10. Gaun Pernikahan

80 8 0
                                    

Suasana hening tergambar di ndalem saat ini, setelah satu minggu yang lalu Putri selalu bermain ke ndalem entah mengapa ia merasa senang saja, dan Nyai Ainun sendiri tidak merasa keberatan jika Putri selalu datang ke ndalem. Karena ia merasa menantunya itu bisa bersama dengannya di ndalem ketika kedua putranya dan suaminya sedang mengajar di pesantren, meskipun begitu tatapan orang kepada Putri tetaplah sinis entah apa yang di harapkan oleh manusia itu tetapi Putri tidak peduli yang terpenting dirinya bahagia dan kebahagiaannya itu tidak mengganggu kehidupan mereka.

"Umi." Teriak Putri dari luar pintu ndalem, Nyai Ainun yang merasa terganggu dengan suara teriakan Putri pun langsung membukakan pintu untuk menantunya itu.

"Putri sejak kapan ada di sini?" Nyai Ainun membukakan pintu untuk Putri yang sudah siap dengan gamis dongkernya.

"Barusan umi." Jawab Putri dengan nada ceria.

"Ooh, yaudah masuk yuk." Nyai Ainn mempersilahkan menantunya itu untuk masuk ke kediamannnya.

"Umi memang umi mau ajak Putri kemana?" Putri balik bertanya kepada Nyai Ainun berharap mendapat jawaban yang pasti.

"Udah ikut aja." Nyai Ainunnampilkan senyum cerahnya, rencananya hari ini Nyai Ainun akan memesan ju pernikahan dengan Putri menantunya itu, mungkin orang heran mengapa dan untuk apa Nyai Ainun memesan baju pernikahan? Jawabannya adalah karena tidak cukup 5 bulan lagi akan di adakan acara pernikahan resmi anak sulungnya.

Putri hanya bisa diam dan menghembuskan nafas pasrah. Memang sudah lama sekali rasanya ia tidak keluar area pesantren jadi kemanapun Nyai Ainun membawanya ia akan ikuti saja.

Hingga beberapa menit kemudian Nyai Ainun telah siap untuk pergi serta mobil pesantren juga sudah terparkir rapi dan siap untuk di kendarai di sana, lama di tunggu tempat yang mereka tuju akhirnya telah sampai.

Putri menatap heran toko itu, 'Kok jadi pakaian pengantin sih memangnya siapa yang akan menikah?' Beo Putri di dalam hatinya, meski merasa bingung ia tida ingin mengungkapkannya secara langsung kepada Nyai Ainun, secara Nyai Ainun sudah sangat baik padanya.

"Ayok turun Put." Putri mengangguk mengikuti langkah Nyai Ainun, dengan prasaan was-was.
Putri mengira ia akan ke toko di sebelahnya yang menjual perlengkapan sholat namun fikiran Putri pupus saat langkah Nyai Ainun mendekati toko pakaian pengantin itu.

Di dalam toko itu banyak sekali pakaian yang terpampang menampilkan kesan indahnya, Putri hanya menunduk mengikuti Langkah Nyai Ainun yang mendekati salah satu karyawan.

Saat itu juga ia sangat malas ia tidak mau mengatakannya namun ia mengambil kursi plastik yang ada di toko itu untuk ia duduki. Hingga sudah setengah jam ia duduk Nyai Ainun belum juga selesai memesan pakaian pernikahan itu, hingga tanpa Putri sadari sosok gus yang terkenal dingin di pesantrennya berjalan dengan sepatu khasnya. Ia berjalan dengan gagahnya menghampiri Putri dan ikut mengambil kursi plastik dan menaruhnya di sebelah kursi plastik yang di duduki Putri.

Melihat itu Putri langsung menjauhkan kursinya berharap ia tidak akan bersebelahan dengan Gus Ridho.

"Mengapa kamu menghindar?" Ujar Gus Ridho yang heran melihat tingkah istrinya.

"Maafkan saya gus, kita bukan mahram saya takut akan ada fitnah jika kita duduk berdekatan." Ujar Putri percaya diri.

"Baiklah." Ujar Gus Ridho pasrah, ia menyesal hampir duduk di sebelah Putri, mungkin ini adalah kesalahan terbesarnya karena ingin mendapat perhatian dari istri rahasia yang hanya di ketahui oleh dirinya. Andaikan Putri tahu hubungan mereka pasti Putri akan menyesal telah menolak Gus Ridho, tapi wajar saja ini semua terjadi karena ketidak tahuan Putri.

"Loh Ridho kapan nyampenya?" Nyai Ainun menghampiri anak dan menantunya yang duduk sedikit berjauhan.

"Barusan Umi." Gus Ridho menampilkan wajah cerahnya.

THE SECRET PURI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang