35 : Sedikit Akur

1.1K 146 10
                                    

Happy Reading!

••••

"Zan!" panggil Harsa, membuat Jauzan yang sedang fokus menonton disebelahnya, langsung menoleh.

"Apa?"

"Laper," jawab Harsa.

"Ya, makan," balas Jauzan kembali fokus dengan tontonannya.

"Ambilin dong! Tangan gue kan masih sakit, jadi susah kalau pakai satu tangan." Harsa menampilkan raut memelasnya, berharap Jauzan akan menurutinya.

"Ckk, nyusahin aja lo," ucap Jauzan yang hanya Harsa balas dengan cengiran. "Bentar, gue ambilin."

"Huaaa, kembaran gue baik banget deh," ucap Harsa menatap Jauzan dengan tatapan berbinarnya.

"Halah, kalau ada maunya baru muji-muji gue," gumam Jauzan dipertengahan langkahnya.

"Nih." Jauzan meletakan sepiring nasi beserta lauk pauknya tepat dihadapan Harsa, membuat Harsa langsung tersenyum sumringah.

"Makasih, Uzan ganteng," ucapnya disertai kedipan ala-ala tante genit yang membuat Jauzan bergidik jijik.

•••

"Zan!"

"Apalagi?"

"Bosen," keluh Harsa setelah tontonan keduanya bersambung.

"Ya, terus mau apa?"

"Kita keluar aja yuk? Cari udara seger? Lo udah gak pusing kan?"

"Yaudah, ayo!"

Keduanya pun memutuskan untuk keluar dari rumah, kalau kata Harsa sih cari udara segar. Pasti, sekalian sama cari makanan, apalagi biasanya di pagi hari jam-jam segini masih ada beberapa yang mangkal di komplek perumahannya.

"Buruan Zan!"

"Bentar dulu elah, gue mau kunci dulu pagernya. Gak sabaran banget lo."

"Ya habisan, ngunci pager aja lama banget."

Saat Jauzan dan Harsa akan kembali melanjutkan langkah mereka, keduanya dihadang Jamal dan Winata yang sepertinya sedang berjalan-jalan santai juga di pagi hari.

"Lho, Sa. Tangan lo kenapa? Kok bisa dipasangin gips?" tanya Jamal saat melihat kondisi tangan Harsa.

"Ini Bang, tadi pagi gue jatoh dari tangga."

"Kok bisa?"

"Gue tadi gak hati-hati jalannya, soalnya masih ngantuk. Ya jadinya jatoh deh."

Winata dan Jamal mengangguk mengerti.

"Kalau lo Zan? Gue denger dari Bang Doni semalem lo demam kan? Sekarang gimana?" Kali ini, Jauzan yang ditanyai.

"Alhamdulillah Bang, gue udah gak papa. Ini juga gue udah bisa nemenin dia jalan-jalan." Saat mengucapkan kata 'dia' mata Jauzan melirik pada Harsa yang sedang menoleh kanan-kiri, seperti mencari sesuatu.

"Syukur kalau begitu," ucap Winata. "Sa! Lo nyari apaan sih?" lanjutnya bertanya pada Harsa.

"Nyari sesuatu yang bisa dimakan Bang, gue pengen yang manis-manis," jawab Harsa.

"Kita bareng aja yuk! Gue juga mau beli bubur ayam buat sarapan."

"Yaudah, ayo!"

Kini, dari yang tadinya berjalan berdua menjadi berempat. Keempatnya berjalan beriringan sambil mengobrol dan sesekali menyapa warga yang lewat.

Akhirnya, diujung komplek. Mereka menemukan beberapa pedagang yang sedang mangkal.

"Gue sama Jamal mau beli bubur ayam, kalian berdua mau gak? Biar sekalian gue pesenin."

"Ma---"

"Enggak deh Bang, kita berdua udah sarapan," jawab Jauzan menyerobot Harsa.

"Jadi, mau atau enggak nih?" tanya Winata memastikan saat melihat Harsa yang menggerutu sedangkan Jauzan santai tak menanggapi.

"Enggak Bang," jawab Jauzan sekali lagi, membuat Winata dan Jamal mengangguk, keduanya langsung berjalan ke arah penjual bubur ayam.

"Kita udah makan Sa, apalagi lo tadi sarapan banyak banget, mau disimpen dimana itu bubur?" jelas Jauzan saat mendengar Harsa yang tak berhenti-berhentinya menggerutu.

"Di lambung lo," jawab Harsa sewot.

"Mendingan beli yang lain aja, katanya kan lo pengen yang manis-manis, tuh disana ada es pelangi sama kue pukis," ucap Jauzan mencoba membujuk sang kembaran yang pastinya sedang mode kesal pada dirinya. Untungnya, ini masih level kesal, bukan ngambek. Soalnya, kalau ngambek suka takut sendiri Jauzan, takut dijauhin.

"Tapi, lo yang beliin ya?" tanya Harsa menatap Jauzan penuh harapan.

"Iya, lo tungguin aja tuh di situ." Jauzan menunjukkan tempat yang sekiranya bisa Harsa pakai duduk.

"Oke," jawab Harsa berubah sumringah.

•••

Sore harinya, setelah membersihkan diri. Jauzan berjalan ke ruang tengah, menghampiri sang kembaran yang terlihat asyik menonton tayangan bola yang disiarkan di televisi.

"Mau mandi gak lo?" tanyanya yang dibalas Harsa dengan gelengan kepala, matanya masih fokus menatap layar datar di depannya.

Jauzan pun ikut bergabung dengan duduk di sebelah Harsa. Membuat Harsa yang merasakan pergerakan di sebelahnya langsung merubah posisi duduknya menjadi berbaring dengan hati-hati, dengan kepala berbantalkan paha Jauzan yang sedikit keras, tidak ada empuknya sama sekali.

Jauzan yang mengawasi tingkah sang kembaran, hanya bisa terdiam dan ikut tenggelam pada tontonan di depannya.

Satu jam kemudian.

Cakra dan Juju baru saja tiba di kediamannya, setelah seharian menimba ilmu di kampus. Keduanya dibuat terdiam saat melihat pemandangan di ruang tengah.

Harsa yang tertidur masih dengan berbantalkan paha Jauzan, sedangkan Jauzan tertidur dengan posisi menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa, dengan satu tangan di atas dadanya, sedangkan tangan satunya bertengger di rambut lebat Harsa.

"Tumben," gumam Cakra melihat pemandangan cukup tak biasa di hadapannya.

"Ini ceritanya, jadi tv yang nonton mereka tidur gak sih?" tanya Juju saat melihat layar televisi yang masih menyala.

••••

TBC

[31/12/2023]

Our Home 2 [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang