🌹1🌹

27.2K 939 11
                                    

Selamat datang di cerita baru dengan nuansa yang berbedaaaa.

Ayukk ramaikannn duluu gaesss. Mau lihatt tanggapannyaaa dong.

Suka nggak ya sama cerita ini???

Selamat membacaa!!

Sepasang mata hazel yang di bingkai dengan kaca mata hitam itu berdiri tegak di antara kerumunan para pelayat yang datang mengebumikan jenazah.

Suara isak tangis keluarga almarhum tidak berhenti  terdengar di telinga nya.

Terdengar sangat menyayat hati bagi yang mendengar.
Zara memperbaiki selendang yang jatuh ke bahu nya.

Mata nya menatap gundukan tanah tersebut. Di dalam sana kakak laki-laki nya sudah di kubur dan mungkin arwah nya sudah berada di surga.

Selesai berdoa satu per satu pelayat mulai meninggalkan pemakaman. Sekarang yang tersisa tinggal keluarga Almarhum.

Semilir angin menerpa wajah Zara dengan sejuk. Zara memejamkan mata seketika.

" Ayo Ma. Kita pulang!" Suara bass pemilik kepala keluarga.

Zara menatap keluarga tersebut. Ada orang yang di panggil nya Papa, Mama, adik perempuan nya Zia. Ada dua orang laki-laki. Di antara salah satu laki-laki itu dia mengenal nya. Sedjati Nusantara.

" Mama nggak mau pulang, Pa. Mama mau di sini sama Zidan. Mama nggak mau ninggalin Zidan, Pa."  Perempuan paruh baya itu memeluk gundukan tanah di depan nya dengan cucuran air mata.

Di samping nya ada Zia yang memeluk tubuh sang Ibu.

Di sini hanya Zara yang bergeming. Tidak menangis bahkan tidak mendekat dan berada di antara mereka. Jarak nya sekitar empat langkah dari mereka.

Cukup lama untuk menenangkan Reana. Akhirnya keluarga itu bangkit dan meninggalkan pemakaman.

" Pulang ke rumah!" Perintah itu terdengar pelan namun sarat akan perintah.

Zara bahkan tidak menoleh saat keluarga nya melewati diri nya yang berdiri sejak hadir di pemakaman ini.

Zara menatap laki-laki yang bernama Sedjati Nusantara itu di  balik kaca mata hitam nya.

" Saya tunggu di mobil!"

Zara tidak membalas. Sedjati tidak bisa menilai bagaimana ekspresi perempuan di depan nya. Sedjati meninggalkan pemakaman.

Sekarang tinggallah Zara seorang diri. Angin semakin kencang menari. Selendang nya kembali di tiup angin namun Zara cepat menahannya.

Zara menatap gundukan tanah dengan nama Zidan Odeo Marganda.

Detik itu juga air mata yang di tahan Zara sejak tadi akhirnya tumpah. Zara melangkahkan kaki nya mendekati pusara dengan tertatih. Seakan tulang nya remuk tak berdaya menapak bumi.

Baru dua langkah, Zara kembali berhenti. Ia mengepalkan tangan nya sehingga buku-buku jari nya memutih.

Ia berusaha menguatkan hati agar tidak di lihat lemah. Zara melepas kaca mata hitam dan menghapus air mata yang membasahi pipi lalu kembali memasang kaca mata dan memperbaiki selendang nya.

Zara berbalik lalu meninggalkan pemakaman dengan langkah tegar.

Dalam mobil Sedjati menyaksikan.

Zara membuka pintu mobil belakang.

" Duduk di depan. Saya bukan sopir,"

Zara kembali menutup pintu mobil belakang dan memutar. Ia masuk ke dalam mobil dan duduk di bangku depan.

Mobil tersebut meninggalkan tempat pemakaman. Tidak ada suara. Antara Sedjati dan Zara tidak ada yang memulai percakapan.

Sedjati fokus mengemudi sedangkan Zara fokus menatap ke depan. Kaca mata hitam masih terbingkai di wajah nya.

Mobil Sedjati memasuki gerbang rumah mewah yang merupakan kediaman orang tua Zara. Namun Zara tampak asing dengan rumah ini.

Mereka keluar. Zara mengikuti langkah Sedjati memasuki rumah tersebut.

" Non Zara?"
Zara dan Sedjati berhenti ketika suara panggilan tersebut terdengar. Zara menatap si Mbok yang sudah mengabdi untuk keluarga nya sejak kecil.

