Bogor, 17 Agustus 2022
Siapa sangka kenalan Fara saat masih SMP juga melanjutkan sekolahnya di sini. Dan entah bagaimana saat melihatnya di sini banyak sekali perubahan yang terjadi padanya, dari postur tubuhnya yang jadi lebih tinggi, bahu yang lebih lebar, rambut yang berubah model, warna kulitnya yang lebih putih, wajah yang lebih dewasa dan tentu saja tambah ganteng, bibir tebal yang berwarna pink alami karena Fara tahu dia tidak bisa menyentuh yang namanya nikotin.
Gala.
Dia dan sejuta sifatnya yang selalu bisa menjebak Fara di dalam sebuah dimensi yang tidak biasa. Perkenalannya dan Gala bukan sesuatu yang penting seperti pertemuan Jack dan Rose di kapal Titanic yang membawa mereka ke dalam sebuah cinta hidup dan mati. Tapi entahlah, seperti keajaiban Gala selalu bisa menemukannya dan mengajak Fara berbincang lalu membawa masuk ke dalam dunia cowok itu.
Dua kali Gala berhasil membawanya, dan kini, kini Gala kembali menemukannya.
Selepas upacara bendera hari kemerdekaan Indonesia seperti biasa sekolah selalu mengadakan berbagai macam lomba untuk meramaikan hari bersejarah ini.
Suara teriakan siswa-siswi mendukung teman satu kelasnya yang sedang berjuang memakan krupuk digantung tanpa tangan itu sama sekali tidak membuat Fara tertarik, tapi setidaknya melihat kehebohan ini membuat Fara jadi memiliki kegiatan. Hani dan Bila sudah berkumpul dengan teman lain yang akan mengikuti lomba estafet air berkelompok.
Fara yang sibuk memerhatikan sekitar dengan sedikit sisa tawa melihat teman laki-laki nya yang nyungsep tersandung karung dikagetkan dengan tepukan ringan di pundaknya. Fara menoleh menatap laki-laki yang melempar senyum manis kepadanya.
"Fara kan?". Suara itu ternyata juga berubah dari terakhir kali Fara mendengarnya.
"Gala".
"Apa kabar?". Gala Mahendra cowok itu selalu bisa membuat Fara tercengang dengan tampang bodoh karena apa yang dilakukannya. Bahkan saat dia hanya berbicara seperti ini.
"Baik, kamu.. sekolah di sini juga?". Fara mundur satu langkah agar Gala tidak mendengar betapa cepat detak jantungnya kini berdetak.
"Udah dua bulan ngak sih kita sekolah di sini, dan baru aja nyadar kita satu sekolah pas upacara padahal kita tetangga kelas".
"Dunia itu luas". Gala tertawa mendengar jawaban yang keluar dari mulut Fara.
"Ngak nyangka ya kita ketemu lagi". Fara tersenyum tipis mengalihkan pandangannya dari Gala yang masih menatapnya.
"Jodoh mungkin".
Celetukan dari Gala itu berhasil membuat wajah Fara kian memanas, tidak ada yang bisa dia tanggapi selain tertawa kecil, karena tidak mungkin juga dia jungkir balik di depan cowok ini.
"Udah makan Gal?". Sejujurnya ada banyak sekali pertanyaan yang ingin Fara tanyakan pada Gala, mulai dari keadaannya sekarang, kabar babeh Gala yang menjadi guru Informatika di sekolah lain, apakah dia masih suka nengikuti futsal di kompleksnya, atau apakah dia masih sering membeli Cuwangki yang lewat di depan rumahnya, tapi justru yang keluar adalah kalimat itu, kalimat yang sudah umum digunakan pada setiap keadaan.
"Udah, kamu sendiri?".
"Aku juga udah".
Fara benar-benar bingung harus membicarakan apa lagi setelah dialog singkat itu berkali-kali Fara ingin membuka percakapan tapi rasanya mulutnya kini kaku, Fara bingung sendiri jadinya dan Gala juga sejauh ini masih diam belum memulai percakapan pandangannya kini tertuju pada teman-temanku yang saat ini berlomba melawan kelas lain.
Sudah beberapa kali Fara membuka mulut akan melontarkan sebuah pertanyaan tapi urung, Fara kembali diam tidak melontarkan pertanyaan apapun dia kembali menatap tengah lapangan yang panas dan penuh sesak dipenuhi seluruh warga sekolah dengan berbagai kegiatan yang mereka lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Euploea Midamus
أدب المراهقينSebuah buku yang diciptakan oleh Fara hanya untuk mengenang semua warna yang ada di hidupnya. Pertemanan, cinta, keluarga, dan diri sendiri. Sebuah buku yang baginya penuh luka tapi ternyata karena buku itu semuanya jadi terasa lebih ringan untuk Fa...