Sendu yang Menyenangkan

19 6 4
                                    

Dua jam mata pelajaran terakhir para guru mengadakan rapat dadakan entah membahas apa. Hal tersebut tentu saja disambut dengan lapang dada oleh seluruh murid seantero sekolah, karena mereka pasti akan dipulangkan lebih awal dari jam seharusnya. Bahkan Yanto(anak paling resek dan berisik macam anak perempuan di kelas Fara) sudah memapankan diri dengan tas selempangnya yang sudah di atas pundak dengan senyum lebar. Namun apalah daya ketika pak Bahrun-guru Biologi kelas sepuluh dan sebelas yang suka sekali memberikan tugas segunung berkata.

"Kerjakan soal pilihan ganda, essay, dan uraian halaman dua puluh enam dan dikumpulkan! Saya ada rapat".

Yanto yang sudah siap melangkahkan kaki keluar dari ruangan menyesakkan ini dibuat melongo. Bahkan senyum joker yang tadi menghiasi wajahnya pun telah luntur tanpa sisa.

"Lah pak, bukannya pulang ya?". Yanto protes disela lenguhan teman lainnya yang keberatan dengan tugas yang diberikan.

Mendengar protesan dari salah satu anak muridnya yang suka bikin onar pak Bahrun memincingkan mata di belakang kaca matanya yang tidak memiliki kaca.

"Siapa yang bilang? Bapak kepala sekolah tadi mengatakan lewat grup WA para guru, untuk memberikan tugas pada anak-anak dan jam pulang harus tepat waktu seperti hari biasanya". Yanto berdecak, kemudian dengan gerakan tidak berdaya dia menghempaskan tubuhnya ke bangku dengan guremelan yang hanya bisa di dengar teman sebangkunya. Hanya dengan pak Bahrun anak itu kicep tanpa banyak cerewet.

"Nanti kalau waktunya masih banyak silahkan dilanjutkan uji kompetensi bab selanjutnya, jadi besok tinggal kita bahas bersama dan saya terangkan!". Tambah pak Bahrun, yang membuat seluruh siswa kembali mengeluh dengan decak frustasi tertahan. Seakan tuli dengan suara keberatan para muridnya pak Bahrun menenteng latop dan beberapa buku yang tadi dibawanya keluar kelas.

"Tuh orang nyadar nggak sih kalau dia nyebelin banget". Fara berkata ketus sembari membuka kembali buku Biologi yang tadi ditutupnya dengan jengkel.

"Lebih parah pak Fikri sih". Bila menyahut dari sebelahnya yang langsung mendapatkan decakan keras dari Hani yang memutar bangkunya ke arah belakang dengan kasar setelah mendengar nama guru paling keramat disebut. Mungkin dari sekian banyak murid yang tidak menyukai pelajaran Fisika beserta gurunya, hanya Hani yang paling super benci dengan orang itu. Karena wajar saja sih sewaktu ujian sudah dua kali guru itu menjadi pengawas dan Hani dua kali pula kena semprot pak Fikri karena kepalanya yang tak mau diam menengok beberapa arah.

Lagian sebenarnya itu berlebihan, siapa juga yang betah dua jam duduk tanpa menggerakkan kepala. Memang dasarnya pak Fikri itu nyebelin, tapi untung ganteng dan masih muda. Oh tapi tetap saja bagi Hani meskipun guru itu ganteng dan masih muda, sekali dia tidak suka yasudah. Tidak ada nego.

"Eh nggak usah dikerjain aja nggak sih? Lagian waktunya nggak bakalan cukup buat ngerjain soal segini banyaknya belum ntar isiannya harus lengkap". Tiba-tiba saja Ratinda dari bangku sebelah berucap membuat gerakan tangan yang akan bergerak menulis jawaban terhenti. Bahkan ada yang langsung menutup bukunya dengan semangat dan memberikan argumen pendukung. Silvara namanya.

"Nah iya bener, lagian kalo udah selesai pun bakal dikoreksi minggu depan".

"Nanti bilang aja belom kelar ujung-ujungnya bakalan dibuat tugas rumah juga". Hana ikut menyahut. Sehingga dengan banyaknya suara yang mendukung agar tidak dikerjakan dan dibuat tugas rumah maka itulah yang terjadi.

"Eh Ra nanti kalo jadi, gue sama Bila mau ke Kafe tempat lo". Fara yang sebelumnya menertawakan bubble chat dari Gala yang membuatnya geli menolehkan kepalanya dengan cepat ke arah Hani.

"Oh boleh tuh, dijamin bakalan suka banget sama tempatnya tapi gue nggak bisa nemenin kalian soalnya kalo sore sampe malem lagi rame ramenya".

"Kita ke sana emang tujuannya liat tempat Kafenya bukan mau mengunjungi lo".

Euploea MidamusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang