24 : Ikhlas

1.2K 149 7
                                    

Halooo!

Masih ada yang menunggu book ini gak?

Jika ada, maaf sudah membuat kalian menunggu hampir satu bulan lamanya, maaf juga atas ketidak konsistenan aku dalam nulis ini book!

Happy Reading!

••••

Ini, sudah memasuki hari ke lima sejak kepergian Kara. Kedua orang tua Kara adalah salah dua orang yang sangat terpukul atas kepergian putri mereka, terutama sang mama.

Begitupula dengan Rendi, ia masih merasa jika apa yang terjadi pada kekasihnya hanyalah sebuah mimpi. Mimpi yang membuat dirinya ingin segera terbangun dalam tidurnya.

Namun sayangnya, itulah kenyataannya.

Hari-hari yang Rendi lewati terasa lebih berat karena hal tersebut, wajahnya yang biasanya nampak cerah berubah muram. Dan semua saudaranya tentu saja mengetahui hal tersebut.

Keenam saudaranya sudah mencoba menghibur Rendi dengan berbagai cara, bahkan Meldi sebagai sulung di keluarga Abimana sudah memberikan beberapa nasihat dan kata-kata penenang dan motivasi pada sang adik.

"Psst!" Desisan itu berasal dari mulut Juju yang sejak tadi menyaksikan Rendi yang sedang asyik melamun menatap kearah luar dari jendela kamarnya, disebelah Juju ada Harsa yang turut memperhatikan kakak keduanya itu.

"Apaan mendesis gitu? Kayak ular tahu gak?" tanya Harsa dengan suara sedikit keras, membuat Rendi langsung tersadar dari lamunannya.

"Kalian ngapain berdiri di pintu kamar gue?" tanyanya disertai kernyitan yang timbul di keningnya.

"Kita lagi berak Kak," jawab Harsa mencoba melucu, yang mana hanya dibalas dengusan oleh Rendi, serta ringisan malu oleh Juju.

"Kalau mau ganggu gue, mendingan pending dulu deh, gue lagi gak mood! Kalian pergi aja sana! Jauh-jauh dari gue." Setelah menuntaskan kalimatnya, Rendi kembali dengan aktivitas semulanya, melamun.

Harsa dan Juju tak mengindahkan usiran dari sang kakak, keduanya malah berjalan mendekati Rendi.

"Kak!" Juju memegang bahu Rendi. "Kita kesini mau manggil Kakak buat sarapan, yang lainnya udah nunggu di bawah," lanjutnya setelah Rendi menoleh kearahnya.

"Gue gak napsu makan," balas Rendi. "Kalian duluan aja sana!" lanjutnya.

Harsa dan Juju saling berpandangan, setelahnya Harsa langsung mengambil kanvas polos yang terletak di ujung kamar Rendi, lalu melemparkannya dengan sengaja ke dekat Rendi.

Membuat Rendi lantas menatap Harsa tajam, namun tak berselang lama Rendi langsung menghela napas kasar, meraih kanvas tersebut dan meletakkannya di posisi semula. Ia juga kembali duduk di tempatnya dengan tenang.

Dan reaksi itu membuat Harsa dan Juju terdiam. Ini seperti bukan Rendi.

Karena biasanya, jika ada yang membuat barangnya yang tidak jauh dari hal melukis rusak atau bahkan jatuh sekalipun, Rendi akan langsung memarahi mereka. Namun sekarang? Tidak ada kemarahan, dan itu membuat Harsa merasa bingung.

Itu bukan tabiat Rendi sekali.

Harsa mendekati Juju, lalu berucap pelan, "Lo duluan ke bawah, gue mau ngobrol sebentar sama Kak Rendi."

Juju mengangguk, ia mulai melenggang pergi menjauhi kamar Rendi. Tak lupa menutup pintu kamar tersebut.

"Kak, ikhlaskan kepergian dia!" ucap Harsa memulai pembicaraan dengan raut yang serius.

Ikhlas, satu kata itu sudah keluar dari mulut Meldi juga saudara-saudaranya yang lain.

Namun, tak semudah itu melakukannya.

Andai mengikhlaskan kepergian seseorang itu mudah, sudah Rendi lakukan sejak hari pertama kepergian dia.

Namun, tidak bisa.

Rendi terdiam, ia tahu siapa yang dimaksud Harsa. "Gak semudah itu Dek," balasnya pelan.

"Gue tahu," sahut Harsa seraya menyugar rambutnya ke belakang. "Gue tahu, pasti gak bakalan semudah itu. Tapi, balik lagi, lo harus berusaha ikhlas. Karena bagaimanapun, ini udah takdir dari Allah."

Ya, kematian memang sudah digariskan Tuhan, begitu pula dengan kelahiran.

"Gimana caranya?" tanya Rendi melirih.

"Pertama, Kakak coba lupain kebersamaan Kakak selama bareng Kak Kara." Harsa menatap Rendi sekilas yang saat ini menatapnya tajam. "Gue ralat, bukan lupain, tapi coba simpan di dalam hati terdalam Kakak, di satu tempat yang menjadi tempat paling terindah menurut lo untuk Kak Kara."

"Karena, kalau lo tiap hari kayak gini terus, disana Kak Kara juga pasti gak suka dan merasa ada yang nahan dia untuk pergi."

"Inget! Kakak di dunia juga punya tugas, punya kerjaan dan segala sesuatu yang gak ada Kak Kara di dalamnya. Kedengaran kasar, tapi ya itu memang kenyataannya."

"Yang perlu Kak Rendi lakuin sekarang itu, ikhlaskan kepergian Kak Kara, jangan lupa juga selalu kirimin doa buat Kak Kara!"

"Gue ke bawah duluan!" Setelahnya, Harsa langsung meninggalkan Rendi sendirian, bersama dengan keheningan yang menyelimuti, serta suatu pemikiran yang mulai muncul.

"Kak Meldi, Harsa dan yang lainnya bener. Gue harus bisa ikhlas atas kepergian Kara," gumam Rendi seraya berdiri.


••••

Disini, mau ngasih tahu. Sekarang update story ini bukan hari Senin, Rabu dan Jumat lagi, melainkan jadi gak nentu.

Soalnya aku gak bisa nepatin janji, karena terkadang di hari itu ada aja sesuatu yang harus aku lakukan di real life, jadi kadang gak sempet buka WP.

Sorry untuk kalian yang jadi korban ke-ngaret-an cerita ini.

See you on the next chapter!

[20/11/2023]

Our Home 2 [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang