🌹37🌹

8.5K 647 35
                                    

Bacaaa extraa part di karyakarsaa yaa gaess. Sudah update di sanaa!!

Reana menutup mulut nya agar suara isakan nya tidak keluar. Tapi mau bagaimanan pun menutupi nya. Bahu Reana yang bergetar tidak bisa di bohongi.

" Kali ini ada masalah apa lagi?"

Marganda menatap istri dan anak nya. Ia memutuskan tatapan nya kepada Zara.

Djati yang seolah mengerti langsung mendekati istri nya dan menggenggam tangan Zara.

" Zia."

Marganda memanggil. Zia segera menoleh dan menatap benci kepada Zara

" Mbak Zara membuat Mama menangis. Aku tidak tahu apa yang di katakan nya kepada Mama."

Zia tersenyum miring. Reana menggeleng. Ia berusaha menjangkau tangan Marganda.

" Pa," serak suara Reana terdengar. Semua mata memandang Reana. Marganda menghampiri istri nya.

" Kenapa? Apa lagi yang di lakukan anak itu sama kamu?" Marganda langsung memberondong pertanyaan. Zara mendengus namun dalam hati nya ia merasa sedih.

" Zara tidak salah, Pa. Mama yang salah. Kita yang salah di sini!"

Marganda terdiam. Ia mengusap bahu sang istri. Reana kembali batuk.

" Mama ke rumah sakit aja!" Zia juga mendekati Reana. Lagi lagi di sini Zara hanya diam memperhatikan. Lihatlah bagaimana keluarga itu berkumpul. Zara memang seperti orang lain yang diam menyaksikan.

Djati merasakan perubahan pada diri Zara. Ia mengusap punggung tangan Zara yang bergetar.

Zara merasa dirinya memang tidak berhak untuk berada di sana. Tidak ada ruang untuk nya.

Zara terpaku saat tatapan menyedihkan Reana bertemu dengan miliknya.

" Anzara!"

Sungguh! Zara tidak kuat. Ia menatap Djati dengan sedih.

" Aku mau pulang!" bisik Zara lirih. Ucapan nya terdengar sama mereka.

Reana langsung menggeleng. " Jangan pergi, Nak. Mama masih kangen sama Zara. Jangan pergi, Zara!"

Marganda hanya diam menyaksikan bagaimana istri nya menangis.

Mereka tiba-tiba panik saat Reana tidak sadarkan diri. Marganda langsung sigap menahan tubuh istri nya.

"Mama. Ma!" Zia tampak panik.

Zara terdiam bagai patung.

" Bawa ke rumah sakit aja pa!" ujar Zia panik. Marganda mengangguk. Lalu segera membopong tubuh istri nya. Mereka keluar dengan tergesa gesa tanpa mengindahkan kehadiran Zara dan Djati.

Zara hampir linglung jika tidak di pegang Djati.

" Abang," air mata Zara menitik.

" Iya Abang di sini!"

Djati memeluk tubuh Zara berusaha menenangkan. Setelah beberapa saat Zara tampak mulai tenang.

" Kita menyusul mereka atau pulang ke rumah?"

Djati merapikan rambut Zara yang acak-acakan.

" Aku mau pulang. Kehadiran ku tidak di butuhkan oleh yang punya rumah ini."

" Sayang jangan bicara begitu. Sayang itu Mama lagi sakit. Sayang nggak mau ke rumah sakit? Beliau pasti menunggu."

Zara menggeleng. " Aku mau pulang!"

" Oke kita pulang!" Djati akhirnya menuruti keinginan Zara. Ia tidak bisa memaksa jika Zara nya sendiri tidak mau.

****

Goresan lukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang