Tigang dasa sekawan

4.8K 573 69
                                    

Kama sengaja tidak mau membuka WhatsApp masuk dari Ansara siang ini yang memberitahukan soal pernikahannya. Tidak ada angin, tidak ada hujan, berita itu terlalu menyerangnya tiba-tiba setelah beberapa minggu terakhir Kama sudah tidak bertemu gadis itu.

Seluruh anggota Traghana sudah tahu, bahkan seluruh karyawan sepertinya sudah tahu soal rencana pernikahan atasannya. Dulu, sebelum Kama benar-benar bekerja ambil kontrak dengan Traghana nama Ansara, Denok, Ariel, dan Martha memang selalu menjadi nama prioritas dalam tim penjagaan.

Tapi tiba-tiba saja penjagaan para perempuan keluarga Amidjaja itu berkurang, dan salah satunya adalah nama Ansara. Dan begitu setelah dia mendapatkan tugas untuk melindungi gadis itu yang tengah bertugas, Kama tidak tahu kalau sosok Ansara memang semenarik itu dan betulan murni menarik perhatiannya dan Kama tiba-tiba memiliki rasa ingin melindungi.

Ansara memiliki pembawaan yang ceria, apa pun yang dilakukan gadis itu terasa membawa hal yang menyenangkan. Kama tidak pernah memperhatikan seorang gadis sebelumnya, sampai Ansara ada di depan matanya dan terlihat sangat berbeda.

"Dua hari lagi kita terbang ke Solo untuk jaga di sana," kata Agung kepada Kama. "Lo udah di kasih info sama Bang Gana belum?"

Kama hanya diam, tidak menjawab. Agung mendekati Kama dan duduk di sisinya. "Gereja pemberkatannya di Solo. Kenapa nggak di Jakarta aja sih nikahnya?"

Tidak tahu.

Kama tidak memiliki tenaga untuk menanggapi satu kata apa pun.

Hanya saja, ada rasa penyesalan yang sedang Kama rasakan. Harusnya, dia bergerak lebih cepat, setidaknya Ansara harusnya tahu kalau perasaan yang Kama punya untuknya memang benar adanya.

Mungkin, memang seharusnya perasaan ini diri di tiadakan saja.




***




Pemakaman umum Cemoro Kembar, Ansara sudah lama tidak mendatanginya dan setiap satu tahun sekali biasanya Ibuk mengurusi pajak dan meminta orang membersihkan makam Ayahnya setiap tiga bulan sekali.

Sekarang, Ansara ada di makam Ayahnya. Bersama Laksmana, dan Rajasa yang memaksa ikut pagi ini. Tadinya, Ansara hanya ingin pergi sendirian, sudah lama juga Ansara tidak berbicara kepada Ayahnya. Tapi, jika Laksmana dan Opa Rajasa ada di sisinya seperti ini, bagaimana Ansara bisa bicara? Malu rasanya.

"Wah, nama Bapakmu ternyata keren," puji Opa Rajasa pada Ansara sambil menunjuk batu nisan milik Ayahnya. "Selamat pagi Pak Zachari... maaf mengganggu kami datang mau minta restu nih, Pak." ujar Rajasa setengah bercanda.

Ansara terkekeh pelan mendengarnya, terasa lucu di matanya jika melihat Opa Rajasa memilik humor yang menggelitik.

"Beberapa hari ke depan, anak Bapak akan dipersunting oleh cucu saya," kata Rajasa lagi sambil tersenyum merangkul bahu Ansara. "Saya sebagai Opa Laksmana, mewakilkan untuk bicara secara langsung. Tolong doakan calon pengantin kami agar selalu dilindungi oleh Tuhan, dijauhkan dari hal-hal buruk, dan senantiasa menjadi pasangan yang diberkati oleh Tuhan Yesus,"

Laksmana berdiri diam saja tanpa mengeluarkan suaranya di belakang tubuh Rajasa, Ansara menoleh ke belakang ketika melihat Laksmana terlihat sibuk mengawasi gerak Opa agar tidak terjatuh. Kedua matanya yang tertutupi kacamata hitam jelas tidak terlihat oleh Ansara bagaimana ekspresinya saat ini.

"Opa, its okay... jangan duduk di sini, kita nggak akan lama, kan?" kata Ansara kepada Rajasa. "Nanti pinggang Opa sakit lagi,"

Laksmana berdeham setuju. "Opa duluan ke mobil sana," titahnya mengusir Rajasa.

Rajasa menggeleng. "Nggak apa-apa, Opa masih kuat kok."

"Yeeeeh... bandel," gerutu Laksmana.

"Lagian kalau Opa encok juga ada kamu yang gotong," jawab Rajasa dengan senyum culas.

Titik TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang