Seorang pria tampak sibuk dengan berkas-berkas di mejanya, sudah menjadi rutinitas sehari-hari berkutat dengan banyak dokumen setiap hari-menandatangani hal-hal yang membutuhkan persetujuannya. Tampan bak visual dewa-dewa yunani, perfectionist, sukses dan tentunya kaya raya-siapa yang tidak terpesona pada sosok Jeon Jungkook si dingin yang tidak tergapai. Sayang sekali fisik sempurna akan selalu berdampingan dengan sifat yang sebaliknya sebab-tidak ada manusia yang benar-benar sempurna di muka bumi. Karena kesempurnaan hanya milik Sang Pencipta.
Bunyi ponsel yang terus mengganggu rungu membuat pria itu menghentikan sejenak aktivitasnya. Ada nama 'Kakek' di layar, buru-buru Jungkook menjawab panggilan itu atau kakeknya akan murka hanya karena alasan sepele-terlambat mengangkat telepon."Ya, Kek?"
"Sudah sebulan dari waktu yang ditentukan, kau sudah menemukan calon istri?" Jungkook mendesah, tidak bosan-bosan sang kakek mewanti-wanti perihal yang sama.
"Belum, Kek. Menemukan calon istri tidak semudah menemukan permen di toko, Kek. Bersabarlah."
"Mau sampai kapan? Menunggu Kakek mati begitu?!"
Jungkook menghela napas panjang. "Tidak begitu juga, Kek. Memangnya Kakek mau cepat mati?!"
"Tentu saja tidak, bodoh! Aku tidak akan mati sebelum dapat cicit darimu. Ini peringatan terakhir, jika dalam seminggu ini kau tidak juga menemukan calon istri, Kakek yang akan mencarikan untukmu. Dan kau tidak boleh menolak."
"Hah ... baiklah, Kek."Tut... tut... tut....
Kebiasaan sang kakek adalah mematikan sambungan telepon secara sepihak. Maklum, kakek Jungkook sudah lanjut usia itulah mengapa tingkahnya terkadang menjadi sangat kekanak-kanakkan dan egois, harus dituruti semuanya. Terlepas dari itu semua, Jungkook sangat menyayangi kakeknya, sebab-hanya kakeknya keluarga yang Jungkook miliki saat ini.
"Dimana menemukan calon istri yang pas dalam waktu seminggu? Huft~ membuat stress saja." Gumam Jungkook."Kau bisa stress juga?" Atensi Jungkook teralihkan pada sosok mungil di hadapannya, lagi-lagi Jungkook mendesah.
"Bisakah kau mengetuk pintu dulu? Kau datang tiba-tiba seperti hantu."
Gadis itu tersenyum kemudian menarik kedua pipi Jungkook. "Uhh-Jungkook sangat manis ketika sedang kesal."
"Hentikan Lee Jieun! Aish berhenti menganggapku anak kecil!"Jieun, panggilan akrab gadis itu. Dia tertawa renyah, "Kau kan memang lebih muda dariku, Jung! Bagiku kau tetap adik kecil yang manis."
Sungguh mood Jungkook bertambah buruk saja, alasan utama mengapa pria sesempurna Jungkook masih single di usia ke-25 tahun adalah karena sosok mungil di depannya itu. Ya, karena cintanya yang bertepuk sebelah tangan sejak di bangku SMA. Lee Jieun, gadis yang dua tahun lebih tua darinya itu adalah satu-satunya gadis yang bisa menembus kokohnya hati Jungkook, bahkan gadis itu menjadi satu-satunya yang berhasil menempati tempat terdalam di hati Jungkook.
"Ada apa kau kemari?" Sergah Jungkook memegangi pipinya yang terasa panas. Sungguh Jieun memiliki tubuh yang mungil namun tenaganya kuat sekali, pipi Jungkook sampai merah.
Jieun tersenyum, dia mengeluarkan sebuah kartu undangan dari tas tangannya. Desain kartu undangan berwarna pink, cantik sekali sesuai dengan pribadi Jieun yang lembut dan ceria. "Undangan pernikahanku sudah jadi, kau beruntung menjadi yang pertama menerima itu. Karena, kau sahabat yang paling kusayangi." Sungguh hati Jungkook pedih, melihat kartu undangan dengan nama Lee Jieun dan Park Jimin di sana. Tidak akan ada kesempatan untuknya lagi memiliki Jieun, selamanya itu hanya akan menjadi angan-angan semu. Parahnya lagi, gadis yang dicintainya itu akan menikah dengan sahabatnya sendiri, Park Jimin. Double kill untuk Jungkook.
"Tck ... ini undangan pernikahan atau undangan pesta ulang tahun anak TK? Terlalu imut!" Kata Jungkook membuat Jieun kesal.
"Kau memang menyebalkan ya!" Jieun pun memukuli punggung Jungkook, setelahnya mereka tertawa bersama. Ya, setidaknya Jungkook masih bisa pura-pura terlihat bahagia meski kini hatinya remuk redam. "Selamat, akhirnya kau menikah juga. Kasihan kau sudah terlalu tua."
"Hey, Jeon Jungkook!"
"Aku bercanda."
***
Seorang gadis yang memiliki visual tidak biasa itu berjalan memasuki cafe kelas menengah di tengah kota, dia segera menjadi pusat indera orang-orang yang ada di dalam cafe. Mereka pikir mungkin gadis itu selebriti atau model karena visualnya yang luar biasa cantik. Sudah makanan sehari-hari bagi gadis itu menjadi pusat perhatian, bahkan dia sudah mengenakan pakaian sesederhana mungkin agar tidak menjadi santapan lapar para pria namun nyatanya apa pun yang gadis itu kenakan, visualnya tetap bersinar. Faktanya-gadis itu bukan model atau selebriti melainkan seorang fotografer.
"Berikan aku satu ice chocolate!" Katanya menghampiri owner cafe yang merupakan sahabatnya sendiri.
"Huft~ kau ini datang-datang seperti preman menagih uang lapak saja. Duduk dulu di sana akan kubawakan chocolate kesukaanmu." Kata owner yang juga cantik itu. Gadis itu menurut, dia duduk di spot dekat jendela. "Kenapa lagi wajahmu kusut begitu? Ada masalah lagi dengan klien? Apalagi kali ini? Pengantin pria menggodamu? Atau pemotretan gagal karena klien pria selalu memandangmu? Atau klien wanita menjambakmu yang terlalu cantik untuk ukuran seorang fotografer?" Jung Soojung, gadis itu terkekeh geli melihat raut wajah sahabatnya.
"Hentikan, Soojung! Aku sedang kesal tahu! Kau malah menambah buruk moodku."
Soojung menghentikan tawanya. "Maaf Jiyeon Sayang-ada apa sih?"
Park Jiyeon-gadis dengan visual mematikan itu mendesah, "Kau tidak dapat undangan reuni dari SMA kita?" Tanyanya.
"Ah, iya aku dapat kemarin. Kenapa memangnya?"
"Kenapa? Hey, itu masalah besar untukku Jung Soojung. Kau lupa Naeun CS akan mengejekku habis-habisan karena aku gagal menikah. Hah-aku lebih baik tidak muncul di sana."
"Bodoh! Naeun justru akan menganggapmu pecundang jika tidak hadir di sana. Kau justru harus membuktikan jika kau baik-baik saja bahkan sudah menemukan yang baru. Pria yang jauh lebih baik dari Cha Eunwoo sialan itu!""Hei-kau kira menemukan pria yang lebih baik dari Eunwoo dalam beberapa jam itu seperti membeli permen di toko apa?! Astaga perempuan satu ini!"
"Ah, sebentar ada pelanggan." Jiyeon bertambah kesal karena Soojung mengabaikan dirinya.
"Lihat perempuan ini malah meninggalkanku." Cibir Jiyeon kesal, diseruputnya chocolatte miliknya sampai nyaris habis.
"Selamat datang." Sapa Soojung ramah. "Greentea lagi?"
Pria itu mengangguk. "Ya, seperti biasa."
"Baik, silahkan tunggu sebentar." Soojung membuatkan pesanan pria itu, dia begitu mengagumi sosok sempurna itu. "Hah ... tampannya. Ya, meskipun suamiku jauh lebih tampan." Gumam Soojung, setelah mengantarkan pesanan si pria Soojung kembali menghampiri sahabatnya lagi."Sorry... ada pelanggan spesial tadi." Soojung tersenyum dibalas tatapan kesal oleh Jiyeon.
"Spesial apanya?! Semua pelanggan sama saja bukan? Sama-sama beli dan sama-sama bayar." Cibir Jiyeon.
"Kau ini-bukan begitu. Coba kau lihat pria di sana!" Soojung menunjuk dengan dagunya pria yang tadi memesan greentea. "Sebulan terakhir dia pasti kemari setiap sore, dia tampan bukan? Lihatlah rahang tegas itu, hidung mancung, bibir kecil dan merah alami. Uhh~"
Jiyeon hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya. "Heh-aku barusan merekam ucapanmu ketika mengatakan itu. Bagaimana kalau kukirim videonya pada Sungyoon?!"
"Kau ini! Hapus itu!" Soojung merebut ponsel Jiyeon dan segera menghapus rekaman yang bisa menyebabkan perkara dalam rumah tangganya. "Aku kan hanya sekedar mengagumi." Iseng-Soojung memotret sang pria dengan ponsel Jiyeon. "Hah gambar yang bagus."
"Apanya?""Bukan apa-apa." Soojung meringis kecil, Jiyeon pasti akan terkejut ketika melihat wallpaper ponselnya nanti. "Jadi kau akan pergi atau tidak?"
"Bukankah tadi kau bilang akan dianggap loser jika tidak datang, jadi aku akan datang." Kata Jiyeon kemudian. "Masalah pria nanti saja kupikirkan."
"Okey, terserah kau saja."
Jangan lupa tinggalkan jejak ya,
🥰☺☺☺
KAMU SEDANG MEMBACA
[M] Acquiesce | JJK√
FanfictionPark Jiyeon dan Jeon Jungkook, menikah karena sebuah keharusan. Bukan karena cinta, bukan karena kontrak atau semacamnya seperti di drama, tapi hanya karena mereka saling membutuhkan semacam simbiosis mutualisme.