Alexandra Pov
Kuperiksa email yang masuk padaku. Dengan sebatang rokok yang terselip di tanganku. Kepulan asap itu keluar dari mulutku. Garis besarnya sudah kutangkap, banyak barang di gudang yang menghilang dan itu tidak pernah diselesaikan dengan benar. Lebih tepatnya disembunyikan. Bahkan dalam laporan keuangan juga semuanya dibuat tidak ada yang salah. Tidak ada yang salah memang dari mereka karena mereka tidak menanggung kerugiannya. Tapi tidak dengan Ed. Awalnya ketika kerugian yang dialaminya sedikit dia tidak menyadarinya. Tapi lama kelamaan itu makin membesar, dan saat ini mulai mencekik harga dirinya sebagai pemilik. Tentu saja bagi Ed uang tidak jadi masalah. Bisnis ilegalnya jauh lebih banyak menghasilkan uang.
Jika aku benar menerima pekerjaan ini. Ini artinya aku harus pergi ke jawa tengah untuk beberapa hari atau mungkin minggu, entahlah. Pekerjaan seperti ini tidak dapat ku prediksi. Di lapangan apa saja bisa terjadi.
Aku menoleh pada pintu kamar Pevita yang masih tertutup rapat. Ini sudah jam 09.00 pagi. Tumben dia belum bangun. Sejauh selama kami bersama dia akan bangun bagi menyiapkan sarapan untuk kami, membersihkan rumah, juga menawariku sesuatu yang kuinginkan entah itu sekedar kopi atau teh. Ditambah belakangan dia membantuku merawat kakiku. Mengganti perbannya agar tetap steril.
Bertahun-tahun tidak memiliki seseorang di sisiku membuatku sangat canggung di awal. Semuanya terasa baru ketika ada orang lain berada di dalam rumahku. Menyentuh tiap sudut rumahku kecuali kamarku. Awalnya aku pun juga keberatan dia menyentuh dapurku. Lebih tepat kukatakan dapur istriku. Tapi perasaan keberatan itu tidak bertahan lama ketika kudapati hatiku menghangat menemukannya disana. Ditambah untuk pertama setelah bertahun-tahun lamanya aku merasa menikmati apa yang kumakan. Itu adalah masakan-masakannya.
Tapi belakangan ini semakin mengarah pada sesuatu yang tidak pada umumnya. Ini mengetuk hatiku. Awalnya aku bisa mengabaikan ketukan itu. Sekali, dua kali, tiga kali lalu kudapati ketukan itu semakin intens dan hatiku seakan ingin lari menuju pintu dan membukanya sementara kepalaku tidak mengijinkaannya. Sejauh ini kepalaku masih menjadi pemenangnya.
Ceklek !
Suara pintu kamar terbuka. Tentu saja itu dari kamarnya. Aku masih duduk di sofa sambil sedikit membungkuk mengotak-atik laptop di meja. Asap dari mulutku juga terus terbang di sekitar mulutku. Kulirik dia dari ekor mataku. Dia langsung berjalan menuju kamar mandi.
???? Penuh tanda tanya karena biasanya dia akan langsung ke dapur sekaligus bertanya adakah makanan yang ingin kumakan ? Tapi kali ini tidak ada pertanyaan bahkan sekedar say hai. Ada yang menggangguku di dalam tapi.. sudahlah.
Setelah kurang lebih 25 menit dia di kamar mandi. Dia akhirnya keluar. Harumnya menguar ke ruangan menembus indera penciumanku. Aku menyukainya. Aku masih fokus pada laptopku. Dan telingaku tidak lagi mendengar langkah kaki. Perlahan aku menoleh dan mendapatinya berdiri mematung dengan tatapan kosong. Kurasa tadinya dia menatap punggungku. KURASA.
" Ada apa ? "
" Tidak ada. "
" Apa kamu tidak enak badan ? " Aku hendak beranjak dari tempat dudukku sampai kulihat telapak tangannya maju. Tanda aku harus berhenti terlalu jauh padanya.
" Aku baik-baik saja. "
" Baiklah. Sudah jam 10.00 sekarang. Aku akan memesan makanan untukmu. " Kurasa kamu pasti juga tidak ingin memasak sekarang.
" Pesan untukmu saja. Aku akan membuat sendiri untukku. "
Membuat sendiri untuknya ? Apa artinya dia tidak mengajakku makan bersamanya ? Ah cukup ! Pikiranku terlalu jauh. Ini hanya ada dalam pikiranku.
Sampai kutahu, dia benar-benar ke dapur dan memasak nasi goreng sederhana hanya untuknya saja dan juga segelas teh, tentunya juga untuknya. Dia tidak ke meja makan. Dia makan di meja dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDS SHIT [ GL ]
RomanceKarya iseng pertama. Tapi percayalah isinya tidak se iseng niatnya 😉 Karya orisinil Bukan terjemahan, bukan hasil plagiat, dan se antek-anteknya. ... Tentang seorang gadis cantik bermata coklat, Pevita Daisy Roses yang terjebak di tangan seorang ma...