38 : Dalangnya

1.1K 132 6
                                    

Happy Reading!

••••

"Sebenarnya, kejadiannya gimana sih Bang? Kok bisa sampai kecolongan?" tanya Juan setelah meminta Lukas untuk menemaninya membeli kopi di kantin rumah sakit. Tak hanya Lukas dan Juan disana, di dekat keduanya ada Rendi, Jauzan dan Juju yang juga siap mendengarkan kronologi tentang apa yang terjadi pada Meldi. Mengapa bisa Meldi tertembak.

Ya, Meldi menjadi korban tembakan peluru yang dilakukan oleh mantan bawahannya sendiri, di dalam kantornya sendiri.

Sebelum bercerita, Lukas menghela napas panjang. Mulutnya dengan kelu mulai menjelaskan apa yang terjadi.

"Jadi ..." Dirinya masih teringat tentang bayang-bayang kejadian beberapa jam lalu, dan itu membuatnya sedikit gemetar.

Bayang-bayang saat dimana Lukas menemukan Meldi yang sudah tergeletak tak sadarkan diri dengan bersimbah darah, di ujung ruangan. Sedangkan sang pelaku penembakan malah tertawa keras layaknya seorang psikopat yang tak merasa bersalah dengan apa yang dilakukannya.

Beruntungnya, dengan cepat Lukas meminta bantuan pada karyawan lainnya yang ternyata sudah berkumpul di dekat ruangan Meldi, mereka penasaran dengan apa yang terjadi saat mendengar suara tembakan yang menggema.

Dan hasilnya, semuanya dibuat tercengang dan terpaku dengan apa yang dilihat. Beberapa karyawan lelaki disana langsung membantu Lukas mengangkat tubuh Meldi menuju sebuah mobil yang sudah disiapkan oleh pegawai lain, sedangkan satpam disana mencoba mengejar pelaku penembakan yang berhasil kabur dengan cara terjun dari lantai lima perusahaan.

Untuk para pegawai perempuan, sudah Lukas perintahkan untuk pulang lebih awal dan sempat memberi himbauan agar tidak perlu takut dengan apa yang terjadi.

Karena, sepertinya Meldi targetnya, bukan yang lain.

"Gu--- gue -- ma--afin gu--e," ucap Lukas tergagap diakhir setelah selesai bercerita, tangannya gemetar, sebab dia merasa bersalah pada Meldi

"Udah Bang, lo gak salah apa-apa," ucap Rendi mencoba menenangkan Lukas yang sudah berderai air mata. "Ini udah jalannya gini, jadi kita harus nerima dan berdoa. Semoga operasi Kak Meldi berjalan dengan lancar," lanjutnya disertai dengan setetes air mata yang meluncur bebas ke pipinya. Ia tak bisa membayangkan, seberapa sakitnya menjadi Meldi.

"Terus sekarang, pelakunya udah ke tangkap?" tanya Juju yang sejak tadi hanya menyimak.

"Belum, dia berhasil kabur. Dan sekarang, pihak kepolisian sedang mencoba mencari dimana lokasi pelaku."

"Gue harus bertindak!" Tiba-tiba saja, Juju berdiri dan mulai melangkahkan kakinya meninggalkan kakak-kakaknya beserta sahabat kakaknya.

"Juan, lo susul Juju!" perintah Rendi. "Gue takut dia hilang kontrol, apalagi sekarang gue rasa Junandra udah nguasain tubuhnya."

"Gue ikut," ucap Jauzan yang diberi gelengan oleh Rendi.

"Jangan! Lo tetep di rumah sakit, tenangin Cakra sama Harsa. Sekarang, gue perlu nelpon Bang Doni, minta bantuan ke dia."

Jauzan menuruti perintah sang kakak, ia mulai teringat dengan Harsa dan Cakra yang masih menunggu kabar Meldi di ruangan operasi yang masih berlangsung.

•••

Di sisi lain, Harsa terlihat melamun, menatap lurus kedepan dengan pikiran yang sudah tak tentu arah. Jadi, ini perasaan tak enak yang dirinya rasakan itu. Terjadi sesuatu pada kakak sulungnya, pada Meldi?

Bagaimana ini?

Bagimana dengan Meldi? Dokter yang menangani masih belum kunjung keluar.

Dan itu, membuatnya takut.

Takut kembali kehilangan.

Beberapa tahun yang lalu, ia dan saudaranya yang lain kehilangan orang tua, figur ibu dan ayah yang sangat mereka butuhkan, ternyata ditakdirkan untuk pergi terlebih dahulu, meninggalkan dunia fana ini. Meninggalkan ketujuh pemuda yang saat itu masih membutuhkan kasih sayang yang melimpah dari kedua orang terpentingnya.

Membuat Meldi sebagai sulung, harus mati-matian menjaga keenam adiknya ditengah kesibukannya yang saat itu masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah akhirnya.

Dan sekarang, si sulung sedang berjuang. Harsa berharap, semoga Meldi bisa bertahan. Karena bagaimanapun, ia dan saudaranya yang lain masih membutuhkan sosok Meldi. Si sulung yang menjadi pengganti figur orang tua sejak remaja.

"Hiks .. Kak Meldi bakalan baik-baik aja kan Bang?" tanya Cakra membuat lamunan Harsa buyar.

Harsa menarik Cakra ke pelukannya, memeluknya dengan erat, dan mengusap punggung Cakra dengan teratur, mencoba menenangkan sang adik.

"Pasti! Pasti Kak Meldi bakalan baik-baik aja. Lo tenang aja, Kak Meldi itu kuat. Buktinya, kita masih bisa bertahan sampai detik ini karena kerja keras Kak Meldi. Jadi, bisa dibayangkan seberapa kuatnya Kakak kita selama ini," jelas Harsa mencoba menghibur Cakra dan dirinya sendiri.

"Sekarang, lo banyakin berdoa. Minta sama Allah, semoga Kak Meldi selamat dan bisa sama kita lagi."

Dapat Harsa rasakan, Cakra yang mengangguk. Tangisannya pun sudah mulai berhenti. Membuatnya bisa sedikit tenang.

Dari kejauhan, Jauzan melihatnya. Ia ikut meneteskan air mata saat melihat kedua saudaranya saling menguatkan. Jauzan mendongak, mencoba menghalau air mata yang semakin banyak menetes.

Sebelum berjalan mendekati kedua saudaranya, Jauzan sempat mengusap area matanya dengan tissue yang sempat dirinya beli.

•••

"Jadi, menurut lo Bang. Apa motif pelaku sampai melakukan ini ke Kak Meldi?" tanya Rendi kembali menggali informasi.

"Kalau dilihat lagi ke belakang. Motif pelaku sepertinya dendam."

"Dendam apa?" Rendi mengernyitkan dahinya.

"Si orang ini, beberapa bulan yang lalu sempat melakukan korupsi di perusahaan. Meldi dan gue yang tahu langsung mecat itu orang. Tadinya, gue mau jeblosin itu orang ke penjara, karena udah berhasil bawa kabur uang perusahaan. Tapi, Meldi ngelarang, karena katanya kasihan sama anak dan istrinya yang pasti gak tahu apa-apa."

"Tapi, tiba-tiba tadi pagi dia datang ke kantor. Pas gue tanya mau ngapain, dia bilangnya mau minta maaf sama mau balikin uang yang dibawa kabur sama dia. Gue sih percaya, karena gak ada hal yang terlihat mencurigakan. Dalam pikiran gue, mungkin dia udah berubah menjadi lebih baik. Makanya, gue biarin dia nyamperin Meldi ke ruangannya."

"Tiba-tiba, pas gue lagi ngerjain laporan, kedenger suara tembakan. Gue yang penasaran langsung lari buat ngecek, ternyata sumbernya dari ruangan Meldi. Pas gue masuk, Meldi udah tergeletak, sedang dia lagi ketawa keras kayak orang gila di deket jendela."

"Dan ya, selebihnya, seperti yang gue ceritain sebelumnya."

••••

TBC

Ternyata, cerita ini gak bisa tamat akhir tahun, masih ada beberapa chapter lagi yang belum di up, mungkin nanti pagi menyusul ya.

Btw

HAPPY NEW YEAR SEMUANYA.

Gak kerasa udah tahun 2024 aja.

"I hope will be more happier things than 2023. Let's start things off right in 2024, aamiin!

[01/01/2024]

Our Home 2 [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang