Pada gelapnya malam dan dinginnya angin yang berhembus dari atas motor abang ojek, Fara diterkam rindu yang tiba-tiba datang. Lagu terakhir yang didengarnya di Kafe membuat hatinya jadi rindu setengah mati pada Bunda, karena lagu itu lah yang Bunda suka semasa hidupnya.
Suara debuman drum bang Jay, petikan gitar Raga dan suaranya yang sangat emas seakan-akan berputar hingga kini di kedua telinganya. Fara tidak tahu alasan kenapa Raga memilih lagu itu di malam yang cerah ini. Entah dia menyukai lagu lawas tersebut atau mungkin request dari salah satu pengunjung malam ini Fara tidak tahu pasti. Karena dia sibuk tercengang begitu mendapati instrumen lagu Always Somewhare milik Scorpions itu memenuhi seluruh penjuru Kafe. Dan ketika suara Raga terdengar Fara seperti kehilangan kata-kata untuk mengekspresikan perasaannya saat itu. Perasaannya terasa campur aduk dan Fara jadi rindu pada Bunda.
Begitu sampai di rumah ia langsung menuju kamar dan ingin beristirahat lebih cepat karena badannya yang terasa pegal semua. Tapi setelah bermenit-menit dia mencoba untuk memejamkan mata, kantuk masih juga belum menghampirinya. Ia justru merasa rindu pada Bunda membekap dirinya begitu kuat hingga ingatan itu muncul kembali di langit-langit kamarnya yang gelap.
Ingatan yang tak pernah utuh.
Fara tidak tahu pukul berapa, yang pasti dini hari itu suasana rumah yang seharusnya sepi karena orang-orang rumah masih tidur justru terdengar ramai beserta lampunya yang menyala membuat Fara yang saat itu berumur tujuh tahun terbangun dari tidurnya. Dia tertidur di depan televisi setelah pulang dari rumah sakit menjenguk dan menemani Bundanya yang dirawat karena radang tenggorokannya semakin parah. Di rumah ini Fara tinggal bersama kakek, nenek, tante dari pihak Bunda. Tapi karena kemarin dia, Ayah, dan Bunda, keluarga kecil mereka baru saja kehilangan adik Fara yang baru lahir, kemudian ditambah Bunda yang kembali masuk rumah sakit setelah satu minggu pulang ke rumah membuat om, tante adik ayah, dan kerabat lain menginap di sini.
Fara sebenarnya tidak tahu atas apa yang terjadi pagi itu, ketika suara isak tangis mengudara dan merambat hingga telinganya Fara tetap diam dengan posisi tidur. Mendengar beberapa kalimat yang mengatakan tentang sebuah kehilangan membuat jantung Fara berdegup kencang tapi dia masih tidak berani untuk bangkit dan bertanya ada apakah gerangan. Hingga Fara mendengar suara langkah kaki mendekat diantara suara tangis yang semakin jelas, Fara mengubah posisinya menjadi telungkup. Kemudian sayup-sayup ia mendengar suara om Dimas—adik terakhir dari Bunda memanggilnya berkali-kali, tapi Fara masih enggan untuk menjawab atau membalikkan tubuhnya. Tiba-tiba terasa ada yang menekan pada rongga dadanya.
Perlahan om Dimas mengatakan kalimat tersebut, kalimat yang menyatakan bahwa dia kehilangan Bundanya pagi itu.
"Bunda udah nggak ada Fara..".
Suara om Dimas parau dengan isak tangis tertahan merengkuh pundak Fara yang bergetar hebat sedetik kemudian. Lalu saat kalimat yang sama terdengar untuk kedua kalinya pecah sudah tangis Fara bersama tangis tantenya yang saat itu berada di bawah bingkai pintu tengah.
Lalu gelap.
Fara tidak bisa mengingat apapun lagi selain pelukan dari om Dimas dan tante Yuli dan juga tangis yang mereka urai bersama. Yang Fara ingat selanjutnya adalah saat ia di pangkuan kakek yang memeluk dirinya dengan erat bersama dengan nenek yang menangis di atas kursi rodanya. Kemudian Fara seolah melihat dirinya yang menangis keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Euploea Midamus
Teen FictionSebuah buku yang diciptakan oleh Fara hanya untuk mengenang semua warna yang ada di hidupnya. Pertemanan, cinta, keluarga, dan diri sendiri. Sebuah buku yang baginya penuh luka tapi ternyata karena buku itu semuanya jadi terasa lebih ringan untuk Fa...