" Sudah siang?"
Djati mengucek mata nya. Zara mendekati ranjang. Ia duduk di tepi kasur.
" Iya. Sudah jam sepuluh. Aku nggak tega bangunin. Abang lelap sekali tidur nya," jawab Zara pelan.
Djati menatap jam di nakas. Memang sudah jam sepuluh. Sangat kesiangan sekali.
" Bagaimana perut nya? Aku pikir minuman semalam bekerja dengan baik,"
Djati menatap Zara. Ia memang belum ada buang air besar sejak minum air ramuan yang di buat Zara.
Walaupun demikian badan nya tetap masih lemas sekali rasa nya.
" Seperti nya sudah sehat," Ujar Djati.
" Abang mau minum obat? Biar lebih yakin aja dan sembuh total. Tadi aku ke apotik."
Djati mengangkat kepala nya menyoroti Zara.
" Seperti nya Abang mau mandi dulu,"
Zara mengangguk. " Biar aku siapkan air nya."
Zara segera bangkit dan masuk ke dalam kamar mandi. Djati membuang nafas kasar. Ia memejamkan mata sembari mengurut pelipis nya dengan gaya menengadah.
" Air nya sudah siap!"
Zara sudah berada di seberang ranjang. Djati membuka mata.
" Terima kasih,"
Djati menyibak selimut. Ia berdiri hendak ke kamar mandi.
" Uumm,---" Djati menatap Zara seakan bertanya.
" Abang mau ke kantor?"
" Ya,"
" Oh begitu. Oke." Angguk Zara. Namun dengan cepat menambahkan. " Apa sebaiknya istirahat saja hari ini? Takutnya nanti di kantor sakit perut nya kambuh,"
Zara ingin sekali menampar mulut nya. Apa hak nya melarang Djati ke kantor. Tapi, ia hanya menyuarakan kekhawatiran nya saja. Tidak salah kan.
" Apa kamu sedang mengkhawatirkan Abang?"
Mulut Zara menganga dengan bola mata membola. Ia seperti gugup di tatap intens oleh Djati.
" Ti..tidak. biasa saja!" Jawab Zara cepat. Ia tidak mungkin menjawab jujur kan. Bisa malu dirinya.
" Abang pikir kamu khawatir," Lirih Djati pelan. Namun masih mampu di dengar Zara.
Apa maksud Djati. Kenapa ia berbicara begitu. Apa itu artinya Djati pengin ia khawatir terhadap kesehatan nya. Apa benar begitu.
Zara menatap punggung Djati yang sudah menghilang di balik pintu kamar mandi.
Zara segera mengangkat bahu nya acuh enggan untuk berspekulasi terlalu jauh. Zara segera merapikan tempat tidur dan mengganti sepray dengan yang baru.
Untuk masalah kamar yang di tempati Zara. Ia memang lebih memilih untuk membersihkan nya sendiri dari pada meminta bantuan Bibi. Ia sudah terbiasa dengan pekerjaan ringan seperti ini. Dan menurut nya lebih rapi dan nyaman kalau ia yang mengambil alih peran tersebut.
Zara berdiri dengan bingung di depan lemari. Ia bingung memilihkan Djati pakaian apa. Entah pakaian rumah atau stelan kantor. Djati tidak menjawab pertanyaan yang di lontarkan nya sebelum masuk ke kamar mandi tadi. Padahal itu akan sangat membantu pekerjaan nya saat ini.
Dari pada bingung Zara memilih kedua nya. Ia menyiapkan pakaian rumah dan pakaian ke kantor. Di taruh di atas kasur kedua nya. Djati bisa memilih ingin memakai yang mana.
Setelah selesai. Zara turun ke bawah menyiapkan sarapan pagi yang tertunda untuk Djati. Sedangkan dirinya sudah sarapan.
Djati keluar dari kamar mandi dan menatap dua pasang pakaian yang berbeda di atas kasur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goresan luka
RomanceAda seperti tak ada Tampak seperti tak nampak Nyata seperti tak nyata. Hidup namun seperti bayangan. Entah memang pernah diharapkan atau tidak. Hadirnya terasa hampa. Tak di pedulikan, tak di perhatikan. Lalu apa gunanya dirinya di lahirkan. Ia t...