25 : Monopoli

1K 130 12
                                    

Happy Reading!

••••

"Dedek Juju, kata gue juga apa, dadunya harus pas lima kalau lo mau ngambil kartu 'kesempatan'."

"Jangan panggil gue Dedek! Gue bukan anak kecil Bang."

"Dek Cakra, lo juga jangan beli negara terus anjir, nanti gue semakin banyak hutang sama lo."

"Sabodo teuing."

*Bodo amat.

"Terus, lo juga Zan, bisanya-bisanya setiap muter pasti dapet  kartu 'dana umum'."

"Iri kan lo?"

"Lah gue, dari tadi bayar hutang sama pajak terus."

Celotehan itu bersumber dari Harsa yang saat ini sedang bermain monopoli yang dirinya beli bersama sang kembaran juga kedua adik kembarnya.

Disampingnya ada Rendi yang sedang memperhatikan keempatnya bermain. Sesekali dirinya terkekeh saat melihat raut frustasi Harsa yang dicurangi oleh Cakra ataupun Jauzan.

Sebenarnya, tujuan Harsa membeli monopoli adalah sebagai salah satu sarana supaya Rendi tidak murung lagi atas kepergian sang kekasih. Salah satu bentuk pengalihan rasa sedih lah ya.

Namun endingnya, malah dia yang berakhir main monopoli dengan hebohnya.

"Halah, Dek, bisanya nyalahin doang. Ngaku aja lo nggak bisa main, makanya kalah terus," celetuk Juan yang ikut serta memperhatikan keempatnya.

"Diem ya lo Bang, lo gak diajak disini," sahut Harsa tak santai.

"Sewot banget Dek," ucap Meldi. "Lagian, katanya beli monopoli buat main sama Rendi, tapi kok Rendi-nya malah lo diemin gak diajak main?" Ia menaikkan satu alisnya bingung.

Tersadar dengan tujuan pertamanya, Harsa langsung menoleh pada Rendi yang saat ini sedang mendengus geli. "Hehe, gue keasyikan main, sampai lupa," ucapnya pelan mendapatkan sebuah dengusan dari yang lain.

"Udah ah, gak mau main sama orang yang kebanyakan bacot," ucap Jauzan beranjak pergi meninggalkan keenam saudaranya. "Mending gue jajan," lanjutnya bergumam.

"Yang Jauzan, biar gue yang lanjutin," ucap Rendi berpindah ke tempat dimana Jauzan duduk tadi.

"Oke," balas Harsa, Cakra dan Juju serempak.

Keempatnya pun kembali asyik dengan dunia mereka.

•••

Saat memasuki rumah, Jauzan dibuat heran dengan saudaranya yang masih asyik bermain monopoli. Bedanya jika tadi ada Meldi dan Juan yang menemani, sekarang hanya ada Harsa, Rendi, Cakra dan Juju.

"Perasaan gue jajan ke luar lama deh," gumamnya.

Ia melirik jam tangan yang dikenakannya. Benar sudah satu jam dirinya pergi, dan keempatnya masih disana. Apakah tidak sakit itu pantat terlalu lama duduk?

"Kalian belum selesai mainnya?" tanyanya.

"Belum," balas Juju tanpa mengalihkan pandangan dari permainan dihadapannya.

Jauzan mengangguk, saat melihat ke bawah ternyata permainannya berubah menjadi permainan ular tangga.

"Eh, bawa apaan tuh Bang?" tanya Cakra saat melihat kresek putih di tangan kanan Jauzan.

Jauzan memperlihatkan isi kresek putih tersebut, ternyata ciki-ciki yang masih utuh, juga minuman isotonik yang masih tersegel.

"Wuih, tahu aja lo kalau gue lagi pengen ngemil." Harsa beranjak mendekati sang kembaran, dengan tanpa tahu malu-nya ia mengambil kresek tersebut. Lalu memilih salah satu ciki favoritnya. Setelahnya, kreseknya ia kembalikan pada Jauzan.

"Ckk, main ambil-ambil aja lo," ucap Jauzan disertai decakan.

"Bodo amat." Harsa mulai memakan ciki tersebut dengan santai, sedangkan Jauzan memilih memberikan kresek ditangannya pada sang kakak, Rendi.

"Nih Kak, buat temen main ular tangga," ucapnya berlalu pergi meninggalkan keempatnya. Setelah kresek tersebut diterima Rendi dengan senang hati.

"Asyik, ada cemilan," pekik Juju mengambil satu snack yang disodorkan Rendi.

•••

"Haduh, pegel gue," keluh Cakra meregangkan otot tangannya yang terasa kebas. Efek terlalu lama bermain monopoli.

"Sama, pantat gue juga rasanya jadi tepos banget," timpal Juju menyenderkan tubuhnya pada sofa dibelakangnya.

"Pantat lo kan emang tepos Dek," sahut Harsa yang sedang membereskan monopoli-nya bersama Rendi yang turut serta membantu.

"Enak aja, nggak ya," timpal Juju berkilah. Pantat dia gak tepos kok.

"Cih, gak mau ngaku," decih Harsa seraya memutarkan bola matanya malas.

Oke! Kita akhiri pembicaraan perihal pantat tepos!

"Apasih, perihal pantat aja dipermasalahkan," ucap Cakra setengah berteriak sebab merasa kesal dengan kedua saudaranya yang malah berargumen tentang sesuatu hal yang tidak berfaedah sama sekali.

"Tahu," timpal Rendi. "Mending kalian bertiga balik ke kamar masing-masing sana, udah masuk waktu Ashar, sholat dulu!"

"Iya Kak." Tanpa membantah, ketiganya pergi meninggalkan Rendi seorang diri.

Setelah menyimpan peralatan monopoli di laci meja, Rendi langsung beranjak menuju kamarnya.

••••

TBC

Maaf, pendek narasinya.

Sorry, karena aku baru bisa up lagi book ini. Jujurly, kemarin-kemarin aku sempet dilanda writer block, jadi kayak mau lanjutin nulis itu bingung banget harus gimana.

Alhamdulillah, sekarang udah nggak lagi.

So, karena cerita ini udah lama gak up, kemungkinan kedepannya aku akan sering up, soalnya planning aku, ini cerita harus udah tamat di akhir tahun ini.

Jadi, semoga gak gumoh kalau aku tiap hari up, wkwk.

Maaf dan terima kasih untuk yang masih menunggu kelanjutan cerita ini.

Terima kasih juga yang udah vote atau komen di tiktok dan WP aku, maaf banget kalau gak aku bales.

[11/12/2023]

Our Home 2 [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang