Kita Sudah Punya 'Waktu'

25 7 3
                                    

Hari ini seperti pembicaraan sebelumnya Fara datang ke Kafe untuk mempelajari apa saja yang harus dia lakukan sebagai pelayan. Pukul delapan pagi saat keluar dari rumah Fara menemukan Gala yang sudah duduk di atas jok motornya dengan setelan kaos putih dan celana jeans hitam. Kemudian dengan langkah cepat Fara menghampirinya yang sudah melemparkan senyum saat melihatnya.

"Kamu kok nggak bilang udah sampe, nggak masuk rumah lagi?". Todongnya dengan pertanyaan membuat Gala menarik senyumnya lebih lebar.

"Aku mau meminimalisir sebuah tindakan yang nantinya bakalan bikin kamu terlibat masalah lagi".

"Kalau tahu gitu ngapain tetep jemput? Kan aku udah bilang nggak perlu".

"Tapi aku merasa perlu untuk memastikan kamu sampai ke tempat tujuan kamu dengan selamat, lagian harusnya kamu tuh mengapresiasi aku". Gala membalas sambil mengulurkan helm kepada Fara.

"Mengapresiasi buat apa?"

"Keberanianku lah, tadi juga aku sampe effort buat ke sini tepat waktu sampe belum mandi karena bangun kesiangan, terus sempet dinyinyirin sama kakak lagi pas mau otw". Tangan Fara yang akan menautkan kaitan helm berubah arah jadi menggebuk pundak Gala bersamaan tawanya yang meledak.

Fara tidak tahu mimpi apa dia semalam hingga pagi-pagi begini sudah dibuat senang dengan perbuatan dan perkataan dari seseorang yang disukainya.

"Serius belum mandi?". Fara kembali bertanya disela tawanya yang dibalas kekehan dan anggukan dari oknum yang membuatnya kini tertawa kembali.

"Demi apa? Bau iler dong hahaha..".

"Enggak ya, aku kalo tidur nggak pernah ngiler tadi juga udah cuci muka, gosok gigi, dan pake minyak wangi sebotol". Gala memakai helmnya sembari menunggu Fara selesai menertawakannya. Puas menertawakan kelakuan cowok itu di minggu pagi ini Fara kemudian naik ke boncengan Gala, selepas memastikan Fara duduk dengan nyaman dan aman Gala perlahan menarik tuas gas motornya menyapa tetangga yang kebetulan melintas, anak kecil dengan wajahnya cap iler yang merembet hingga telinga, atau kawanan burung yang berkicau merdu di langit yang biru.

Pagi itu diawali dengan sederhana dan Fara bersyukur atas semua itu. Hari yang mungkin akan melelahkan tapi diisi dengan energi yang berlipat ganda. Fara hanya berharap semoga hingga esok hari semuanya berjalan seperti ini, ketika dia menemukan tidak kesesuaian dengan keadaan maka akan ada orang-orang yang mengerti dan tidak menuntut dirinya dengan segala macam hal-hal yang tidak bisa dicapainya.

Seperti Gala.

Hanya laki-laki itu yang membuat Fara merasa bahagia saat memikirkannya. Hanya dia yang bisa membuat Fara terkekeh geli mengingat apa saja yang mereka lakukan. Hanya dia yang bisa membuat Fara tidak perlu merasa tertekan. Hanya dia laki-laki yang menerima Fara dengan segala kekurangannya. Angin pagi menguarkan wangi khas laki-laki itu. Wangi yang cowok abis, tapi tidak terlalu menyengat seperti wangi ayahnya saat akan pergi kondangan. Milik Gala lebih kalem dan itu membuat Fara mengikis jarak untuk menghirup parfum Gala lebih banyak.

"Gala". Fara sedikit berteriak supaya panggilannya itu terdengar diantara riuh angin.

"Iya?".

"Kamu beneran pake parfum sebotol ya?". Gala terkekeh sambil mencuri pandang lewat kaca spion, dilihatnya perempuan itu juga tertawa di balik pundaknya.

"Emang kenapa?".

"Wanginya ngalahin parfumku". Gala kembali tergelak dan tanpa dirinya tahu—karena memang tidak menatap kaca spion, Fara semakin mengikis jarak hingga tepat di atas pundaknya.

"Tapi aku suka". Ucap Fara dengan nada yang lebih lembut, mendengar itu bagai desau angin Gala menatap kaca spionnya dan mendapati perempuan itu tersenyum hangat kepadanya.

Euploea MidamusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang