"Habis jamnya pak Amir aku ada pelatihan paskib sama anak-anak".
Fara yang sibuk dengan semangkuk mie ayam kini mengangkat kepalanya menatap Gala yang sedang menghabiskan satu cup es krim vanila.
"Jadi kamu bakal pulang telat nanti?".
"Udah pasti telat Ra, biasanya makan dua sampai tiga jam baru pulang, pas mau adzan maghrib".
"Hari ini kamu sibuk banget loh Gal, dari tadi pagi jadi petugas upacara, habis itu ikut rapat OSIS, sekarang masih harus ikut pelatihan paskib juga, kamu ngak cape apa?". Gala tersenyum tipis membuang bungkus es krimnya ke tempat sampah terdekat kemudian kembali menatap Fara yang masih setia menatapnya.
"Hari senin kan selalu padat jadwalnya, dan juga aku udah biasa ngikutin kegiatan kayak gini, lagian biar ada kerjaan".
"Saking banyaknya kerjaan istirahat mu juga jadi kurang Gala".
"Udah kamu ngak usah khawatir gitu, aku ini laki-laki". Mendengar jawaban Gala, Fara menyudahi acara makannya kemudian melipat kedua tangan di atas meja.
"Terus kalau kamu laki-laki ada jaminan kamu ngak bakalan ngerasain yang namanya capek?". Gala tidak langsung membalas ucapan Fara, pandangannya kini berlari menuju daun-daun pohon yang bergerak berirama akibat hembusan angin, dan sebelum Gala menjawab Fara lebih dulu melanjutkan kalimatnya.
"Aku tahu apa yang kamu lakuin itu buat memenuhi ekspetasi babeh kamu, tapi ada kalanya kalo kamu itu jalan pelan-pelan bukan lari kencang yang seperti biasa kamu lakuin, kamu juga harus mikirin kesehatan kamu juga!".
Hening beberapa saat sebelum Gala mengucapkan sangkalan yang membuat mata Fara lebih dalam menatap Gala.
"Kamu pikir selama ini aku lari?".
Ada jeda yang diberikan Gala sebelum dia melanjutkan ucapannya yang membuat Fara terdiam.
"Enggak Ra, sejauh ini aku cuma jalan biasa, mau sekuat apapun aku ngumpulin tenaga buat lari tapi kenyataannya, aku jalan biasa dan tetep jauh dari orang-orang di sekitarku".
Gala dan pandangan hidupnya itu benar-benar membuat Fara tidak bisa mengucapkan apa-apa. Kalau Gala menganggap dirinya selama ini hanya berjalan, lalu bagaimana dengan Fara?, selama ini Fara selalu melihat teman-temannya dan Gala selalu berada di depannya. Dan itu berarti selama ini Fara masih berjalan di tempat. Tempat yang sama. Di belakang teman-temannya. Dan di belakang Gala.
"Aku selalu liat punggung orang lain, bukan orang lain yang liat punggung ku".
Gala, dalam hati Fara berbicara, aku..aku juga selalu melihat punggung orang lain di depanku, aku juga selalu melihat punggungmu, kamu yang jelas-jelas bekerja keras lari sekencang mungkin agar bisa berdiri di tempatmu sekarang berdiri menganggap selama ini kamu masih berjalan, lalu bagaimana dengan aku yang melihat punggungmu?
"Aku muak sama kenyataan itu Ra".
Yang bisa Fara lakukan hanya diam dengan isi kepala yang penuh. Bahkan sampai Gala pergi meninggalkannya Fara tak kunjung memberikan reaksi apa-apa. Dalam kepalanya saat ini ada banyak sekali kalimat menyakitkan yang berputar seperti kaset rusak, mendenging- denging.
Berubah.
Satu kata itu membuat dadanya terasa sesak dan tiba-tiba saja Fara rasanya ingin berteriak kencang karena kepalanya terasa penuh dan berat sekali, bahkan Fara rasa seperti ingin meledak, tapi Fara tidak tahu apa yang akan dia teriakan, karena di kepalanya ada banyak hal yang ingin Fara keluarkan. Tapi Fara tidak tahu harus memulai dari mana. Semuanya terlalu rumit untuk di ceritakan, dan Fara masih belum memiliki keberanian untuk berbicara semua itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Euploea Midamus
Teen FictionSebuah buku yang diciptakan oleh Fara hanya untuk mengenang semua warna yang ada di hidupnya. Pertemanan, cinta, keluarga, dan diri sendiri. Sebuah buku yang baginya penuh luka tapi ternyata karena buku itu semuanya jadi terasa lebih ringan untuk Fa...