Mulai Berdamai

497 46 2
                                    

Hanya ada satu kata yang ada di pikiran Wistara saat ini yaitu kedamaian. Entah kenapa kata itu terlintas dibenaknya setelah mengalami beberapa tekanan dalam hidupnya.

Wistara hanyalah seorang remaja yang bertumbuh menjadi dewasa dengan menutup telinga, mulut dan mata. Membuatnya merasa bahwa semua harus dipendam sendiri dan orang lain tidak berhak mengetahui kegelapan dalam hidupnya.

Semua pandangan itu berubah saat bertemu dengan Sabil, sosok bocah gila yang Wistara temui saat masa ospek. Sifatnya yang resek dan ceria, terkadang membuat siapapun yang berada didekatnya juga akan ikut merasa terhibur dan bahagia. Siapa sangka bahwa sosok itu sudah menjadi salah satu faktor kebahagiaan seorang wistara secara tidak langsung.

Hanya Sabil dan keluarganya yang dapat Wistara percaya tentang cerita kelamnya ini dan berharap kedamaian dalam hatinya bisa selamanya seperti ini.

~
Setelah berpamitan dari rumah Sabil, Wistara memutuskan untuk kembali pulang ke rumah karena waktu yang sudah larut malam.

Wistara masuk ke dalam rumah yang dulunya sangat asri, melihat kegelapan yang tersisa hanya ruang kerja Papa yang masih bersinar. Dapat Wistara lihat kondisi Papanya yang duduk di kursi tempat kerjanya menatap ke arah depan dengan tatapan kosong.

Ada rasa iba dalam benak Wistara melihat keadaan Papanya seperti itu, tapi enggan walaupun sekadar untuk bertegur sapa dengan sang papa dan berakhir melangkahkan kakinya menuju kamar.

Cahaya hangat matahari terlihat mengintip pada celah-celah tirai, Wistara sudah terbangun sedari tadi, namun masih enggan untuk turun dari ranjangnya yang nyaman.

Tercium aroma yang membuat perut kosong itu memunculkan suara nyaring. Dengan berhati-hati Wistara mulai melangkahkan kakinya menuju ke arah dapur, melihat Papa Owen dengan celemek yang melilit tubuhnya dan tangan yang telaten memasukkan bumbu pada masakannya.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Wistara dapat melihat sang papa dengan baju santai rumahan dan meluangkan waktu untuk memasak sarapan di dapur.

~
"Papa, Mamaa, Tara sudah laparrr" rajuk sosok anak kecil yang berlari dengan baju yang lusuh memeluk kaki mamanya.

"Heii sayang, mandi dulu ya. Setelah selesai nanti akan mama panggil." tutur lembut sang mama yang terlihat menurunkan tubuhnya sejajar dengan tubuh sosok kecil yang bernama Wistara.

"Tidak mau, hehe." ejek Wistara kecil berlari ke arah papanya.

"Jagoan papa kok nggak nurut sama mama sih. Katanya sayang mama. Kalau Tara mandi sekarang, papa janji nanti kita beli mainan baru."

Mendengar ucapan papanya, Wistara kecil langsung bersemangat dan berlari menuju kamar mandi sambil melompat bahagia. Kedua sosok yang lebih tua hanya tertawa melihat sikap Wistara kecil.
~

Mengingat potongan masa lalunya membuat Wistara tidak kuasa menahan senyumannya.

"Kenapa tersenyum sendiri seperti itu? Sudah gila ya?" suara berat mengalun di telinga Wistara yang membuatnya tersadar dari lamunan.

"Ayo kita makan bersama, Papa sudah membuatkan makanan favoritmu." lanjut Papa Owen yang sedang menata piring dan sendok.

Canggung, itu adalah kata yang tepat dalam menggambarkan kondisi keduanya saat ini, hanya terdengar dentingan antara sendok dan piring yang saling bersautan.

"Terima kasih pa." ucap Wistara lirih. Papa Owen menoleh, "atas?"

"Semuanya. Selama ini Wistara egois tidak pernah memikirkan kebahagiaan papa."

"Papa yang seharusnya minta maaf atas apa semua hal yang terjadi selama ini. Papa tahu kamu berubah karena kurang kasih sayang dari papa. Papa lebih memilih menghabiskan waktu untuk bekerja yang membuat kita makin lama makin berjarak. Seharusnya papa tidak melakukan itu." jelas Owen dengan perasaan menyesal.

Wistara menarik napas panjang dan masih berat hati, "Tara juga minta maaf pa, kalau memang papa ingin menikah kembali Wistara akan menyetujuinya."

Papa Owen menatap Wistara dengan pandangan yang lembut, seperti yang dilakukan papanya dulu.

"Sejujurnya ini keputusan yang berat. Papa sangat mencintai mamamu dan seharusnya papa tidak mencari penggantinya. Papa tidak bisa terus menerus egois seperti ini jika memang keputusan menikah lagi membuatmu kecewa nantinya. Sedikit demi sedikit, mari kita perbaiki semua, papa tidak akan merasa kesepian lagi, karena masih ada kamu, Tara."

Percakapan yang sangat emosional itu, membuat keduanya saling merengkuh satu sama lain cukup lama, memahami kesalahan yang terjadi diantara keduanya dan memperbaikinya.

"Papa ingat Om Sina?" Wistara bertanya.

Papa Owen menggangguk, "Tentu saja, jelas aku sangat mengingatnya. Bagaimana kamu bisa mengenalnya?"

Wistara menceritakan semua kejadian kemarin saat di rumah Sabil termasuk dengan foto masa muda papa dan mamanya yang membuat Owen merasakan dejavu. Owen sangat rindu akan masa-masa itu.

"Siapa itu Sabil? Apakah dia kekasihmu?" tanya Papa Owen kembali dengan ekspresi menyebalkan.

Wistara malu mendengar pertanyaan papa nya itu,
"Bukan pa, Sabil itu teman Wistara. Papa mau ketemu sama Om Sina tidak?"

"Boleh, sudah lama aku tidak mendengar kabar bocah itu."

"Baiklah, nanti Wistara akan coba menghubungi Sabil."

Setelah itu, Wistara langsung mengambil telepon genggam yang berada di kamarnya untuk menghubungi Sabil.

Sesuai kesepakatan bersama, Sabil menyetujui nanti malam akan pergi kerumah Wistara bersama kedua orang tuanya.



Jangan lupa voteee guyss~
Maaf kalau ada beberapa yang typo dalam tulisannya.

Jujur, agak lupa sedikit sama alur ceritanya hehe, tapi pasti selesai sampai tamat kok.

Terima kasih🥰

Blue Orangeade (WinnySatang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang