Merayakan Kegalauan

429 31 0
                                    

Waktu demi waktu terus berjalan tanpa jeda, dari yang sebelumnya hanya mahasiswa baru sekarang sudah memasuki tahun ketiga untuk Sabil dan selama itu pula hubungan Sabil dan Wistara tidak ada kejelasan.

Apakah Sabil menyerah? Tentu saja tidak. Sabil akan terus menempel kepada Wistara sampai dia menjadi miliknya. Sama hal nya dengan Sabil, Wistara juga sudah terbiasa akan kehadiran Sabil.

Siang ini Sabil berniat untuk pergi ke toko bunga setelah mata kuliah terakhir. Wistara yang mengetahui hal tersebut memaksa untuk mengantar yang disetujui oleh Sabil.

Setelah sampai di toko bunga yang bertuliskan "daisy fram" itu. Sabil masuk terlebih dahulu untuk memilih bunga yang cocok untuk diberikan kepada ibu kosnya yang sudah menikah lagi.

Setelah berkeliling dan melihat beberapa bunga, mata Sabil tertuju pada bunga mawar merah yang terhias indah diujung.

"Hey!" kaget Wistara dari belakang Sabil.
"Apa sih Mas Tara." ucap Sabil dengan memukul pelan lengan Wistara.
Wistara menoleh, "bunganya jelek, pilih lainnya aja."
"Nggak mau, Sabil mau nya mawar."
"Iya sudah, yang violet saja lebih bagus."
"Tidak mau, Sabil tetap ambil mawar merah itu saja." Ucap Sabil kukuh dengan pilihannya.

Sabil mencoba untuk meraih bunga mawar tersebut, karena letaknya berada diujung membuat Sabil agak kesusahan untuk mengambilnya. Dengan pantang menyerah, Sabil mencoba mengambil setangkai mawar merah itu. Akan tetapi yang menyapa jari Sabil adalah duri tajam dari tangkai mawar yang membuat darah keluar dari jarinya.

Wisatara yang melihatnya spontan meraih tangan Sabil dan langsung menghisap telunjuk yang terus mengeluarkan darah.

Hal ini mengingatkan Wistara dengan sesuatu.

~
Flashback

"Sayang~" panggil seorang perempuan memeluk lelaki yang lebih tinggi.
"Ini untukmu." sahut lelaki tinggi sambil memberikan setangkai bunga mawar.

Terlihat perempuan itu menerima bunga dari lelaki tersebut. Namun, karena kelalaian si perempuan membuat tanganya terkena duri dari bunga mawar tersebut. Dengan sigap lelaki itu, membantu menghisap darah yang keluar dan mengobatinya.

"Aku sangat menyukai mawar merah, walaupun dia jahat suka melukaiku." ucap perempuan itu masih dengan senyuman yang melekat diwajahnya. Lelaki tinggi itu hanya mengusak lembut surai hitam panjang perempuan dihadapannya itu.

Flashback off

~
"Mas Tara!" panggil Sabil untuk kesekian kalinya, membuat wistara tersentak dalam lamunanya.

Sabil menarik jarinya kembali, "terima kasih, ini sudah tidak berdarah lagi."

Dengan cepat Sabil meraih kembali bunga mawar tersebut dan langsung membayarnya.

Di perjalanan pulang, Wistara mencoba untuk memecah keheningan.
"Kamu suka mawar merah? Kenapa tidak coba yang violet saja? Tidak kalah indah."

"Tidak, aku hanya suka mawar merah, karena merah itu warna cinta. Anggap saja seperti melambangkan cintaku ke mas Tara hehe." ujar Sabil dengan ciri khasnya yang menyebalkan membuat Wistara tertawa dan mengusak surai hitam Sabil.

"Kenapa sulit sekali untuk melupakanmu. Bahkan sudah beberapa tahun berlalu bayangmu masih lekat diingatanku. Aku harap semua ini bisa hilang, aku tidak ingin mengecewakan seseorang dihadapanku saat ini." batin Wistara dalam hati.

Sabil terheran melihat Wistara yang terus melamun dari tadi. Namun, Sabil enggan untuk bertanya mungkin saja itu masalah skripsi. Hal tersebut membuat pikiran Sabil berkecamuk tidak karuan.

Hingga sampailah keduanya di Kos Sabil. Tidak seperti biasanya, Wistara langsung pamit untuk pulang kerumahnya, tidak lupa Sabil mengucapkan terima kasih.

Sabil memasuki kamar kosnya dengan langkah gontai, mengambil ponsel di sakunya menghubungi Fahmi.

"Ada apa besti~" ucap Fahmi dari seberang telepon.

"Ke kos gue dong." ujar Sabil lirih.

"Sepertinya ada yang galau nih. Okee, gue kesana ya, sekalian nginep! Lo mau gue beliin jajan apa?"

"Terserah lo deh, yang penting beli es krim yang banyak."

"Siap besti. Tunggu kehadiran paduka."

"Alay, thanks." tutup Sabil mengakhiri percakapan.

Malam pun tiba terdengar suara gaduh dari luar yang sudah dipastikan Sabil itu adalah Fahmi. Dan benar saja Fahmi, tetapi dibelakangnya ada Galih membuat Sabil menepuk jidat saat melihatnya.

"Hehehe maaf ya besti, nih bayi gede nggak mau ditinggal. Tapi sebagai gantinya, kita beliin jajan dan es krim lebih banyak." ucap Fahmi memberikan sekantong plastik besar kepada Sabil.

"Nyogok nih ceritanya." Ucap Sabil menerima kantong plastik besar itu.

Galih membaringkan tubuhnya di kasur besar Sabil, "Gue nginep disini juga ya cil, kayaknya cukup bertiga."

Sabil mendengus, "iya cukup bertiga. Tapi gue nggak mau seranjang sama lo. Lo tidur di sofa, yang dikasur cuma gue dan Fahmi."

Mendengar itu Galih hanya menampilkan ekspresi mengejek, meniru ucapan yang Sabil lontarkan sebelumnya dan mendapatkan hadiah pukulan bantal dari Fahmi.

Ketiganya sudah berkumpul dengan banyak cemilan yang sudah terbuka,
"Jadi, apa yang membuatmu gundah gulana besti?" tanya Fahmi memukai percakapan.

"Aku hanya bingung dengan mas Tara. Sudah bertahun-tahun kami dekat, namun masih belum ada kepastian. Sejujurnya aku ingin menyerah, tetapi melihat tingkahnya yang seakan menyambut kedatanganku dan menolak jika aku akan pergi, membuat diriku merasa diinginkan sekaligus tidak diinginkan." jelas Sabil.

"Jadi ini merayakan kegalauan Sabil? Itu mah lo kena HTS cil." jawab Galih dengan santai.

Sabil merengek, "Sebenarnya gue berniat buat mukul orang sih kalau lagi galau gini. Tapi emang iya HTS? Kalo bener, tolong bilangin sahabat lo dong! Kalo nggak suka, bilang! Tapi gue juga belum siap akan kata itu."

"Ayo lah, mana Sabil yang dahulu ngejar-ngejar sosok kating galak, dingin, sulit untuk dicairkan dengan tingkah absurdnya. Mana Sabil yang katanya pantang menyerah sebelum mendapatkan Wistara. Gue yakin lo bisa! tapi memang bangsat aja butuh waktu lama." sahut Fahmi menyakinkan Sabil.

Sabil berpikir, "Apa sih yang bikin lama seseorang untuk memulai hubungan itu?"

"Masa lalu nya mungkin?" sahut Galih singkat membuat Sabil menangis.

"Jangan nangis dong, mulut lo sih yang! Licin amat kayak lantai baru di pel!" Bentak Fahmi kepada Galih.

Galih kalang kabut melihat Sabil menangis dan Fahmi yang memarahinya, "ya kan, aku cuma menduga saja yang. Udah cil, jangan nangis. Kalau memang urusannya di masa lalu, nanti gue bantu bilangin ke Wistara deh."

Sabil sesenggukan, "benar ya? Lagian lo jadi sahabat kayak nggak guna banget."

"Mulut lo! Gini-gini juga gue pendengar yang baik. Beruntung juga lo gue bantu, kurang baik hati apa coba gue." ujar Galih dengan sombong.

"Pamrih plus sombong amat lo!" kesal Fahmi memukul Galih.

Mereka bertiga menikmati sejenak pertemuan ini yang seringkali dihiasi oleh kejahilan Galih dan pertengkaran kecil yang nantinya menimbulkan gelak tawa dari ketiganya, sejenak melupakan segala masalah yang ada, hingga tidak terasa waktu sudah menunjukkan tengah malam dan memutuskan untuk tidur setelahnya.



Jangan lupa voteee guyss~
Maaf kalau ada beberapa yang typo dalam tulisannya.

Terima kasih🥰

Blue Orangeade (WinnySatang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang