Kepercayaan Ibu

21 8 3
                                    

"Buat apa pindah kerja? Udah bagus di pak Mansyur mau terima kamu kerja malah mau pindah, kamu mau kerja di mana lagi?". Sinetron SCTV yang biasanya membuat Fara greget bukan kepalang kini dihiraukannya. Pikirannya sedang terfokuskan pada diskusi yang dia lakukan bersama ibunya.

"Kalo kerja di Kafe itu bayarannya lebih banyak bu ketimbang di pak Mansyur".

"Itu karena kamunya aja, ada kerjaan bukannya di kerjain malah kelayapan, aslinya kamu tuh bisa loh dapet bayaran gede di pak Mansyur cuman kamu kalo kerja ya gitu, ada kerjaan ditinggal pergi, ada kerjaan nggak dikerjain malah malas-malasan di rumah". Tatap mata Fara tertuju pada layar televisi yang kini menampilkan kedua tokoh yang sedang adu argumen tapi Fara sama sekali tidak tahu apa yang mereka perdebatkan karena kini situasi dirinya juga sedang berdebat.

"Tapi ini lumayan bu bisa buat tambahan bayar uang ujian kelas dua belas nanti, belum lagi kalau ada rekreasi aku bisa nabung dari sekarang".

"Lah itu kamu tahu, tapi selama ini kerjaanmu itu nggak serius".

"Bukannya nggak serius bu, waktunya kan juga mepet aku juga ada ektrakulikuler di sekolah". Dari awal Fara mengutarakan niatnya untuk pindah bekerja Fara tahu itu tidak akan mudah, apalagi nanti dia akan bekerja hingga larut malam. Tapi Fara sudah mengambil keputusan bahwa apapun yang terjadi dia akan berusaha untuk mendapatkan izin dari orang tuanya.

"Terus kalau kerja di Kafe kerjanya dari jam berapa?".

"Karena aku masih sekolah pemiliknya bakalan kasih waktu dari pulang sekolah, terus pulang kerjanya juga nggak terlalu malam juga kok".

"Belajarmu gimana? Kalo dari pulang sekolah sampai malam mana bisa belajar?".

"Nanti aku coba omongin sama yang punya Kafe aku bakalan minta keringanan waktu lagi, tapi ibu kasih izin kan?". Fara kini menatap ibunya dengan penuh harap.

Ibu tidak langsung menjawab tampaknya masih berpikirlebih lanjut dan Fara masih setia diam menunggu. "Bilang ke ayahmu dulu, percuma ibu izinin tapi ayahmu ngelarang".

Fara hanya bisa menghela napas panjang mendengar akhir dari percakapannya dengan ibu.  Kemudian dengan langkah pelan dia kembali menuju dapur meninggalkan secarik kertas lowongan di atas meja, masih ada piring kotor yang belum selesai dicuci. Setidaknya sambil mencuci piring-piring ini Fara bisa memikirkan banyak hal, sekaligus memikirkan cara agar ayahnya juga memberi izin.

°○○○°


Siang sepulang sekolah Fara segera menuju Kafe seperti kesepakatan dengan calon bosnya kemarin. Untuk saat ini Fara harus memastikan dirinya diterima bekerja di sini, dan untuk ayah, Fara punya alasan yang nantinya akan sulit untuk digugat oleh ayahnya. Sesampainya di sana Fara harus menunggu laki-laki itu selesai mengecek laporan keuangan Kafe. Lima menit duduk memainkan ponselnya, kemudian beralih menatap sekitar dan saat itu Fara melihat Raga sedang berbicara serius dengan pegawainya. Sempat bersitatap sebelum Fara memutuskan menolehkan kepalanya kembali menatap ponsel. Fara pikir laki-laki itu akan lama jadi untuk mengalihkan rasa bosan menunggu dia beranjak menelusuri segala penjuru Kafe ini.

Selain kualitas yang terjamin, bar Coffee yang aromanya harum dan pemandangan yang menyejukkan mata pelayan di Kafe ini juga sangat baik. Tidak terhitung salah satu barista perempuan super ramah dan baik itu menghampirinya untuk menawarkan Coffee late yang dibuatnya.

"Biar lo tahu kalo Coffee di sini tuh luar bisa nikmat, Raga sendiri yang ngajarin barista di sini meracik kopi". Katanya pada Fara yang kini mengikuti langkah Mbak Bianca menuju alat alat dan berbagai macam jenis kopi berada.

"Mbak Bianca juga belajar dari dia?". Tanya Fara sambil menunjuk ke belakang tempat laki-laki itu masih berdiri berkutat dengan buku yang di pegangnya.

Euploea MidamusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang