dariku, itu bisa jadi jimat."
"Bawel!"
Jungkook mematikan panggilan tersebut sepihak, Jiyeon menatapnya begitu dalam disertai rasa penasaran. "Siapa?"
"Jieun, meminta kita membuka hadiah darinya."
"Oh, kalian sepertinya sangat dekat ya?"
Jungkook mengangguk, "Ya, begitulah… aku, Jieun dan Jimin bersahabat sejak SMA." Jiyeon masih tidak menyangka bahwa dia akan menikahi sahabat dari cinta pertamanya, lebih parahnya lagi dia tidak tahu mengenai Jungkook sama sekali padahal dia siswa populer. Astaga kemana saja Jiyeon ketika SMA?
"Omong-omong, apa kau tahu atau ingat tentangku sebagai seniormu dulu?" Tanya Jungkook dengan tatapan memicing, Jiyeon menggeleng dengan polosnya. Entah mengapa Jungkook agak sedikit kecewa, "Serius? Kau pacaran dengan Jimin, memangnya dia tidak pernah cerita mengenai sahabatnya? Aku bahkan selalu bersamanya kemana pun, apa aku tidak terlihat dimatamu sama sekali?!"
Jiyeon menggaruk kepalanya yang tidak gatal, kemudian tersenyum tidak enak. "Jimin pernah cerita tapi aku lupa, dan lagi saat itu aku hanya melihat Jimin di mataku. Maklum, aku sangat menyukainya dulu jadi dia memenuhi duniaku." Mendengar itu Jungkook kesal setengah mati, memang bukan salah Jiyeon tidak mengenalnya dulu. Hanya saja tetap saja rasa cemburu menyelimuti hati. "Jadi, aku sama sekali tidak ada di memorimu? Bahkan ketika saat itu aku salah satu senior paling populer?!" Jiyeon lagi-lagi menggeleng gamang.
Jungkook sekuat tenaga menahan kesal, "Memangnya apa yang kau sukai dari Jimin?"
"Emm—saat itu bagiku Jimin adalah pria terbaik di sekolah, tampan, baik hati dan sangat romantis."
Perasaan Jungkook makin kacau, mungkin dia sudah gila karena cemburu pada masa lalu, tapi bagaimana lagi hatinya begitu cemburu. Jika waktu bisa diulang, dia ingin menjadi pria yang disukai Jiyeon. "Apa Jimin juga adalah ciuman pertamamu huh?!"
Jiyeon tersentak, pertanyaan Jungkook makin aneh menurutnya. "Jungkook—kenapa harus membahas masa lalu sih?!"
"Jawab saja, iya atau bukan?"
"Iya, lalu kenapa?" Jungkook tersenyum gamang, "Kau tidak sedang cemburu pada masa laluku kan?!"
Jungkook tertawa, "Cemburu? Tentu saja tidak, toh aku pria pertama bagimu yang menyentuh jauh lebih intim. Aku yang merebut keperawananmu." Wajah Jiyeon memerah, kenapa juga Jungkook harus memperjelas sedetail itu.
"Ya sudah, jangan dibahas lagi. Atau jangan-jangan aku ciuman pertamamu ya?! Makanya kau sangat sewot begini?!" Jungkook terdiam, dia kehabisan kata sebab apa yang Jiyeon katakan adalah fakta. Mendapati ekspresi Jungkook, Jiyeon menutup mulutnya sendiri. "Jadi benar?"
"Ya, kau beruntung mendapatkan ciuman pria paling diinginkan menjadi suami di negeri ini." Jiyeon terbahak, baginya fakta tersebut adalah hal yang sangat menggelitik telinga.
"Ya ampun, jadi pria paling populer di Golden High School belum pernah berciuman selama ini?!"
"Tck—aku tidak akan sembarangan menyentuh seseorang, aku hanya mencium seseorang yang benar-benar kucintai."
Lantas Jiyeon terdiam lama, "Tapi, Jungkook. Kau kan tidak mencintaiku. Lalu kenapa kau menciumku seenaknya waktu itu?!"
Jungkook juga tidak mengerti dengan dirinya, pada Jiyeon dia seolah hilang kendali. "Kau kan calon istriku, jadi tidak masalah."
Jiyeon geleng-geleng, tidak paham akan jawaban Jungkook. "Terserahlah… aku akan ambil hadiah dari Jieun." Gadis itu beranjak pergi menuju tumpukan hadiah pernikahan mereka, tidak berapa lama dia kembali dengan sebuah kotak berwarna peach.
"Bukalah!" Ujar Jiyeon menyerahkan kotak tersebut pada Jungkook, pria itu segera membuka kotak pemberian sahabatnya. Sepasang gelang perak simpel berwarna hitam. Ada kartu ucapan di dalamnya, Jiyeon meraih dan langsung membaca.
"Ini jimat keberuntungan, semoga pernikahan kalian langgeng hingga maut memisahkan." Itulah yang tertulis pada kartu ucapan yang baru saja Jiyeon baca. "Jieun sangat baik, dia gadis yang tulus."
"Dia itu kolot, masih percaya takhayul. Aku yakin dia membeli gelang ini dengan harga yang dua kali lipat lebih tinggi akibat mitos yang dibuat si penjual."
Jiyeon tersenyum, "Tidak apa-apa, ada doa Jieun di sini. Kekuatan doa lebih manjur dari sekedar takhayul. Akan kupakai."
"Kau serius mau memakainya?"
"Ya, tentu saja." Gadis itu bahkan sudah memakai gelang tersebut dan memamerkannya pada Jungkook, "Kau juga harus pakai, Jungkook."
"Baiklah." Jungkook memakai gelang tersebut di tangannya, "Sudah kan?"
Jiyeon tersenyum, "Aku berharap, doa Jieun terkabul."
Jungkook pun tersenyum, dia menunduk agar wajahnya sejajar dengan sang istri, tentu saja hal itu membuat Jiyeon terkejut. "Itu berarti kau ingin hidup bersamaku, selamanya bukan? Atau kau sudah jatuh cinta padaku hmm?"
Jiyeon gelagapan, "Jangan ge-er, aku tidak jatuh cinta padamu."
"Oh ya?!"
"Emm—Jungkook, aku tidak bisa menerima semua pakaian dalam koper, aku akan bawa pakaianku saja." Jungkook tahu istrinya itu sedang mengalihkan pembicaraan, pria itu hanya senyum maklum.
"Kau tahu, mata-mata kakek sudah standby di Paris. Apapun aktivitas kita, kakek akan tahu. Jadi—jika kau tidak memakai pakaian yang dia siapkan, kakek akan kecewa."
"Benarkah? Kakek akan mengawasi kita?"
"Ya, tentu saja. Jadi—bersikaplah seperti seorang istri yang baik. Kita harus bermain peran sebagai pasangan suami istri yang benar-benar bahagia menikmati bulan madu." Jiyeon terdiam tampak berpikir, hidupnya benar-benar menjadi sangat rumit. "Kau mengerti kan?"
"Iya, aku mengerti." Jiyeon sudah terlanjur menceburkan diri ke dalam takdir ini, dia juga telah menyerahkan semuanya pada Jungkook. Tidak ada pilihan lain, dia akan menikmati perannya sebagai seorang istri dari Jeon Jungkook.To be continue..
Jangan lupa vote dan comment
KAMU SEDANG MEMBACA
[M] Acquiesce | JJK√
FanficPark Jiyeon dan Jeon Jungkook, menikah karena sebuah keharusan. Bukan karena cinta, bukan karena kontrak atau semacamnya seperti di drama, tapi hanya karena mereka saling membutuhkan semacam simbiosis mutualisme.