_XAVIER_

5.3K 391 210
                                    

Tidak terasa, sudah dua belas bulan, atau jika bisa ku singkat, sudah satu tahun sejak kepergianmu, kepergian seseorang yang begitu berarti untuk hidupku, seseorang yang begitu aku cintai, seseorang yang membuat aku merasakan segalanya, dari bahagia, juga duka yang berkepanjangan.

Jika melihat kebelakang rasanya tidak mungkin bagiku akhirnya sampai pada titik ini.

Sebuah titik dimana aku tak lagi mau memaki takdir, yah titik Iklas.

Benar, kamu tidak salah mendengar, satu tahun yang aku habiskan dengan meratapi kepergianmu, mengutuk tuhan atas takdir kita, hari ini aku memutuskan untuk Ikhlas.

Menerima kenyataan jika kamu, memang telah pergi.

Tidak apa-apa, sungguh, aku sudah menerimanya.

Shani, seseorang yang paling ku cintai, bagaimana kabarmu di atas sana, apakah kehidupan disana jauh lebih menyenangkan?

Aku rasa begitu, buktinya kamu tidak kembali lagi.

Tidak kok, aku tidak marah, sungguh aku sudah memafkanmu, hanya saja jika nanti kita bertemu lagi aku ingin sekali menamparmu, apa kamu tau aku lelah menangisimu, sebagai gantinya aku ingin sekali memukulmu, jadi bolehkan?

Tapi Shani, maafkan aku karena ternyata setiap hari aku selalu merindukanmu, ntahlah sulit sekali melupakan kamu.

Tidak kok, aku tidak berniat menghilangkan kamu dari hidupku, hanya saja sejenak aku ingin merasa bebas dan tidak merindukanmu, tapi nyatanya aku masih saja selalu rindu.

Tidak apa-apa sekarang aku sudah terbiasa, aku juga menyukai perasan itu.

Shani, kamu menyuruhku melanjutkan hidup, dan aku melakukannya, aku juga tidak menyukai orang lain sebanyak aku menyukaimu, karena apa, karena aku tidak bisa melakukannya.

Kamu jangan marah, selepas kamu pergi banyak sekali laki-laki datang menyatakan perasaan nya padaku, tapi tidak ada yang bisa membuat dadaku berdebar seperti saat aku bersamamu.

Bagaimana ini Shan, apa aku harus melanjutkan hidupku sendiri saja.

Rasanya aku memang harus sendiri selamanya.

Kamu benar-benar berhasil pergi dengan membawa perasaanku seutuhnya, habis dan tidak tersisa.

Tapi Shani, aku tidak menyesal, baik dulu dan hari ini, aku masih sangat mencintaimu.

Shani, tenang disana, aku sudah baik-baik saja.

.
.
.
.
.

"Selamat pagi dokter Gracia"

"Iyah selamat pagi" Gracia tersenyum membalas sapaan perawat rumah sakit saat mereka tengah berpapasan.

Dia berjalan bersama beberapa perawat lainnya menuju salah satu ruangan pasien, melakukan pemeriksaan rutin.

Pintu telah di buka, kamar salah satu pasien anak berumur 8 tahun, yang tengah mengalami sakit demam berdarah.

Gracia tersenyum menghampiri anak itu, "Hai Agas gimana kabarnya?" Tanya dokter muda itu sebelum melakukan pemeriksaan.

"Masih agak pusing dokter" Jawab anak itu, Gracia semakin tersenyum membalas Agas "Dokter periksa dulu yah" anak itu mengangguk saja.

Gracia mulai memeriksa kondisi agas, setelah selesai ia kembali mengalungkan stetoskopnya.

"Gimana kondisi Agas dokter?" Tanya wanita di samping anak laki-laki itu, ibunya.

"Kondisi Agas sudah lumayan stabil, tapi masih belum bisa pulang, mungkin sekitar dua sampai tiga hari lagi sampai benar-benar pulih, tapi tidak ada yang perlu di khawatir kan, asal dia mau makan tepat waktu dan ngga bandel minum obatnya" Jelas Gracia pada orangtua Agas.

"Xavier"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang