🌹35🌹

7.5K 587 20
                                    

Extra part sudah update di karyakarsa.  Silahkan baca  di sana juga gaess

Flashback End

Zara tersenyum sembari menghapus air mata nya. Semua sudah berlalu namun luka dan sakit nya masih terasa sampai sekarang.

" Itu baru awal nya saja. Belum proses bagaimana aku menjalani hidup setelah keluar dari rumah itu,"

Djati terdiam. Hati nya sakit mendengar cerita sedih sang istri. Seberapa dalam luka yang di tanggung istri nya sendirian selama ini. Betapa kuat nya Anzara dalam menjalani hidup nya di luar sana. Djati sangat bangga kepada istri nya.

" Sudah. Jangan di lanjutkan kalau tidak sanggup lagi." Bisik Djati pelan membawa tubuh Zara ke dalam pelukan nya.

Akhirnya tangis Zara tumpah di dada Djati. Tangis yang sejak tadi di tahan nya berlomba keluar.

Djati memejamkan mata sakit mendengar tangisan Zara yang terdengar menyayat. Djati mengusap punggung istri nya. Ia tidak berkata namun ia mendekap erat tubuh Zara.

Setelah merasa tenang beberapa saat, Anzara melepaskan pelukan nya. Mata nya memerah karena menangis.

Djati segera menghapus air mata tersebut.
Zara tidak berani menatap Mata Djati.

" Abang nggak tau seberapa dalam luka sayang. Abang juga nggak tau bagaimana lika liku sayang menjalani hidup di luar sana. Tapi mendengar cerita sayang Abang ini Abang justru sangat bangga sayang akhirnya bisa berada di tahap ini. Dan Abang sangat bersyukur kita di pertemukan dan di satukan lewat tangan Zidan. Abang akan berusaha membuat air mata tidak keluar untuk kesedihan. Namun akan abang buat menjadi air mata bahagia. Abang tidak bisa berjanji. Karena manusia itu tempat nya khilaf. Tapi Abang akan berusaha semaksimal dan semampu Abang. Pegang ucapan Abang!"

Akhirnya Zara mendongak. " Abang janji? Abang nggak akan meninggalkan aku. Abang nggak akan membuat aku sedih. Abang nggak akan menyakiti aku. Apa aku bisa meletakkan kepercayaan ini sama Abang? Apa aku bisa menggantungkan hidupku di dunia ini sama Abang?"

Zara menatap bola mata Djati. " Abang akan berusaha sayang. Jika kamu mau Abang berjanji. Abang akan berjanji demi cinta kita yang akan kita pupuk terus. Demi rumah tangga kita. Demi pernikahan kita. Tolong ingatkan Abang dengan janji ini!"

Zara mengangguk cepat. Ia tidak mendapati kebohongan dari bola mata Djati. Ia bisa merasakan ketulusan dari suara dan tatapan Djati.

Semoga takdir memihak kepada nya!

*****

" Yakin mau pergi?"

Zara mengangguk. " Aku sudah memikirkan ini dengan matang. Aku akan datang. Bagaimana pun mereka orang tua ku. Aku akan berusaha untuk mencoba menerima takdir di masa lalu. Seperti yang Abang bilang kita tidak boleh terlalu mengingat hal hal di masa lalu. Kita fokus ke depan. Jadikan masa lalu sebagai pembelajaran. Aku berusaha ikhlas. Namun semua itu butuh proses. Jadi, jangan terlalu memaksa dan berharap banyak. Ikuti saja seperti air mengalir."

Djati tersenyum mengangguk. " Pintar nya istri Abang ini. Pelan-pelan sayang. Pelan-pelan semua akan membaik. Percaya sama Abang. Sayang hanya perlu membuka hati dan berusaha untuk melupakan hal hal yang menyakitkan. Abang tau ini tidak mudah. Tapi Abang senang karena sayang sudah mau berusaha dan mencoba."

Djati mengusap rambut Zara. Ia sangat senang sekali. Zara bukan tipe wanita yang keras kepala dan semau nya. Tetapi jika di bicarakan baik-baik, semua pasti ada solusi nya.

Saat ini mereka hampir sampai di kediaman Marganda.

" Sebentar lagi kita sampai!" beritahu Djati. Zara mengangguk pelan.

Zara tidak bisa menampik kalau dada nya berdetak keras. Entah apa yang di rasakan Zara sekarang semua nya terasa campur aduk.

Mobil memasuki perkarangan rumah mewah keluarga Marganda. Ingatan kejadian malam itu kembali menyeruak.

Zara seolah kembali ke sepuluh tahun lalu dimana seorang anak perempuan dengan tampilan yang tidak baik-baik saja menggeret koper dengan menerobos hujan deras. Tanpa sadar air mata Zara menggenang. Ia melihat punggung rapuh itu berjalan menjauh dari rumah yang selama ini telah menampung diri nya.

Zara mengerjap saat bahu nya di pegang. Djati menatap Zara khawatir.

" Sayang kenapa? Apa kita balik saja?"

Zara menggeleng.

" Abang serius. Kalau sayang belum siap. Bisa lain waktu saja. Kita tidak perlu memaksa diri seperti ini."

" Nggak papa. Aku oke. Abang jangan jauh-jauh dariku ya!" pinta Zara sarat dengan memohon.

Djati terdiam namun tak urung kepala nya mengangguk. Zara mencengkram lengan Djati berusaha mencari kekuatan.

" Kita turun?" tanya Djati. Zara mengangguk. Sebelum keluar ia menghirup udara sebanyak-banyak nya. Djati turun dari mobil begitu pun dengan Zara.

Djati menggenggam tangan Zara ketika memasuki rumah tersebut.

Zara berusaha untuk tidak melarikan mata nya untuk menilai bangunan yang sedang di pijak nya saat ini. Waktu awal menikah ia juga tidak sempat untuk memperhatikan rumah yang penuh kenangan ini.

" Mas Djati Non Zara!" Panggil si mbok terkejut melihat kehadiran mereka.

Djati mengangguk. Sedangkan Zara berusaha untuk tersenyum walaupun sangat tipis.

" Mama sama Papa ada, Mbok?" Djati yang bertanya. Sedangkan Zara masih diam.

" Bapak sedang di kantor. Sedangkan Ibuk istirahat di kamar nya. Masih sakit belum sembuh sudah beberapa hari ini."

Zara terdiam. Hati nya tergerak untuk bertanya.

" Kenapa tidak di bawa ke rumah sakit, Mbok?"

" Ibu nggak mau, Non. Padahal Bapak sama Non Zia sudah berulang kali ingin membawa Ibu ke rumah sakit. Tapi Ibu keukeh tetap di di rumah aja nggak mau ke rumah sakit."

Zara menatap Djati.

" Mama mau makan, Mbok?"
tanya Djati.

" Sedikit Mas. Sejak pagi juga tidak sampai lima sendok habis bubur nya Mas."

" Kita langsung ke Mama sayang?"

Zara mengangguk. Mereka mengikuti langkah Bibi ke kamar Reana.

" Silahkan Non! Mas!"

" Sendiri apa mau Mas temani?"
Tawar Djati. Zara bingung.

" Lebih baik sayang masuk sendiri aja. Biar bebas ngomong nya. Mas tunggu di luar!"

Zara menatap bola mata Djati. Ia sedikit gamang kalau bicara berdua saja dengan Ibu nya.

" Semua pasti akan baik-baik saja. Percaya sama diri sendiri. Kamu pasti bisa sayangku!"

Akhir nya Zara mengangguk. Ia masuk ke dalam dengan jantung berdebar. Ada rasa rindu menyelinap masuk ke dalam relung hati nya.

Reana tampak berbaring di atas kasur. Reana memejamkan mata. Mungkin sedang tidur.

Anzara mendekat pelan-pelan. Ia bisa melihat bagaimana raut wajah Mama nya yang pucat dan tampak cekung.

Pelan-pelan Reana membuka mata nya. Tatapan mereka langsung beradu. Sunyi dan hening. Tidak ada yang bersuara selain bunyi nafas kedua nya.

" Bahkan sekarang Mama mulai bermimpi, Nak!" lirih Reana terdengar sendu. Ia kembali memejamkan mata.

" Saya nyata!"

Deg.

Reana kembali membuka mata dan menatap tubuh Zara yang masih berdiri seperti yang di fikirkan nya barusan hanya bayangan.

" Anzara!"

Tbc!

19/12/23

Huhhhhhhhh lelahh aku menulis part ini. Kenapa yaa gaess???


Goresan lukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang