7. bukan dengan KEMATIAN

672 47 4
                                    

~ bahkan dengan kepergian pun tidak bisa untuk menebus rasa sakit yang tercipta.

Maka harus dengan apa agar sepasang mata mau menatap tanpa ada rasa hina! ~

🍃

🍃🍃🍃

"Apa yang harus diaz lakukan pah?" Ujar diaz lirih lalu mendongak menatap wajah baskara dengan penuh harap.

Baskara diam dan menatap diaz dengan tatapan tidak suka juga nafas yang memburu dengan sangat cepat karena menahan amarah.

"Jika bukan dengan kematian! Maka dengan apa diaz harus menebus semua dosa diaz pah? Beritahu diaz pah. Diaz mohon.." ujar diaz lagi melanjutkan kalimat nya dengan memohon

"Hidup menderita dalam penyesalan!" Jawab baskara menatap kedua mata diaz dengan tatapan penuh amarah.

Diaz terdiam dan menatap tidak percaya kepada baskara yang telah pergi dari hadapan nya.

Kedua tangan nya terkepal kuat dengan kedua mata nya yang memerah menahan air matanya agar tidak jatuh

Sungguh...
Kata-kata yang keluar dari bibir baskara benar-benar membuka luka baru pada hatinya dan kata-kata itu kembali membuat nya tersadar bahwa ia tidak berhak menerima kata maaf baik dari sang papa maupun ketiga abang nya.

"Apa yang mesti gue lakuin? Untuk mati pun gue gak berhak sama sekali" ujar diaz lirih dan mencengkram dada nya yang benar-benar terasa sesak.

"Harusnya lo pergi" ujar seseorang dan nada suaranya terdengar sangat menyakitkan di telinga diaz.

Ardiaz menoleh.
Pemuda tampan itu menoleh menatap wajah abang termuda nya alvaro yang sepertinya baru pulang bekerja dengan membawa laptop ditangan kanan nya dan jaket kulit berwarna coklat di tangan kiri nya.

"Lo sumber masalah di rumah ini, bokap gue udah terlalu baik sama lo karena mau nerima dan biayain hidup lo"

"Setelah kebaikan nya itu lo malah buat malu bokap gue dengan datang kerumah rumah sakit sama temen-temen geng motor lo yang berandalan itu. MEMALUKAN!" ujar alvaro lagi melanjutkan kata-katanya dan membentak sang adik di akhir kalimatnya.

"Gue terpaksa bang! Cuma rumah sakit papa yang paling deket dari mereka" jawab diaz lirih.

"Terserah lo! Minggir sana.." ujar varo dan mendorong tubuh diaz dengan kasar

"Bang?" Panggil diaz pelan sebelum varo berhasil masuk ke dalam kamarnya

Alvaro menghentikan langkah nya sembari menunggu diaz mengucapkan kalimat nya, pemuda itu bahkan enggan menoleh untuk menatap wajah sang adik yang memanggil namanya.

"Bang arsen! Obatnya udah di minum belom bang?" Tanya diaz lirih

"Gak usah sok perduli, dan juga bukan urusan lo! Muak gue ngeliat muka lo" jawab varo dan melanjutkan langkah kaki nya untuk masuk kedalam kamar nya lalu membanting pintu dengan sangat kasar, membuat diaz langsung terdiam dan hanya bisa menatap sendu pintu kamar abang nya yang tertutup rapat.

"Gue cuma mau kalian natap mata gue tanpa ada rasa benci bang!
Gue terus berharap meski gue tau keinginan gue itu mustahil"

💜💜💜

"Apa mau lo? Terlalu takut lo ngadepin gue" ujar diaz menatap beberapa pemuda yang saat ini sedang berdiri dihadapan nya.

Benar.
Saat ini mereka sedang berada di tempat tidak jauh dari camp geng grazie. Dan mereka tentu saja datang ke camp grazie tidak dengan tangan kosong, karena..

GIVE UP(menyerah) ~ On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang