Pendapat Yang Berbeda

34 7 3
                                    

Fara tahu bagaimana keras ayahnya menentang agar Fara tidak mengenal yang namaya pacar. Fara tahu maksud ayahnya itu baik, agar anaknya yang bandel ini tidak terjerumus ke jalan yang salah. Tapi apa yang Fara rasakan tentang perasaan yang umum di kalangan remaja ini tidak dapat dia hindari. Jatuh cinta saat remaja adalah sebuah euphoria tak tertahankan, dan terlalu menarik untuk dilakukan. Fara tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk melawan hal tersebut, karena tentu saja remaja sepertinya akan penasaran dengan segala sesuatu yang baru.

Dan ketika hatinya memutuskan untuk jatuh pada Gala, tidak ada yang bisa Fara lakukan. Dia hanya bisa merasakan bagaimana detak jantungnya berdetak lebih cepat saat berada di dekat cowok itu, perasaan yang sangat bahagia saat membalas chat random dari cowok itu, perasaan yang terasa sangat membara dari waktu ke waktu, perasaan yang sulit dijelaskan tetapi sangat candu untuk dirasakan.

Maka dengan begitu hubungannya bersama Gala ini ia simpan rapat-rapat tanpa satu orang pun tahu (tapi tentu saja dua teman laknatnya itu tahu). Tapi, seperti kata pepatah, bangkai yang ditutup serapat apapun akan tetap tercium suatu saat nanti. Dan untuk kesekian kalinya Fara berbohong, dalam waktu dekat pasti akan terbongkar.

Sejauh ini Fara selalu hidup dengan kebohongan. Izin kerja kelompok padahal dia hanya bermain-main di rumah temannya, ini terjadi tidak sekali dua kali, tetapi berkali-kali. Banyak sekali ucapan bohong yang keluar dari mulutnya, dan Fara tidak bisa mengendalikannya. Memang benar, sekali kita berbohong akan ada kebohongan-kebohongan lainnya yang menyusul.

Tapi kian kemari Fara mencoba untuk tidak lagi berbohong. Namun lagi-lagi dia harus di hadapkan dengan pilihan yang membuatnya harus berbohong lagi. Ayah dan Ibu sudah menasihati berkali-kali agar Fara berkata jujur, dan Fara kini sedang berjuang, Fara berjuang melawan dirinya sendiri untuk berhenti berbohong.

Tapi, melawan diri sendiri itu sangat sulit.

Betapa Fara ingin mengadu kepada ayahnya kalau, Fara sangat sulit mengendalikan dirinya. Sangat sulit menyamakan tekad dan cara kerja otaknya. Sangat sulit membuat otaknya itu mengerti kalau Fara harus banyak berubah.

Kelakuannya yang selalu merepotkan itu harus dirubah, cara berpikirnya itu harus dirubah, pandangannya harus dirubah, semuanya harus dirubah. Fara harus berubah menjadi lebih baik lagi. Tapi dengan kebiasaannya yang begitu, sulit sekali orang lain percaya padanya. Sulit sekali membuat orang lain tahu kalau dia ini sedang bekerja keras.

Fara memang orang jahat. Fara memang payah. Fara memang lemah. Fara memang selalu merepotkan. Fara memang sangat sulit untuk berubah. Tapi, Fara harus bekerja keras lagi, agar ayahnya bangga, agar bundanya bangga, agar ibunya tahu bahwa Fara bisa berubah dan menjunjung tinggi nama orang tuanya.

Tidak dipungkiri tekad besar itu kini memadam di depan kejadian yang mengharuskannya untuk lagi dan lagi berbohong.

"Gala itu siapa?". Hanya ada Fara dan ibu di meja makan malam ini, ayahnya belum pulang dari bekerja.

Fara urung menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutnya saat pertanyaan dari ibunya mengudara.

"Temen".

"Yang benar, gausah bohong!".

Fara menjejalkan sisa nasi dengan cepat tanpa ingin membalas ucapan ibunya, karena percuma. Dengan cekatan ia berdiri membawa piringnya ke baki cuci piring sebelum dia terjebak dalam percakapan yang akan dilanjut ibunya.

"Baru SMA belajar yang bener dulu gausah pacar-pacaran, ayahmu itu ngak kasih ijin buat kamu pacaran. Jaman sekarang anak laki-laki itu ngak sama kayak dulu".

Dari meja makan Patma, ibu Fara masih terus dengan argumennya. Dan setiap kali saat itu terjadi kepala Fara terasa sangat berat, karena setiap perkataan ibunya akan terulang kedua kalinya di dalam kepala, begitu terus berulang-ulang dari satu menjadi dua, lalu berkembang tiga, empat seperti gelembung yang memenuhi seluruh kepalanya.

Euploea MidamusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang