Denial

464 39 0
                                    

Sabil dan kedua orang tuanya sedang bersiap untuk pergi ke rumah Wistara. Sebelum itu, Ayah Sina sedang mempersiapkan bingkisan untuk diberikan kepada Wistara dan Papanya.

"Ayah! Banyak sekali bingkisan yang akan diberikan." Sabil berseru.

"Ini kan oleh-oleh yang Ayah bawa sendiri dari rumah. Punyamu sudah disimpan oleh bundamu di kulkas. Jadi jangan banyak tanya!" jawab Ayah Sina yang sebal karena sedari tadi Sabil menatap kesal semua bingkisan yang akan dibawa.

Sabil mendengus kesal,
"Itu kan sebenarnya oleh-oleh buat Sabil. Stock jajan dua bulan di Kos. Ayah bohongnya jelek." batin Sabil tidak terima.

"Sudahlah kalian berdua jangan ribut terus. Nanti, bunda akan membelikanmu lebih banyak." ucap Bunda Jehan kepada Sabil untuk menengahi pertikaian kedua orang dewasa dihadapannya.

Setelah semua sudah siap, tidak lama terdengar suara mesin mobil yang sudah dipastikan itu adalah Wistara.

Ya, Wistara yang memaksa Sabil untuk berangkat bersamanya saja daripada memesan mobil dari aplikasi online.

"Terima kasih Mas Tara repot-repot mau jemput kami."

"Enggak repot kok. Lagian kan yang ngajak juga aku, hemat ongkos buat modal nikah kita." kata Wistara sambil tertawa mengelus surai hitam Sabil yang terdiam.

"WOY! Anak muda kalau lagi PDKT lihat-lihat tempat. Kami sudah menunggu lama didalam mobil ini. Kapan mau jalan!" seru Ayah Sina yang terheran melihat kedua anak muda dihadapannya ini.

Wistara merutuki kejadian barusan, bisa-bisanya dia lupa kalau di Mobil ini tidak hanya ada Sabil tapi kedua orang tua Sabil juga.

Di lain sisi, Sabil hanya memalingkan wajahnya kearah luar jendela mobil, menyembunyikan wajahnya yang mungkin sudah sangat merah karena malu.

Sesampainya ditempat tujuan, sudah terlihat Owen yang berdiri menunggu di depan pintu, terlihat sangat menantikan kehadiran mereka.

Owen memeluk erat Sina, "sudah lama aku tak bertemu denganmu."

"Aku juga, tidak kusangka sekarang kamu terlihat sangat tua." balas Sina dengan tertawa.

"Sialan kau!" Owen memukul kepala Sina pelan.

Sina tertawa, "ah iya perkenalkan ini istriku Jehan dan anakku Sabil."

Owen pun mulai menjabat tangan Sabil dan Jehan bergantian. Saat menjabat tangan Jehan, Sina mulai melepaskan tangan keduanya takut keblablasan katanya.

"Posesif sekali pak tua!" ejek Owen yang tidak dihiraukan oleh Sina.

"Ini dari kami, tidak terlalu banyak tapi cukuplah untuk kalian berdua." Sina memberikan bingkisan tersebut dan mereka mulai masuk ke rumah besar itu.

Saat ini, semuanya sedang berkumpul menikmati makan malam yang sudah dibuat oleh Owen, tampak semuanya sangat bahagia.

"Ini sungguh kau yang memasak?" tanya Sina

"Tentu! Siapa lagi kalau bukan aku. Almarhumah istriku mengajariku semua trik-trik masak yang kalian semua mungkin tidak tahu." jawab Owen santai.

"Aish, sombong sekali kau." celah Sina yang membuat Owen tertawa.

Pandangan Owen sedari tadi tidak terlepas dari pemuda yang duduk disebelah Wistara.

"Pantas Tara suka, Sabil emang cantik."

Wistara tersedak makanannya saat mendengar ucapan tidak terduga Papanya ini. Sabil yang mendengar itu malah ikut penasaran.

"Emang iya om? Mas Tara suka jutek kalau sama saya om, apalagi waktu ospek dulu."

"Ya gitu sifatnya emang, malu-malu kucing. Suka jual mahal dia, kayak saya dulu waktu muda. Kamu udah punya pacar belum?"

"Hehe belum om, kan yang dituju masih belum terdeteksi sesuai rute atau enggak."

"Kalau dia nggak mau, kamu sama saya saja."

Wistara berteriak, "PAPA!"
"Bercandaa, masa iya papa pacaran sama yang seumuran anak papa sendiri." jawab papa Owen santai.

Berbeda dengan Ayah Sina yang sudah mengangkat sendok untuk memukul kepala Owen karena ucapannya tadi namun dia urungkan.

"Sudah lah, kalian kalau memang saling suka ya terus terang saja. Apa yang perlu ditunggu lagi, Ayah sama Owen pasti akan menyetujuinya." tambah Ayah Sina yang diikuti anggukan dari bunda jehan dan papa Owen.

Sabil hanya terdiam sesaat, sesekali mencuri pandang kearah Wistara yang juga menatap Sabil dengan lekat. Keduanya diliputi rasa bimbang, takut ada penolakan dari salah satunya.

Setelah makan malam, kedua orang tua itu berbincang dan berseru bersama-sama. Berbeda dengan kubu anak muda yang terlihat duduk di belakang taman sambil menatap indahnya sinar bulan.

"Mas Tara"
"Bil."

Secara bersamaan keduanya memanggil nama satu sama lain, terlihat sangat canggung berbeda dari beberapa jam sebelumnya.

Wistara menoleh, "Kamu duluan saja."

"Baiklah, Sabil hanya ingin bertanya. Sejujurnya perasaan Mas Tara ke Sabil itu bagaimana?" tanya Sabil dengan suara lirih.

"A-aku belum tahu. Aku masih bingung dengan perasaanku sendiri."

Ada rasa kecewa dalam diri Sabil mendengar jawaban dari Wistara yang terkesan labil. Dari tindakan Wistara, Sabil bisa sangat percaya bahwa Wistara juga akan memiliki perasaan yang sama untuknya. Tapi dari hati? Sifat? Perkataan? Apakah semua bisa dapat dipercaya?

"Tunggu aku sebentar lagi ya." ucap terakhir Wistara yang hanya dibalas anggukan oleh Sabil. Keduanya pun diliputi oleh keheningan, tidak ada lagi yang berniat membuka suara.

~~

"Terima kasih atas pertemuan singkatnya malam ini, sangat istimewa haha." ucap ayah Sina kepada Owen.

"Aku yang seharusnya berterima kasih, sering-sering kemari ya! Kita tanding catur lagi." timpal papa Owen.

Mereka semua kembali ke kos dengan keadaan yang jauh berbeda dari sebelumnya. Ayah Sina dan Bunda Jehan merasakan itu semua, kedua anak muda ini terlihat sedih, namun tetap diurungkan untuk sekadar bertanya. Biarkan itu menjadi urusan mereka sendiri.



Jangan lupa voteee guyss~
Maaf kalau ada beberapa yang typo dalam tulisannya.

Terima kasih🥰

Blue Orangeade (WinnySatang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang