Chapter 18

3.2K 320 70
                                    


Tidak pernah ia sangka sebelumnya jika ternyata ketakutan itu tidak terjadi hari ini, bayangan dari sorot mata yang memancarkan kebencian tidak ia dapatkan hari ini, malah sorot lembut penuh kasih sayang, adakah yang lebih dia syukuri dari ini.

Dia diterima.

Benar benar diterima

Dia, dan masalalunya.

Katanya itu tidak masalah, katanya, dia tidak akan pergi, katanya, dia akan tetap disini, tetap di sampingnya.
.
.
.
.
.

Mereka masih disana, kali ini duduk di soffa di depannya terdapat meja bundar.

"Tapi masih ada yang mau saya katakan sama kamu" Gracia menoleh pelan, sejenak mengalihkan perhatiannya dari sudut kanan ruangan ini, dari sebuah lukisan yang sedari tadi menarik perhatiannya.

Kembali membawa wajahnya untuk melihat Shani. "Apa?"

"Soal kemarin, saat Klinik dokter Feni terjadi kebakaran"

Alis Gracia lantas menaut, kenapa dengan kebakaran itu, apakah Shani mengetahui sesuatu.

"Kenapa?"

"Mereka yang melakukan nya" Seketika mata Gracia lantas terbuka sempurna, apa maksud Shani.

Jadi, kebarakan itu disengaja, apakah mereka mengincar Gracia pantas saja pintu ruangannya terkunci malam itu.

"Shani?"

"Mereka mau mengancam saya"

"Maksud kamu?"

"Lewat kamu, lewat seseorang yang berarti untuk hidup saya!"

"Aku masih ngga ngerti?" Bingung Gracia.

Shani menghela nafas pelan "beberapa minggu lalu, mereka menyuruh saya kembali, saya menolak, lalu saat kita pergi berlibur, mereka juga menyuruh saya untuk kembali, namun  lagi lagi saya menolak, dan mereka menggunakan kamu untuk mengancam saya!" Jelas Shani, mungkin Gracia tidak akan langsung paham, tapi Shani berharap dia tau maksud ucapan Shani kali ini.

"Shan?" Gracia mulai menangkap maksud ucapan Shani sekarang, namun dia tidak siap mendengar lebih jauh lagi, dia takut.

Shani mendekat, ia usap punggung tangan Gracia, ia tersenyum merasakan lembut dari tangan wanita yang begitu ia cintai ini.

"Kamu tau saya mencintai kamu!" Shani tersenyum, usapan pada tangan Gracia masih tak berhenti, ada sesak yang kian menyeruak kala Shani harus melanjutkan ucapannya, ia menghela nafas pelan, namun mau bagaimana lagi "Saya tidak punya pilihan Gracia" Gracia lantas menggeleng, apa maksud Shani tidak memiliki pilihan, apakah dia berniat kembali.

"Kamu mau kembali?"Tanya Gracia pada akhirnya, meski ia berharap Shani menjawab tidak, sungguh Gracia tidak mau Shani kembali, tidak mau.

"Saya tidak punya pilihan lain Gracia"

"Punya! Kamu punya, pilihan kamu adalah untuk tidak kembali" sentak Gracia menjawab cepat ucapan Shani

Shani menunduk selagi menghela nafas  berat, andai saja dia bisa, dia juga mau tidak kembali.

Shani kembali mengangkat wajahnya, menggengam erat tangan kekasihnya ini, "Saya benar-benar tidak bisa menolak dokter, tidak bisa!" Lirih Shani,  jika saja dia bisa maka dia pasti sudah menolak, tidakah Gracia sadar dialah yang menjadi alasan Shani harus kembali.

"Jawab aku, apa alasan kamu kembali, apa yang udah mereka lakuin sampe kamu harus kembali, jawab aku?" Desak Gracia.

"Kamu!" Shani menjawab cepat, mata Gracia lantas membulat dengan mulut terbuka setelahnya "Kamu adalah taruhan yang mereka berikan pada saya, kamu dan hidupmu Gracia" sebenarnya Shani tak mau mengatakan ini, tidak mau Gracia terbebani namun dia tidak memiliki pilihan lain.

"Xavier"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang