Prelude

4.2K 226 22
                                    

"Siapa yang kasih izin lo buat keluar jam segini, Angel?"

Angelina Christy sedang duduk sambil memeluk lutut di bawah salah satu tiang lampu terang di lapangan tempat anak-anak sekitar rumahnya biasa bermain bola. Tanpa perlu menolehkan kepala, Christy sudah hafal betul dengan pemilik suara yang melemparinya tanya.

Tentu saja, Azizi Banyubiru. Manusia super tengil sedunia, yang berhasil membuat Christy berharap lebih pada cerita-cerita fiksi ilmiah tentang penemuan mesin waktu. Christy ingin kembali ke masa lalu dan menolak bersalaman dengan bocah laki-laki berusia enam tahun itu, supaya di kehidupan yang satu ini, ia tak perlu repot-repot bersinggungan terus dengan si Azizi-Azizi ini.

Saat merasakan embusan napas Azizi yang begitu berat, Christy lekas membuang muka. Ia menggeser duduknya hingga ke bagian paling ujung kursi, tak ingin bersentuhan dengan pria menyebalkan yang seolah selalu membuntutinya ke mana pun pergi.

"Angel, gue nanya. Siapa yang nyuruh lo keluar jam segini?"

Mau tidak mau, saat mendengar Azizi mengulangi pertanyaan yang sebenarnya sama sekali tak mau ia jawab itu, Christy menurunkan egonya juga. Membuang napasnya sekuat tenaga kemudian menolehkan kepala ke arah samping. Rambutnya yang tergerai panjang hingga menyentuh punggung itu bergerak secara asal akibat tertiup angin, tepat saat dia menatap Azizi Banyubiru.

"Gue udah 26 tahun. Harus banget minta izin setiap mau keluar rumah?"

Azizi menatap Christy sambil bergeming. Dia masih melihat sinar ketidaksukaan dari mata bulat gadis di hadapannya ini—sesuatu yang bahkan tidak pernah Azizi sangka akan ia dapatkan dari seorang Angelina Christy setelah dua puluh tahun lebih saling mengenal satu sama lain.

"Belasan orang yang lagi siap-siap di rumah lo buat acara besok pagi terpaksa nunda pekerjaan mereka Cuma karena ada anak gadis 26 tahun enggak tahu caranya minta izin sebelum keluar sama orang rumah malam-malam begini."

Christy tercenung. Bola mata berwarna cokelat terang yang ia miliki berpagut begitu erat dengan iris mata Azizi Banyubiru yang hitam pekat. Tidak saling melemparkan kalimat apa pun selama beberapa jenak, melainkan hanya beradu napas di bawah sorot lampu jalanan di pinggir lapangan bersama laron-laron kecil di atas kepala mereka.

Suara Azizi yang datar, tapi penuh pekenanan pada tiap kata-kata yang dilontarkan dapat Christy maksudkan sebagai sebuah teguran. Tentu, tidak dapat terlalu menegur seperti saat berhadapan dengan kawan-kawannya yang sering berbuat onar di jam-jam genting menjelang pementasan. Sebagaimanapun Christy sering membuat masalah selama beberapa minggu belakangan, Azizi tetaplah Azizi yang paling mengenal Christy. Keras kepala dan kakunya tak dapat disentuh oleh amarah yang dipertunjukkan dengan kentara.

"Lo juga enggak seharusnya ada di sini."

Christy berdeham pelan. Memutus kontak mata mereka yang ia rasa sudah terlalu lama. Menurunkan kaki yang tadi dia peluk dengan sangat amat erat hingga telapak kakinya yang telanjang tanpa alas menyentuh paving-paving trotoar.

"Sejam yang lalu Tante Sarah telepon gue dan minta tolong buat ikut nyari lo," ujar Azizi tanpa memalingkan tatapnya dari wajah samping Christy yang teramat indah. "Gue pikir itu perintah yang enggak bisa dibantah dari calon mertua."

Christy terdengar berdecih dengan begitu lirih. Bola matanya berotasi amat malas. "Calon mertua, konon." Memalingkan wajah, menatap Azizi dengan kerutan di dahinya yang semakin menjadi. Seolah-olah siap memuntahkan semua protesnya terhadap lelaki di sebelahnya yang sudah tertahan di kerongkongan sejak kapan hari. "Enggak usah berharap banyak sama gue, Zi. Gue enggak akan datang ke pemberkatan besok pagi."

"Dan bikin malu keluarga lo? Undangan udah disebar ke keluarga besar, dari pihak lo sama pihak gue. Dengan lo kabur, lo Cuma bakal nambah-nambahin malu yang keluarga kita pikul."

"Keluarga kita juga tetap bakal malu kalau sebulan setelah acara ini, kabar perceraian anak-anaknya kesebar di semua grup keluarga." Christy tolehkan kepalanya untuk menatap manik mata Azizi yang begitu tajam. Irisnya menyirit tipis, menatap lirih ke arah Azizi yang masih bergeming. "Bokap-nyokap bakal makin kena label jelek karena mewariskan sifat kawin cerai ke anak gadis satu-satunya ini, lo tahu?"

Azizi tersenyum tipis, punggungnya ia condongkan ke arah Christy. Menatap dalam bola mata cokelat itu dengan seringai jahil yang membuat sang Puan menyiritkan mata curiga. "Kalau gitu, gimana semisal pemberkatan besok kita bikin serius? Kita bikin selamanya sekalian. Enggak rugi, loh, menikah sama gue."

Christy dorong wajah Azizi yang super menyebalkan itu menggunakan kelima jarinya hingga tubuh tegap berbalut kaus putih dan kemeja biru langit tak dikancingkan itu terhuyung ke belakang. Mengumpat keras, bangkit dari duduknya yang sudah terlampau lama.

"Sinting! Sampai mati juga gue enggak sudi buat menikah sama lo. Bocah tengil!"

***

Jadi, sebenarnya kemarin kenapa tiba-tiba Christy Azizi nongol lagi di SoL karena mau bikin ini, sih. Nggak tahu juga kenapa harus dibikin nongol padahal enggak juga nggak apa-apa??????

KONSTELASI RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang