Bagian sembilan

4.1K 269 15
                                    

Hey, haloo :)
Happy reading :)
Jangan lupa vote yaw 😉
Oh iya, siapin tisu buat jaga jaga heheh
.
.
.

Seorang pemuda terlihat berdiri di balkon kamarnya. Memandang lautan bintang yang bertebaran di langit malam. Tatapan yang biasanya terlihat tajam itu saat ini berubah sendu. Tatapan dengan raut wajahnya tak sama. Raut wajah pemuda itu tetap terlihat datar.

Tangannya meremat kuat besi pembatas di balkon itu.

Tak lama air bening mengalir di pipinya. Tubuh yang berdiri tegap itu perlahan ambruk. Isakan kecil juga keluar. Tubuhnya bergetar. Tangannya memeluk kakinya yang terlipat.

Kemudian, raungan yang terdengar menyakitkan itu keluar dari belahan bibirnya. Menenggelamkan kepalanya dilipatan itu.

Tak pernah ada yang mengetahui tentang kesedihan yang pemuda itu alami, bahkan keluarga. Pemuda itu terlalu pintar menyembunyikannya dengan tatapan datarnya.

Krriinngg.....
Krriinngg.....

Ponsel yang tersimpan disaku celananya berdering menandakan seseorang tengah menelponnya.

Mencoba menghentikan tangisannya dan menormalkan suaranya. Setelah tenang, dia menggeser ikon telepon untuk mengangkatnya.

"Halo" ucap pemuda itu dengan datar.

"Marv, lo gak ke markas? Anak anak pada nyariin" seseorang diseberang telepon menanyakan perihal kehadirannya yang tak berada di markas.

"Ekhem, gue gak ke sana. Gue masih ada urusan" Ujar Marvie. Yah, pemuda itu Marvie.

"Urusan apaan?" Tanya pemuda ditelepon itu lagi.

"Bukan urusan Lo!" Ketus Marvie yang langsung mematikan sepihak panggilan itu.

Marvie meletakkan ponsel miliknya itu disamping tubuhnya. Dia terdiam kembali. Marvie mengingat tentang kenangan masa kecilnya dengan teman yang merangkap sebagai pujaan hatinya itu.

Hei, jangan salah paham dulu. Marvie bukannya mau mempermainkan perasaan Haevie, hanya saja dirinya masih bingung. Kekosongan hatinya yang sempat ditinggal pujaan hatinya itu terisi kembali saat dia bertemu dengan Haevie.

Marvie meremat dada bagian jantungnya berada. Disana terasa sakit seperti seseorang tengah menusukkan pisau yang sangat tajam berkali-kali.

Mengingat kejadian dimana dirinya yang tak bisa menyelamatkan pujaannya. Waktu itu...

Flashback on....

"Melk?! Tok..tok..tok..tok..tok!, do you wanna build a snowman?... Come on let's go and play... I never see you anymore... Come out the door... It's like you've gone away..."

(*Iklan dulu ye, soalnye author gemas, sungguh sungguh kiyoWOOKKKK, jadi pengen nyulik deh)

Dua menit menunggu, pintu yang tingginya tiga kali lipat dari tinggi badannya itu tak kunjung terbuka membuat anak kecil itu kesal.

Karena kesal, anak kecil itu menggedor-gedor pintu dengan keras.

DOR!!!
DOR!!!
DOR!!!

"MELK!!!"

"MELK!! BUKAIN PINTUNYA!! MELK!"

Teriak anak kecil itu masih menggedor pintu rumah Melk dengan tangan mungilnya.

"MELK! KALO GAK BUKAIN AKU MARAH NIH" ancamnya.

Krieett....

"Apasih, Echan. Berisik tau gak?" Kesal anak kecil yang lebih tua dari echan, Melk.

My Boyfriend is Presiden MahasiswaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang