Sanga

7.2K 731 48
                                    

Straight skirt, dan high top sneakers yang dipakai oleh gadis itu berhasil membuat kepala Kama bergerak dan tidak bisa lepas menatapnya dari atas hingga bawah. Hanya perkara sisir yang tertinggal, Kama punya kesempatan untuk bertemu dengan Ansara kembali.

Parkiran Mata Indonesia terlihat lengang, tapi sayangnya matahari masih terik meskipun sudah jam tiga sore. Sepertinya, tidak ada salahnya bagi Kama untuk mengajak Ansara minum sedikit di Cafe sebelah gedung Mata Indonesia.

"Mas? Ya ampun... padahal nggak apa-apa tuh sisir ilang juga!" serunya heboh dengan wajah tak enak.

Kama menyengir tipis. "Ya memang kenapa kalau saya bawa pulang?" kata Kama mengangsurkan paper bag kecil berisikan sisir Ansara. "Lagi sibuk?"

Ansara menggeleng. "Baru beres laporan, kenapa Mas?"

"Minum sebentar?" tawarnya sembari menunjuk Cafe yang ada di sebelah.

Ansara ikut menoleh, lalu tersenyum tipis dan mengangguk sebagai persetujuan. "Lagi senggang? Memang nggak sibuk? Nggak ada misi?"

"Ada, misi Marina Erickson dan kawan-kawan kan belum selesai, Ansara. Saya dan yang lain baru pulang dari Surabaya."

"Wah..." decak Ansara kagum. "Kayaknya seru banget kalau saya ikut ke dalam misi itu, apa lagi kalau saya berhasil meliput dan melaporkan di koran."

"Nggak bakal kuat kamu," ledek Kama iseng.

"Terakhir," kata Ansara sembari menyeruput smoothies mangga miliknya. "Saya pernah jadi kriminal banget waktu ngekorin anggota DPR yang kena kasus baru-baru itu,"

"Apa yang kamu dapat?" tanggap Kama setia mendengarkan cerita pengalaman Ansara.

"Rumahnya besar..." decak Ansara geleng-geleng kepala sambil kagum. "Mobilnya banyak, istrinya juga banyak."

Tawa Kama menyembur begitu saja, melirik kanan kiri memastikan tidak ada yang mendengarkan gosip original ini. "Berapa banyak istrinya?"

Ansara mendekatkan wajah dan tubuhnya ke arah Kama sembari menutupi sisi bibirnya dengan tangkupan tangannya. "Lima, terus saya diteror terus, adik dan Ibu saya hape-nya dilacak."

Kama berdecak geli sekali lagi sembari melipat kedua lengannya yang kekar di depan dada. "Kurang rapi mainnya, kenapa bisa di hack begitu?"

Ansara mengangkat bahunya tidak peduli. "Mana saya tahu, Mas. Udah deh, saya tahu kalau saya kan masih reporter abal-abal, tapi hasil laporan yang saya ambil itu real time terus, makanya atasan saya jadi percaya sama saya."

"I see, tapi sepertinya sebentar lagi kamu hanya akan menjadi bagian reporter untuk berita ekonomi dan kalangan elit saja ya?"

Kedua mata Ansara membelalak sempurna. "Tahu darimana?"

Kama berdeham pelan lalu menunjuk skirt yang tengah dipakai Ansara.

Ansara menunduk, melihat rok span putih tulang yang dipakainya dan mendengus sebal. "Gampang ketahuan, ya?"

Kama mengangguk santai. "Ya, lain kali saya akan beritahu kamu kondisi Museum Antologi ke depannya, jangan kaget ya."

"Oh!" Ansara berseru penuh semangat. "Saya mau tahu banget dong! Plisssss, kasih info sama saya!"

"Marina Erickson baru kami pancing," kata Kama sembari berbisik. "Dalam dua minggu misi ini harusnya selesai, tapi berhubung pelaporannya sulit dan saya dengar posisi kamu digantikan oleh orang lain, jadi ya..."

Kening Ansara berkerut penasaran. "Kenapa?"

"Reporternya lelet,"

"Dipindahtangankan ke teman saya, kan? Namanya Gemi?"

Titik TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang