Bagian enam belas

4.3K 270 14
                                    

Pagi itu suasana salah satu kamar rumah sakit cukup bising dengan suara tangisan. Seorang lelaki yang berkepala empat namun wajahnya masih terlihat awet muda itu terlihat menangis dengan memeluk seorang pemuda manis mungil yang juga menangis. Suasana kamar itu sangatlah haru.

"Anak Maee~ hiks" Isak tangis si lelaki.

"Haechanie kemana aja, hm? Hiks..kenapa gak pulang? Mae kangen hiks"

"Mae, Echan hiks..Echan maaf"

Yah, itu ruang rawat Haevie dan yang berpelukan sambil menangis itu Ten dan Haevie.

Melihat anak bungsunya yang sudah merasa sesak akibat terlalu lama menangis, Johnny melerai.

"Hei, sayang, berhenti dulu nangisnya, itu haechan udah sesek" ujar Johnny.

Mendengar perkataan suaminya, Ten langsung melerai pelukannya. Memang benar Haechan atau yang sekarang sering dipanggil Haevie sudah merasa sesak. Kira kira satu jam mereka berdua menangis sejak Haevie terbangun dari tidurnya.

"Maafin Mae ya, sayang?" Tangan Ten membelai lembut rambut Haevie. Haevie menangguk.

Ketika ibu dan anak itu sudah tenang, Johnny memencet tombol yang digunakan untuk memanggil dokter. Tak lama dokter datang dan langsung memeriksa keadaan Haevie.

"Nak Haevie sudah membaik, mungkin besok sudah boleh pulang, tapi tetap banyakin istirahat ya" ucap dokter dan Haevie mengangguk siap.

Dokter kemudian keluar.

"Nah, Haechan sekarang makan dulu terus minum obat"

Haechan bergedik jijik melihat nasi lembek yang ada di mangkok. Dia seketika merasa mual.

"Nggak! Nggak! Nggak! Gak mau bubur, huek" jijik Haevie. Kedua tangannya menutup mulut dan menghindar dari suapan Ten.

"Kan Haechan sakit, jadi makan bubur dulu" bujuk Ten.

"Pokoknya, nggak!" Tolak Haevie.

"Nanti buburnya nangis loh, gimana hayo" bohong Dery.

"Dikata Echan masih anak kecil apa, mana ada bubur bisa nangis" kesal Haevie memalingkan mukanya. Namun mulutnya terbuka pertanda dirinya mau di suapi bubur.

Mulutnya tetap mengunyah bubur yang Ten siapkan. Hingga Bu ur itu tinggal setengah. Saat Ten ingin menyuapkan bubur, Haevie menolak. Dia sudah kenyang.

Haevie mengarahkan pandangannya keseluruhan ruangan hingga matanya menatap sekumpulan keluarga. Kedua netranya langsung berbinar cerah ketika menatap salah satu dari mereka. Senyumnya mengembang. Tangannya ikut terangkat.

"Melk!" Serunya.

Sedangkan disana, Marvie berdiri kaku dengan jantung yang berdebar debar ketika mendengar panggilan kesukaannya itu.

"Melk, peluk" seru Haevie lagi.

Marvie masih berdiam. Matanya terpaku pada Haevie. Masih tak menyangka jika Echan-nya ada di depan matanya.

"Melk gak kangen Echan ya?" Sedih Haevie. Tanganya perlahan turun.

Mendengar itu, Marvie menggelengkan kepalanya kuat dan bergerak menuju Haevie. Kedua tangannya melingkari pinggang Haevie dengan erat. Jantungnya makin berdebar kencang.

"Kangen" ucap lirih Marvie yang hanya bisa didengar oleh Haevie.

Haevie tersenyum. Tangan bergerak menuju belakang kepala Marvie dan mengelusnya. Haevie merasa pelukan Marvie makin kencang di pinggangnya.

Para orang tua yang merasa Marvie dan Haevie butuh waktu itu pun keluar dari ruangan menyisakan dua orang yang masih berpelukan.

"Hiks"

My Boyfriend is Presiden MahasiswaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang