23 : Meninggalnya Kara.

1.4K 155 13
                                    

Happy Reading!

••••

"Kak Rendi!"

Kini, keenam pemuda Abimana sudah sampai di rumah sakit tempat dimana Rendi dilarikan akibat kecelakaan yang menimpanya. Dapat keenamnya lihat, bagaimana kacaunya Rendi yang saat ini sudah sadarkan diri dari pingsannya.

Beruntungnya, tidak ada luka serius bersarang di tubuh Rendi. Hanya saja, terdapat beberapa bagian tubuh Rendi yang terluka sebab sempat berguling-guling di kerasnya jalanan.

"Kakak, nggak apa-apa kan Kak?" tanya Juju setelah berada tepat dihadapan Rendi yang masih terbaring lesu.

Plak!

"Goblok! Udah jelas-jelas Kak Rendi penuh luka gini, dan lo dengan polosnya nanya 'nggak papa kan Kak?'" ucap Harsa disertai umpatan.

Juju mengusap bekas tamparan Harsa dibahunya dengan teratur. "Ya kan, gue tadi cuma basa-basi Bang," balasnya membela diri.

Ditengah obrolan yang terjadi, Rendi seolah tak menyadari keberadaan keenamnya, ia terlihat asik dengan lamunannya. Dan ternyata, Meldi menyadari hal tersebut.

"Dek!" Meldi menyentuh bahu Rendi pelan. "Kenapa?" tanyanya yang membuat Rendi tersadar dari lamunannya.

"Lho, kalian sejak kapan udah ada di sini?" tanya Rendi membuat saudaranya, kecuali Meldi terperangah. Jadi, keberadaan mereka baru disadari Rendi?

"Kak, kita dari sini udah beberapa menit, dan lo baru nyadarin itu?" tanya Harsa tak habis pikir.

"Sorry," cicit Rendi. "Pikiran gue lagi kalut," lanjutnya semakin mengecil.

"Lo kenapa Dek?" tanya Meldi sekali lagi, sebab yang pertama belum ada jawaban.

"Kara...," ada jeda dalam jawabannya. "Dia meninggal di tempat," setelah berhasil menjawabnya, tangisan Rendi langsung pecah, membuat keenam saudaranya tertegun dengan apa yang mereka dengar.

"Gue pengen ketemu dia Kak, anterin gue." Mendengar hal tersebut, Juan langsung menarik tangan Harsa untuk pergi ke bagian resepsionis guna mencari tahu kebenaran juga keberadaan kekasih kakak keduanya itu.

"Tenang!" Ditengah kekagetannya, Meldi membawa tubuh sang adik kepelukannya, mencoba menenangkan Rendi yang semakin menangis keras, sedangkan ketiga saudaranya yang lain hanya bisa terdiam, seraya memandang kakak kedua mereka dengan pandangan sendu.

•••

"Pasien atas nama Karanida Alfiansyah, yang menjadi salah satu korban kecelakaan tersebut sudah dipindahkan ke ruangan jenazah Mas."

Juan dan Harsa terdiam setelah mendengar ucapan salah satu suster yang di temuinya di lorong rumah sakit.

"Kalau begitu saya permisi!" Suster tersebut pergi setelah mendapat anggukan dari kedua pemuda dihadapannya.

Jadi, benar? Kak Kara sudah tiada. Padahal, baru tadi siang Juan dan Sandy lihat kakaknya yang sedang asyik berbincang hangat dengan Kara di kafe, malamnya ia harus mendapatkan berita duka ini.

Juan yang baru beberapa kali bertegur sapa dengan Kara saja merasa kehilangan, apalagi Rendi yang sudah hampir satu tahun bersama dengan Kara.

Ini terlalu cepat!

Bahkan, Kara saja belum Rendi perkenalkan dengan saudaranya yang lain, kecuali Juan yang memang selalu berada di kafe.

Sedangkan Harsa, ia sama terdiamnya dengan Juan. Mencoba mengingat bagaimana kebaikan Kara saat tak sengaja bertemu dirinya di sebuah jalan raya.

Ya, ia memang pernah bertemu dengan Kara satu kali. Saat itu, saat perjalanan menuju ke rumah, motor yang dikendarainya mogok, dan ia tak sengaja bertemu dengan Kara yang baru saja membeli barang disebuah toko dekat dimana motor Harsa mogok. Kara dengan baiknya menawarkan dirinya tumpangan untuk pulang.

Dan kejadian tersebut diketahui juga oleh Rendi dan saudaranya yang lain, sebab ia yang memang menceritakannya setelah sampai rumah.

Dan, berita duka yang baru saja dirinya dengar cukup membuatnya kepikiran dengan Rendi.

Rendi pasti terguncang dan sedikit tak terima.

Karena setahunya, dalam masalah percintaan, jika dibanding dengan Juju yang tidak mudah melupakan seseorang yang dicintainya, Rendi lebih dari itu. Ia akan lebih parah dari Juju.

Apalagi pacaran kakak keduanya bisa dibilang cukup lama dengan Kara.

•••

Malam hari, tepat pukul dua belas malam, jenazah Kara sudah dibawa pulang ke kediamannya, bukan rumah, tempat kediaman sementaranya. Melainkan kediamannya yang akan ia tempati hingga akhir.

Sebuah tempat pemakaman umum yang letaknya cukup jauh dari kediaman Kara.

Rendi beserta keenam saudaranya tentu saja ikut serta mengantarkan jenazah Kara ke tempat peristirahatan terakhirnya.

Banyak para pelayat yang ikut serta mengantarkan kepulangan Kara ke tempat terakhirnya.

Juju memperhatikan proses pemakaman dengan tubuh gemetar, bayangan tentang pemakaman kedua orang tuanya terlintas dalam pikirannya.

Dapat dirinya lihat, ibu Kara yang terlihat menangis sesenggukan sembari memanggil-manggil nama putrinya yang sudah mulai dimasukkan ke liang lahat, sedangkan disebelahnya ada adik Kara yang sedang mencoba menenangkan sang ibunda.

Lalu, dirinya beralih pada keluarga besar Kara yang hadir. Dapat dirinya lihat, semua wajah itu nampak muram dan sedih.

Dan semuanya, sama persis dengan saat pemakaman kedua orang tuanya dulu. Tangisan pilu, wajah muram dan penuh air mata,  rasa tak menyangka akan kepergian anggota keluarga tercinta.

Cakra yang merasakan tubuh Juju yang gemetar langsung membawa sang adik ke pelukannya. Terlahir sebagai seorang anak kembar, membuat dirinya dapat merasakan apa yang saat ini Juju rasakan.

••••

TBC

Untung, kemarin gak janji tentang double up. Karena beneran gak di tepati, sorry!

[27/10/2023]

Our Home 2 [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang