Gangsal welas

7.1K 796 75
                                    

Ansara tidak tahu dia memiliki dosa apa sampai harus merasakan rasa sakit hebat seperti ini. Laksmana bilang, dia terkena batu ginjal, obat yang diinjeksi ke pembuluh darah di tangannya tadi sudah berhasil membuat rasa sakitnya berkurang. Hanya saja Ansara tetap kepikiran bagaimana bisa dia kena batu ginjal.

Setelah rasa sakitnya berkurang, Ansara langsung dilakukan tes USG. Hasilnya, memang ada batu di saluran ginjalnya dan Ansara semakin dibuat pening oleh kehadiran batu itu.

Ibuk langsung datang dengan keadaan panik, ruang rawat VIP yang luas dan nyaman ini langsung berisik diisi oleh omelan sang Ibuk.

"Ibuk sudah bilang berapa kali, Nduk? Bawa air minum yang banyak! Tumblr kamu di rumah itu lho, segitu banyaknya masih aja malas bawa minum!"

Dengar? Omelannya sudah sepanjang kereta api. "Buk, sudah toh Buk." bela Asnamira yang ada di salah satu sofa menikmati snack siang untuk pasien yang diberikan oleh Ansara kepadanya karena tidak nafsu makan. "Mas Laksmana bilang aman kok,"

"Laksmana? Dia... tahu kamu sakit?" Ibuk mengerutkan keningnya dengan heran.

Hidung Ansara langsung kembang kempis menatap sang adik. "Tuh! Anak Ibuk!" tunjuknya pada Asnamira. "Panik malah telepon dokter bedah, ya langsung aja dia mau operasi aku, Buk!" adunya dengan dendam mengingat bagaimana Laksmana siap mengoperasi dirinya tadi.

Asnamira terkekeh pelan tanpa dosa. "Halah, kalau nggak bilang, mana bisa kakak dapat ruangan VIP begini? Nanti masuk kelas tiga, mau?"

Ibuk menghela napasnya. "Nggak enak, Nduk. Malu lho, kenapa harus menyusahkan orang lain?"

"Buk, aku itu panik tadi," belanya agar tidak dimarahi Ibuk. "Mas Laksmana juga kelihatannya kangen banget sama Kakak," tambahnya iseng.

"Sshhuuuusss!" Ansara mendelik tajam. "Jangan sembarang bicara kamu, ya! Ini Genesis!"

Ibuk langsung menoleh kepada Ansara dengan raut wajah tak senang. "Kamu kontakan lagi dengan dia, Nduk?"

"Nggak Buk," geleng Ansara panik. "Sumpah, nggak. Kontaknya memang ada sejak dulu, Buk. Aku nggak—"

"Ibuk nggak mau kamu berhubungan dengan keluarga itu lagi, Nduk." tangan Ansara yang terpasang infus di usap perlahan oleh Ibuk. "Jangan ya, Nduk? Kita bukan manusia serakah, kan? Bahagia dan cukup, sederhana asal selamat. Itu yang kita mau."

Ansara mengangguk, menatap adiknya sekilas untuk memperingatkan inilah yang terjadi jika bersikap sembrono. "Nggak Buk, mana mungkin aku mbalik sama dia? Nggak mungkin lah, Buk. Memang aku ini siapa?"

Ibuk mengangguk lega. "Jangan ya? Ibuk nggak mau kamu sakit hati lagi, sudah... kita pikirkan usaha lain, semoga dokter urologi visit nanti kasih kabar baik. Kalau bisa dengan obat, yo nggak usah di operasi toh?"

"Iya Buk, aku berharap begitu."

"Buk," panggil Asnamira masih belum selesai dengan spekulasi yang ada di kepalanya selepas menonton kejadian di IGD tadi.

"Opo meneh, Nduk? Laper tah? Makanan di depanmu masih banyak begitu, Nduk."

"Bukan, Buk. Ini bukan soal makanan, tapi ini soal Mas Laksmana yang usap-usap kening kakak!" katanya seolah tengah memberikan informasi paling penting di tahun ini.

Ansara melotot tajam, sementara itu ia masih melanjutkan. "Ngapain juga Mas Laksmana usap-usap kening Kakak, ya, Buk? Mana begitu di telepon gerak cepat begitu,"

"Nggak Buk," Ansara meraih tangan Ibuknya dan menggeleng cepat. "Tenang, Buk. Itu isi otak remaja yang hormonnya lagi meledak, biasa deh lagi lebai!"

"Aku nggak lebai!" bantah Asnamira. "Sekarang Mas Laksmana kelihatan kayak yang nggak keurus gitu, Buk. Rambutnya gondrong terus makin item!"

Titik TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang