Disisi lain, Wistara sudah sampai di rumahnya dan segera memasuki rumah besar itu dengan langkah terkesan malas.
Baru saja membuka pintu, suara tegas itu mengintrupsi kehadiran Wistara.
"Ada yang ingin Papa bicarakan denganmu." ucap Owen yang sedang duduk menatap buku didepannya tanpa melihat kearah Wistara.
Wistara langsung duduk dihadapan Owen dengan ekspresi wajah yang datar.
Owen menutup buku tersebut dan berkata, "Papa akan menikah lagi." secara to the point kepada Wistara.
"Papa nggak pernah mikir? Kenapa selalu egois seperti itu?" tanya Wistara masih dengan kesabaran berbeda dengan hatinya yang sangat ingin memukul pria dihadapannya ini.
"Ini juga demi kebaikanmu. Kamu sudah kehilangan sosok Mama hingga membuatmu berubah seperti ini." jelas Owen dengan tegas.
"Wistara nggak cuma kehilangan sosok Mama tapi kehilangan sosok Papa jugaaa! Secara nggak sadar Papa lah yang buat Wistara berubah kayak gini!" ucap Wistara dengan penuh emosi yang tidak tertahankan membuat Owen terdiam.
Wistara berdiri dari duduknya, "Sampai kapanpun Wistara nggak akan setuju kalau Papa nikah lagi." lanjutnya dengan langkah penuh emosi. Wistara pergi dari rumah untuk kesekian kalinya.
Sore ini, suasana jalanan sangat ramai. Berbeda dengan yang dirasakan Wistara saat ini dimana dari banyaknya insan di dunia kenapa dia selalu merasa kesepian.
Wistara berjalan dipinggir jalan dengan tatapan kosong. Namun, beberapa saat kemudian dia dikagetkan dengan suara nyaring dari arah belakangnya.
"Mas Taraaa." Teriak Sabil sambil berlari menyusul Wistara
"Bisa-bisanya disaat gue kalut gini. Malah ketemu manusia kayak lo." kesal Wistara.
"Seharusnya Mas Tara tuh beruntung ketemu manusia ganteng kayak Sabil gini." jawab Sabil, Wistara hanya melanjutkan jalannya menelusuri pinggiran jalan sore hari dengan Sabil yang ikut berjalan disampingnya.
"Mas Tara, kenapa hari ini lo ngehindarin gue terus?" tanya Sabil memecah keheningan di antara keduanya.
"Nggak." jawab Wistara singkat
"Bohong, buktinya tadi Sabil mau ngomong, mas Tara malah buru-buru ke kelas terus waktu di kantin, mas Tara lihat Sabil tapi malah pergi juga tuh." jelas Sabil sambil mengerucutkan bibirnya.
"Gue emang ada urusan tadi." ujar Wistara jujur.
Tidak ada lagi percakapan setelahnya, mereka berdua masih asik berjalan beriringan, terlihat salah satu sedang bertengkar dengan pikirannya sendiri dan satu lainnya sedang menikmati angin sore hari.
"Mas Tara, Sabil capek jalan terus. Ayo kita duduk disitu saja." keluh Sabil sambil menunjuk bangku panjang yang ada di Taman. Wistara pun menyetujui keinginan Sabil.
Sesaat mereka sudah mendudukan diri mereka pada bangku tersebut. Sorot mata Sabil tertuju pada salah satu objek yang menarik dihadapannya, "Tunggu sini ya mas, jangan pindah tempat." ucap Sabil yang membuat Wistara bingung.
Tidak lama kemudian, Wistara dengan wajah yang tertunduk menatap sepatu yang tidak bersalah itu sedikit terlonjak kaget ketika dihadapkan oleh sebuah tangan yang membawa satu cone ice cream.
Siapa lagi kalau bukan sabil.
"Ini mas, ice cream. Sabil perhatiin dari tadi mas Tara kayak sedih, banyak pikiran ya. Jadi Sabil belikan ice cream. Barangkali bisa membantu meredakan panas dalam diri dan perut mas Tara hehe." cengir Sabil kikuk, bingung. Wistara langsung menerima dan memakan ice cream tersebut.
"Dejavu nggak sih mas? Kayak yang waktu didepan minimarket." ucap Sabil yang dibalas anggukan oleh Wistara.
Setelah cukup lama menikmati ice cream. Wistara kembali membuka suara, "terima kasih bil, sebenarnya lo adalah orang yang paling gue hindarin kalau gue berada di situasi kayak gini." jelas Wistara dengan menatap Sabil.
"Emang kenapa? Mas Tara takut Sabil khawatir ya?" tanya Sabil antusias.
"Enggak, yang ada gue tambah stress! Masalah satu belum selesai, muncul lo yang berisik banget." jawab Wistara sedikit emosi.
"Sialan nih orang mulutnya! Seperti tidak pernah disekolahkan!" gumam Sabil kesal dalam hati.
"Iya maaf mas, kan niat Sabil cuma menghibur mas Tara saja." ucap Sabil
"Lo nggak capek?" tanya Wistara singkat
"Enggak, kan Sabil duduk." jawab Sabil seadanya yang membuat Wistara sedikit naik pitam mendengar jawabannya.
"Bego, bukan itu maksud gue! Lo nggak capek buang-buang waktu lo buat dapetin hati gue?" tanya Wistara kembali sedikit malu saat menanyakan hal tersebut kepada Sabil.
"Enggak, sampai kapanpun Sabil nggak akan pernah capek. Sesulit apapun dapetin hati mas Tara dan sekalipun ada badai di depan, ya tunggu reda dulu sih baru nanti Sabil terjang hehe." jawab Sabil dengan tertawa
Wistara menatap Sabil lekat, "Gue ragu sama jawaban lo." ujar Wistara sambil menyentil dahi Sabil.
Sabil mulai mendudukan dirinya menghadap Wistara dan menggenggam kedua tangan itu, "Sabil tahu kalau di mata mas Tara Sabil cuma bocah yang suka ngelantur, jahil, nggak pernah serius. Tapi kalau soal perasaan, perlu di ingat Sabil nggak pernah main-main mas."
Baru kali ini Wistara mendengar Sabil berucap dengan nada yang serius, menatap kedua bola mata indah itu, terpancar keseriusan disana. Tidak ingin berlarut-larut, Wistara langsung melepas genggamannya pada tangan Sabil dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ciee salting yaa." goda Sabil menyenggol pundak Wistara disebelahnya.
"Bacot lo bocil." ujar Wistara dengan senyum tipis khas orang salting yang menghiasi wajahnya.
"Gue percaya sama lo bil, nggak ada keraguan sama sekali dari perasaan gue ke lo karena lo adalah rumah gue." gumam Wistara dalam hati.
•
•
•Jangan lupa voteee guyss~
Terima kasih🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Orangeade (WinnySatang)
Fanfiction"Apa itu cinta dalam diam, aku akan mencintaimu dengan ugal mas Tara." - Sabil "Dasar, bocah gila." - Wistara Keduanya memiliki sifat yang berbeda, lalu apakah mereka berdua bisa bersama-sama? Cerita ini terinspirasi dari lagu TXT - Blue Orangeade...