Rasa rindu itu menyeruak begitu saja. Zara melepas kaca mata nya dan menatap si Mbok. Senyum kecil pun terpatri di bibir Zara.

Si Mbok tampak terharu dan berkaca-kaca. Si Mbok mendekat dan tidak sungkan memeluk anak majikan nya tersebut. Sedjati menyaksikan. Bagaimana dua orang yang tidak berhubungan darah itu saling melepas rindu. Bahkan setahu Sedjati Momen di depan nya ini tidak ada saat Reana, Marganda dan Zia bertemu dengan Zara.

" Mbok rindu sekali sama Non Zara. Ya Tuhan cantik sekali. Non Zara tampak dewasa dan sangat berubah,"

Zara hanya mengangguk. Namun tangan nya sigap menghapus air mata si Mbok.

" Apa kabar Mbok?" Kalimat pertama yang keluar dari mulut Zara.

" Baik, Non. Si Mbok baik. Non Zara bagaimana? Apakah baik-baik saja selama ini? Kenapa Non tidak pernah pulang?"

Zara tidak menjawab pertanyaan Si Mbok. Suara deheman Sedjati membuyarkan pertemuan haru si Mbok dan Zara.

" Oh Mas Sedjati. Si Mbok sampai lupa menyapa,"

Sedjati mengangguk. Sekilas tatapan nya bertemu dengan Zara.

" Tadi Bapak berpesan kalau Mas dan Non Zara datang di suruh istirahat."

" Terima kasih, Mbok." Sahut Sedjati pelan.

" Sama-sama Tuan," si Mbok kembali menatap Non Zara.

" Kamar Non Zara sudah Mbok bersihkan,"

" Terima kasih, Mbok. Kalau begitu saya ke atas dulu, Mbok!"

" Iya, Non."

Sedjati lebih dulu naik tangga menuju kamar Zidan. Biasa nya kalau Sedjati ke rumah ini. Ia selalu menginap di kamar Zidan. Orang rumah ini juga sudah terbiasa dengan keberadaan Sedjati. Sedjati layaknya sudah di anggap seperti anak sendiri oleh keluarga Marganda.

****

Zara menatap sekeliling kamar nya. Tidak ada yang berubah sejak terakhir kali ia menetap kamar ini. Tepatnya sejak ia tamat sekolah menengah atas. Sepuluh tahun yang lalu. Termasuk waktu yang sangat lama sekali bagi Zara.

Zara beranjak ke meja nakas. Di sana terdapat foto dirinya dan zidan tertawa bersama. Saat itu mereka pulang sekolah dan balapan bersama sepanjang jalan komplek rumah. Masih lekat di ingatan Zara kalau Zidan mengejek Zara karena kalah.

Zara kembali meletakkan foto tersebut. Kemudian mata nya kembali memindai ruangan.

Zara mendekati lemari pakaian. Semua pintu lemari ada kunci nya tergantung kecuali satu pintu.

Zara termenung sesaat. Ia kemudian kembali ke meja nakas dan membuka salah satu laci nya.

Ia mencari kotak yang berisi kunci lemari tersebut.

Ternyata kotak tersebut masih ada dan kunci nya juga. Zara segera mengambil kunci dan memasukkan kunci tersebut ke lemari dan membuka pintu lemari.

Saat pintu lemari terbuka terpampang lah berbagai macam piala, penghargaan dan sertifikat yang di simpan Zara sejak ia duduk di bangku sekolah menengah pertama.

Tidak ada yang tahu dengan pencapaian nya selama itu. Termasuk kedua orang tua nya. Mereka tidak peduli terhadap Zara dan pencapaiannya apalagi prestasi nya sekalipun. Kecuali jika Zara sudah melakukan kesalahan dan keburukan yang mencoreng nama baik keluarga. Maka seluruh atensi kedua orang tua nya akan sepenuhnya kepada diri nya saat itu juga.

Zara tersenyum sinis. Ia kembali menutup pintu lemari tersebut.

Zara merebahkan tubuh nya di atas kasur dan menatap langit-langit kamar. Banyak hal yang sedang berkecamuk dalam pikiran nya saat ini. Bahkan ia tidak tahu harus mengurai yang mana dulu. Kepala nya yerasa penuh.

Zara memejamkan mata namun lama-kelamaan akhirnya ia tertidur. Seperti nya Zara kelelahan menerima keadaan yang datang kepada nya saat ini.

Tbc!
20/10/23

Goresan lukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang