hope ¹⁸

483 74 9
                                    

Suara teriakan melengkik terdengar begitu menyakitkan. Tangisan, erangan sakit, serta suara memohon untuk berhenti yang terus dilayangkan tidak membuat cambukan pada tubuh ringkih seorang anak perempuan dihentikan.

"Kamu sudah benar-benar membuat malu papi! Anak tidak diuntung, bertindak seenaknya setelah diberi kebebasan."

Cambukan berhenti diganti dengan tendangan pada tubuh seorang anak yang mulai melemah. Tidak ada yang berani menghentika perbuatan seorang ayah pada anaknya itu, padahal banyak sekali pasang mata yang melihat kejadian tersebut, pun sang ibu yang hanya bisa terdiam menangis.

"Dasar jalang! Harus pakai cara apa lagi saya mendidik kamu?! Sudah benar jalan saya untuk menyembunyikan kamu dari publik. Bisanya hanya malu-maluin keluarga. Tidak pantas kamu hidup, kalau kerjaan kamu hanya membuat masalah!"

Luapan emosi agaknya sudah puas dilayangkan sang ayah karena, sedetik kemudian ia meninggalkan tubuh lemah sang anak.

"Keyi, sayang, maafin mami hiks... Tolong, bawa keyna ke kamarnya."

Tubuh Keyna dibopong oleh dua penjaga lelaki, empat art wanita mengikuti dari belakang sambil menuntun tubuh lemas nyonya mereka.

"Sudah panggil dokter?" Tanya ibu Keyna dengan suara parau, tangannya yang menggenggam tangan dingin Keyna tidak henti mengusap kulit halus sang anak.

"Sudah nyonya, dokter Wendy sudah berada di bawah." Tidak lama dari ucapan salah satu art, dokter pribadi keluarga datang dengan satu orang asisten.

"Beri kami ruang untuk mengobati nona Keyna." Ucap sang dokter dengan ramah yang langsung dituruti semua art serta penjaga untuk kaluar dari kamar nona muda mereka.

"Lagi, ka?" Tanya sang dokter dengan terenyuh saat melihat tubuh keponakannya yang jauh dari kata baik-baik saja.


🐾🐾🐾


Jevin menyugar rambutnya dengan gelisah. Setelah Keyna dipanggil oleh kepala sekolah, wanita itu tidak ada kabar sampai hari ini. Sudah sepuluh hari ia mencari keberadaan kekasihnya, namun tidak kunjung mendapatkan hasil. Ponsel wanita itu tidak aktif, apartemennya pun kosong. Bertanya pada sahabat Keyna juga sama saja, mereka tidak tau apapun.

Saat seperti ini, Jevin menyesali tidak mengetahui apapun tentang kekasihnya. Se-sepele rumahnya saja Jevin tidak tau. Ia benar-benar khawatir saat ini, juga menyesal telah membentak Keyna.

"Jevin."

Usapan halus pada bisepnya membuat Jevin tersadar dari lamunannya.

"Ya?"

"Kamu bengong terus dari tadi. Kenapa?"

Jevin menggeleng acuh, kemudian kembali pada ponselmya untuk menghubungi nomor Keyna yang tentu saja hal itu percuma.

"Kamu masih berhubungan sama Keyna?"

"Kenapa ngga?" Tanya Jevin kembali dengan wajah tak suka.

"Kamu kan tau, Keyna yang udah nyebarin berita kemarin. Kamu juga kayaknya ngga perlu lagi deket sama Keyna, karena Reina udah ngejamin keselamatan aku dari Keyna. Jadi kamu ngga perlu lagi manfaatin Keyna biar akunya ngga diapa apain sama dia."

BUG

Jevin membanting kasar ponselnya di atas meja, matanya menatap nyalang pada Helia yang duduk di sampingnya.

"Kamu pikir, aku bakal ada di pihak kamu setelah berita kemarin?" Jevin terkekeh sinis. "Kalaupun emang bener Keyna yang nyebarin berita kecurangan kamu, dia ngga berhak dihukum sama sekali. Tindakan Keyna udah bener buat bongkar kebusukan sekolah ini dan yang harusnya pantas di hukum itu kalian! Kalian yang berbuat curang!"

"Je-evin kamu--"

"Awalnya niat aku emang buat bantu kamu biar Keyna ngga pernah bully kamu lagi. Aku turutin semua mau kamu, karena apa? Aku sayang sama kamu, Helia." Jevin tatap dalam dua bola mata yang selalu menjadi favoritnya.

"Aku sayang karena hati kamu, Helia. Kebaikan kamu, sabarnya kamu, tulusnya kamu dalam bantu orang lain, rasa bersyukur kamu, sifat penyayang kamu, rendah dirinya kamu. Aku sayang kamu karena itu kamu, Helia."

Tatapan memuja Jevin berubah menjadi nanar. "Tapi sekarang apa yang aku liat? Sifat asli kamu? Kamu yang tanpa rasa bersalah membalikkan fakta. Kayak gini, kamu ngga ada bedanya sama Keyna."

"Vin, kamu tau alasan aku yang tetap harus jadi perwakilan di setiap lomba."

"Uang?! Aku selalu bilang sama kamu, kalau butuh uang bilang ke aku? Aku juga rutin transfer kamu, sekolah kamu ngga ngeluarin biaya sedikitpun. Apa lagi yang kurang, Helia? Gaya hidup kamu itu?"

Helia menatap Jevin dengan marah, lelaki yang ia cintai seakan merendahkan dirinya.

"Kamu yang hidupnya selalu dicukupi ngga akan ngerti jadi aku! Aku butuh uang bukan cuma buat diri sendiri, tapi ada ibu dan kaka ku. Aku masih punya harga diri buat ngga selalu bergantung sama kamu! Aku emang miskin, tapi bukan berarti kamu seenaknya rendahin aku kayak gini, Vin."

Jevin menghela napas berat, sadar saat ini mereka menjadi pusat perhatian. Berdebat di tempat umum memang bukan lah hal yang wajar.

"Maaf." Ucap Jevin dengan lelah.

Keduanya terdiam setelah sama-sama meluapkan emosi. Aktivitas orang-orang pun kembali seperti semula setelah beberapa saat mereka memusatkan pandangan pada dua bocah SMA.

Jarum jam berpindah detik demi detik, dari keduanya sama-sama tidak ada yang berinisiatif untuk memecah keheningan. Hanya suara ramainya pengunjung kafe yang berlalu lalang, serta sura mesin beroda dua dan empat yang melintasi jalanan padat.

Hingga suara ponsel milik salah satu diantara mereka berdering dengan nyaring yang langsung disambar oleh pemiliknya dengan cepat.

"Sayang."

Sapaan itu terdengar sangat khawatir, ditambah oleh suara parau diseberang telepon membuat tingkat kekhawatiran Jevin meningkat.

"Kirim live location kamu, jangan kemana-mana, tunggu aku."

Saat sambungan terputus, Jevin tergesa meninggalkan cafe dan tentu saja meninggalkan Helia seorang diri dengan rasa kecewanya. Dipikiran Jevin sekarang hanya kekasihnya yang sedang tidak baik-baik saja, melupakan bahwa Helia yang ia tinggalkan sendiri juga tidak baik-baik saja.

Motor Jevin membelah jalanan dengan cepat menuju lokasi di mana Keyna berada. Cukup jauh dari kawasan Jevin berpijak tadi, hingga membuat dirinya begitu khawatir dengan keadaan kekasihnya.

Laju motornya memelan saat melihat siluet mungil yang tengah duduk di halte bus seorang diri hanya dengan setelan piyama tanpa alas kaki, dengan terburu Jevin memarkir asal motornya, kemudian menyapa kekasihnya yang masih betah menundukkan kepala.

"Hei." Ucap Jevin dengan lembut, ia bawa tubuhnya untuk jongkok di hadapan Keyna guna melihat lebih jelas wajah ayu sang kasih.

"Sayang."

Jevin mengapit lembut dagu Keyna, rasa khawatirnya yang sudah lenyap kembali datang saat melihat wajah Keyna sangat pucat. Jevin buru-buru melepas hoodie miliknya, kemudian memakaikan dengan telaten pada tubuh Keyna.

"Kita pulang ya?"

Dada Jevin sesak saat tidak ada jawaban dari Keyna, wanita itu seperti tidak ada nyawa. Tatapannya kosong, wajahnya tidak mengekspresikan perasaan apapun, namun air mata terus turun dari kedua bola mata yang mulai meredup cahayanya.

Jevin menggendong Keyna untuk menaiki motornya, kemudian baru dirinya ikut naik. Setelah memastikan Keyna memeluknya dengan erat, ia baru melajukan motornya dengan kecepatan sedang.

Jevin tidak tau apa yang terjadi pada Keyna, tapi perasaan ingin melindungi wanitanya sangat kuat saat ini. Perasaan yang jelas Jevin tau apa artinya, hatinya sudah mulai dimbil alih oleh Keyna.

〃―


Chapter² selanjutnya bakalan banyak konflik yg mungkin bikin kalian ke-trigger🙏 jadi jangan bosen² nunggu aku update yaw🥹

HoloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang