Ayra membaca dokumen yang baru dikirim di grup angkatan sekolahnya. Mencari namanya di setiap kelas yang ia baca.
Ayra Seana Arshella XI MIPA 4
Sampai pada kelas XI IPS 9, ia tak kunjung menemukan dimana kelas Nesa dan Ares berada.
Ayra kembali menggulir layar ponselnya ke bawah, membaca satu satu sampai menemukan kelas teman-temannya.
Ares Pramudya XI MIPA 8
Ranesa Fiona XI MIPA 8Ayra membekap mulutnya agar tak berteriak histeris saat ini. "Couple gue sekelas lagi?!"
Karna belum membaca keseluruhan teman kelasnya, Ayra menggulir sheet tersebut dari XI MIPA 8 untuk kembali menuju kelasnya. Namun belum sempat keinginannya terpenuhi, satu nama berhasil memghentikkan gerakan jarinya disana.
Heksa Albara Davendra XI MIPA 5
"Eh anjir. Fak kata gue teh!"
Ayra bingung. Ia senang sebenarnya karna kelas Heksa bersebelahan dengan kelasnya. Tapi disatu sisi lagi, mengapa ia merasa di permainkan disini? Padahal sebelum masuk sekolah lagi, ia sudah bertekad untuk tidak bertemu Heksa lagi demi melupakan perasaannya.
Gadis itu merebahkan kepala di meja kantin sambil terus bermain ponsel. Suasana masih ricuh diluar karna para siswa-siswi SMA Garuda masih sibuk mencari kelas mereka.
Biarkan saja ia nanti masuk.kelas jam 9. Sekolah memberikan waktu 1 jam untuk siswanya memcari kelas dan berkenalan dengan teman kelas sebelum memasuki kelas baru mereka.
Tapi Ayra tak peduli. Semangatnya sudah tidak ada karna tidak sekelas dengan teman-temannya. Biarkan saja jika ia tak memiliki teman di kelas baru. Toh niatnya disana belajar. Bukan mencari teman. Cukup Nesa, Ares, dan Heksa saja yang menjadi teman baiknya di sekolah ini.
"Sedih banget," cicitnya memggambar pola abstrak di atas meja.
"Gue boleh gabung?"
Ayra menegakkan kepala karna kaget ketika suara bariton menyapa dirinya.
Melihat cowok familliar di depannya, membuat Ayra menatapnya malas. Ia tau. Orang ini teman Agil.
Matanya menatap pada nametag cowok itu.
Raven Aksara
Dengan malas, Ayra mengangguk. "Silakan. Gue juga mau cabut."
Gadis itu sudah berdiri untuk merapikan barang-barangnya. Namun suara Raven, kembali menginstrupsi dirinya.
"Sorry, kalau kedatangan gue buat lo gak nyaman. Duduk aja. Biar gue cari tempat lain."
Ayra tak menjawab. Banyak pertanyaan masih berputar di kepalanya saat ini. Ia ingat, bahwa Raven adalah salah satu orang yang menolongnya waktu itu. Harusnya ia mengucapkan terimakasih bukan?
Akhirnya Ayra tetap memilih duduk di tempatnya semula. "Silakan duduk."
Raven mengangguk. Duduk tepat dihadapan Ayra. Awalnya, cowok itu memperhatikan Ayra yang sibuk bermain hp. Tapi berhenti kala Ayra membalas tatapannya. "Kenapa?"
Cowok itu menggeleng. Lanjut menyuapi kacang padi yang masih hangat.
"Lo gak makan?"
Ayra menggeleng.
"Kenapa?"
"Sakit perut kalau makan pagi," jawabnya bermain ponsel tanpa memandang lawan bicara.
Hening beberapa menit, membuat Ayra mengeluarkan satu kata yang berhasil membuat Raven terdiam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Ayra: Cerita Cinta SMA
Dla nastolatkówMemang benar, masa SMA itu masa yang paling indah. Masa dimana kita mulai mengenal apa arti cinta sesungguhnya. Ayra selalu menanamkan pada pikirannya, bahwa ia tidak boleh terlalu berharap bahwa percintaannya di masa SMA akan sangat bahagia. Layak...